Polisi Sidik Merk Lain Beras Produksi PT IBU

Ilustrasi/Youtube

Koran Sulindo – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri melakukan pengembangan perkara dugaan kecurangan produksi beras oleh PT Indo Beras Unggul (IBU). Selain mengungkap kejanggalan dalam produk beras merk Maknyuss dan Ayam Jago, penyidik melirik produk lain yang diproduksi perusahaan itu untuk melihat kemungkinan pelanggaran serupa.

“Untuk dilihat kemasan, labelnya, dan isinya, apa yang jadi kandungan beras tersebut,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul, di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (3/8).

Sebelumnya, penyidik menetapkan Direktur Utama PT IBU Trisnawan Widodo sebagai tersangka. Trisnawan dianggap bertanggung jawab atas sejumlah kecurangan PT IBU.

Kecurangan itu antara lain soal tabel yang memuat angka kecukupan gizi (AKG). Di sana tertera persentase gizi yang bisa terpenuhi oleh manusia jika mengkonsumsi beras tersebut. Seharusnya, yang tertera di kemasan beras bukan tabel AKG, melainkan komposisi beras. AKG hanya dicantumkan di kemasan makanan olahan.

Selain itu, label Standar Nasional Indonesia (SNI) keluaran 2008 di kemasan itu juga curang.

PT IBU juga mengklaim produk mereka adalah beras premium, padahal dalam ketentuan SNI 2008, kualitas beras ditentukan dengan indikator mutu 1 hingga mutu 5. Indikator beras medium dan premium baru ditetapkan dalam SNI 2015.

Setelah dicek di laboratorium pun kualitasnya di bawah mutu yang baik. Mutu tersebut tak sebanding dengan harga yang dibanderol untuk beras merk Maknyuss senilai Rp 13.700 per kilogram dan Rp 20.400 per kilogram untuk merk Ayam Jago.

Selain itu, dua merek beras itu juga tidak mencantumkan PT IBU sebagai perusahaan produsen di kemasannya, namun tercantum nama PT Sakti sebagai produsen. Kecurangan itu menyulitkan pengawasan stakeholder terhadap produksi mereka.

Atas perbuatannya, Trisnawan dijerat Pasal 382 BIS tentang Perbuatan Curang dan Pasal 144 jo pasal 100 ayat 2 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Kemudian Pasal 62 jo Pasal 8 ayat 1 huruf (e), (f), (g) atau pasal 9 ayat (h) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Sebelumnya, polisi juga mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang kasus beras PT IBU. Perusahaan itu diduga melakukan kecurangan dalam menjual produknya di pasar selama 2 tahun terakhir.

“Kami akan lakukan penyidikan pencucian uang yang dilakukan karena patut diduga dilakukan hingga 2 tahun,” kata Martinus.

Hingga saat ini, kata Martinus, penyidikan dugaan kecurangan terhadap konsumen yang dilakukan PT IBU masih tahap awal. Ia menyebut, tak menutup kemungkinan jika penyidik akan menjerat pihak lain yang terlibat dalam kasus ini.

Menyesatkan Konsumen

Sebelumnya, Bareskrim Polri membuat terang kasus persaingan curang yang dilakukan PT Indo Beras Unggul. Anak perusahan PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) itu telah melakukan kejahatan yang menyesatkan konsumen selama ini.

Setelah mendapatkan alat bukti yang cukup berdasarkan keterangan 24 saksi, sebelas ahli dan surat-surat, penyidik Subdit Industri Perdagangan (Indag) Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim menetapkan Direktur Utama PT IBU, Trisnawan Widodo (TW) sebagai tersangka, Selasa (1/8).

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri, Kombes Martinus Sitompul mengatakan, tersangka TW dijerat Pasal 62 Nomor 8 tahun 1999 tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Pasal 144 nomor 18 tahun 2012 tentang Undang-Undang Pangan dan Pasal 382 bis KUHP tentang Persaingan Curang. Dijelaskannya, pelanggaran PT IBU, pertama yaitu beras Makyuss dan Ayam Jago Merah yang diklaim sebagai beras premium tidak sesuai SNI.

“Apa saja parameternya? pertama sistem pelabelan, PT IBU produk yang diselidiki Ayam Jago Merah dan Makyuss itu yang bersangkutan menggunakan SNI tahun 2008, dalam SNI tahun 2008 itu tahun dikenal dengan istilah premium dan medium. Yang dikenal mutu 1 hingga mutu 5,” kata Martinus di Mabes Polri, Rabu (2/8).

Sedangkan beras premium itu kata Martinus ada di SNI 2015. Diterangkannya, SNI memang tidak wajib untuk beras. Namun, kalau sudah mencantumkan SNI dalam kemasan harus mengikuti ketentuan.

Martinus mencontohkan, Ayam Jago Merah dengan SNI 2008 harus ditentukan mutunya. Misalnya mutu 1 ada istilah kadar air dan proteinnya.

“Dalam kemasan Makyuss dan Ayam Jago Merah ada pelanggaran yang dilakukan PT IBU ini bahwa dia tidak mencantumkan kualitas mutu. Ibarat orang mau membeli beras hak konsumen ingin mengetahui apakah kualitas sesui yang diinginkan atau tidak,” kata Martinus.

Pelanggaran kedua, berdasarkan uji lab beras Makyuss dan Ayam Jago Merah mutunya tidak sesuai SNI. “Ini bisa jadi mutu 2 atau mutu 3 atau dibawahnya. Yang jelas tidak sesuai mutu,” ujarnya.

Lebih lanjut, pelanggaran ketiga PT IBU memberikan informasi yang menyesatkan kepada konsumen. Perusahaan tersebut dengan sengaja menggunakan info nilai gizi berapa angka kecukupan gizi (AKG). Padahal AKG itu hanya ada dalam produk hasil olahan, bukan bahan baku seperti beras.

Kemudian PT IBU kata Martinus juga melakukan persaingan curang. Diterangkannya perusahan itu membeli beras kepada petani dengan harga tinggi kemudian dijual dengan harga tinggi. “Kalau memang dia beli dari petani harusnya tidak dijual dengan harga tinggi juga. Saksi-saksi kita penggilingan padi kecil banyak melaporkan memperkecil usaha mereka,” katanya.

Martinus menambagkan tersangka terancam 20 tahun penjara dan denda Rp10 triliun. “Tersangka nantinya akan kita jerat juga tindak pidana pencucian uang,” kata Martinus.

Kasus Biasa

Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto menilai penyidikan kasus persaingan curang bisnis beras PT Indo Beras Unggul (IBU), merupakan kasus biasa.

“Beras itu menonjolnya karna komentar-komentar, masalah kasusnya biasa,” kata Ari Dono di Mabes Polri, Selasa (1/8).

Dirinya mengakui bahwa dalam penanganan kasus ini, penyidik masih mendalami dugaan-dugaan tindak pidananya. Mengenai Menteri Perdagangan yang secara resmi telah membatalkan Permendag nomor 47/M-DAG/PER/7/2017 yang mengatur penetapan harga acuan pembelian dan penjualan beras, Ari menegaskan penyidikan tetap berjalan. Pasalnya, penyidik dalam kasus ini tidak hanya melihat dari satu masalah hingga Satgas Pangan Melaku penggerebekan pada 21 Juli kemarin.

Ari tidak merinci apa yang sedang disidik oleh anak buahnya, meski peraturan tersebut telah dicabut. “Tidak juga, tidak terlalu berpengaruh. Nanti saksi ahli akan jelaskan itu,” tukas Ari.

Bahkan pada hari ini sambungnya, penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap direksi PT IBU. “Hari ini baru kita minta keterangan para direksi,” ujarnya.

Pernyataan Kabareskrim ini tentunya berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Wakil Ketua Ombudsman RI, Lely Pelitasari Soebekty. Bahkan Ombudsman menduga ada maladministrasi dalam penanganan kasus beras.

“Kalau tidak menimbulkan kegaduhan, mungkin Ombudsman tidak akan masuk ke sini,” ujar Lely Pelitasari Soebekty, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (27/7).

Ombudsman mengundang Satgas Pangan untuk memberi keterangan agar kasus tersebut terang benderang. Lely mengatakan ada beberapa aspek yang akan didalami Ombudsman yaitu masalah penggerebekan. Pihaknya memilki kewajiban untuk melihat ada atau tidak maladministrasi prosedur hukum oleh pihak kepolisian. Kedua, mendalami kebijakan yang menjadi dasar hukum Satgas Pangan menangani kasus ini. Selain itu juga melihat masalah informasi yang meresahkan masyarakat terkait definisi beras premium, medium dan kerugian negara.

“Kita akan lihat bagaimana proses dari keseluruhan kasus ini, baik prosedur dalam gerebek kemudian dari aspek yang memang sebetulnya wajar apa enggak dilakukan. Dari substansi ekonomi, kita akan liat kebjiakan atau dasar pengungkapan kasus sudah cukup kuat apa tidak,” kata Lely. [YMA/DAS]