Koran Sulindo – Puluhan tahun yang lampau, salah seorang penyair terkemuka Indonesia, Subagio Sastrowardojo, menulis sebuah puisi berjudul “Kampung”. Dalam puisinya tersebut, ia antara lain mengatakan, hidup di negeri ini seperti di dalam kampung, ketika setiap orang ingin bikin peraturan mengenai lalu lintas di gang, jaga malam, dan daftar diri di kemantren. Di mana setiap orang ingin jadi hakim/dan berbincang tentang susila, politik dan agama/seperti soal-soal yang dikuasai//.

Isi puisi itu seperti semakin menemukan kebenarannya di negeri ini dalam beberapa tahun belakangan, apalagi beberapa pekan ini, ketika game virtual Pokemon Go mewabah. Bayangkan saja, permainan virtual itu mampu membuat banyak lembaga atau institusi negara di republik ini mendadak ketakutan dan kemudian membuat berbagai instruksi dan aturan.

Bahkan, Badan Intelijen Negara (BIN) sudah membentuk tim khusus untuk melakukan analisis terhadap permainan tersebut. Karena, diduga ada keterlibatan badan intelijen dalam proses penciptaan game tersebut.

Game Pokemon Go dibuat oleh Niantic Inc, perusahaan bentukan Keyhole Inc. Diketahui, salah satu investor Keyhole Inc adalah In-Q-Tel, yang didanai oleh Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA). Di Amerika Serikat sendiri beredar kabar, Pokemon Go dibuat untuk memata-matai aktivitas warga. Karena, ada yang mengatakan, teknologi yang dipakai dalam aplikasi Pokemon Go terhubung dengan server milik CIA.

Di Indonesia, institusi yang pertama kali merespons permainan ini dengan mengeluarkan larangan adalah TNI Angkatan Laut. Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi mengeluarkan surat larangan kepada jajarannya agar tidak bermain Pokemon Go di lingkungan kerja TNI Angkatan Laut. Alasannya, lokasi yang seharusnya dirahasiakan  ke pihak luar bisa bocor lewat game itu.

“Memberikan pemahaman kepada anggota militer dan PNS di jajarannya agar tidak menggunakan/memainkan game Pokemon Go di lingkungan basis/ksatria/mess maupun objek vital TNI/TNI AL,” demikian antara lain bunyi surat larangan Kepala Staf TNI Angkatan Laut yang diterima awak media pada 19 Juli 2016 lalu. Larangan itu juga berlaku untuk keluarga anggota TNI AL dan pegawai sipilnya yang tinggal di sekitar wilayah TNI AL.

Ade Supandi juga mengungkapkan, Pokemon Go merupakan jenis permainan yang menggunakan metoda augmented reality. Permainan itu memanfaatkan kamera ponsel yang terhubung dengan aplikasi Global Positioning System (GPS). “Serta berbasis Internet untuk mengirimkan gambar secara real time untuk basis server [yang] berada di negara lain,” ujarnya.

Kemudian, pihak Istana Kepresidenan juga mengeluarkan larangan yang hampir serupa: Pokemon Go dilarang dimainkan di lingkungan istana di Jakarta. Alasannya: istana merupakan tempat kerja presiden. ‎”Itu saja sebenarnya alasan sederhananya‎,” kata Kepala Biro Pers Istana Bey Machmudin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, 20 Juli 2016.

Menurut dia, baik masyarakat umum maupun wartawan yang datang ke istana telah diketahui tujuannya. Kalangan wartawan datang untuk melakukan kegiatan peliputan, bukan bermain game. Bey juga mengatakan, lingkungan istana sebagai tempat kerja presiden harus senantiasa steril dari sisi keamanan. “Kalau main Pokemon Go kan harus bergerak. Jadi, misalnya bermain, lalu bergerak ke satu titik, kan menimbulkan kecurigaan, baik dari tim keamanan dalam maupun Paspampres‎,” kata Bey.

Kepala Polri Jenderal (Polisi) Tito Karnavian juga melarang jajarannya yang sedang bertugas untuk bermain Pokemon Go. Larangan resmi itu tertera dalam surat telegram rahasia Kapolri Nomor STR/533/VII/2016 tertanggal Selasa (19/7/2016). Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal (Polisi) Agus Rianto mengakui penerbitan surat itu. “Iya, karena akan mengganggu tugas,” ujar Agus, 20 Juli 2016.

Dalam telegram rahasia yang tersebar melalui berbagai pesan singkat di masyarakat itu dikatakan, Pokemon Go dianggap memiliki sejumlah efek negatif. Selain bisa menyebabkan fokus berkurang karena pemain terus menatap layar telepon cerdasnya, permainan ini dianggap berbahaya karena harus mengaktifkan geolokasi.  “Lokasi permainan berada di lingkungan fasilitas atau markas komando Polri akan terekam. Dan apabila informasi itu jatuh ke orang yang tidak bertanggung jawab, maka dapat disalahgunakan,” begitu antara lain bunyi surat telegram tersebut.

Di berbagai tempat di Gedung DPR RI juga sudah ditempelkan instruksi larangan bermain Pokemon Go. Bunyi instruksinya: “Dilarang Mencari Pokemon di Area DPR. Tertanda: Rakyat”.

Belum diketahui pasti siapa yang menempel kertas larangan tersebut. Tapi, menurut seorang petugas Pengamanan Dalam Gedung DPR, kertas peringatan seperti itu biasanya ditempel oleh Bagian Biro Umum Kesekretariatan Jenderal‎ DPR.

Bagaimana bila ada anggota DPR yang memainkan game tersebut? Ketua DPR Ade Komarudin menyatakan akan merapatkan soal ini dengan jajaran kepimpinanan DPR. Secara pribadi, katanya, ia sudah mengusulkan game itu dilarang dimainkan di lingkungan kompleks parlemen. Ia merasa Pokemon Go dapat mengganggu produktivitas kerja. “Saya mau rapatkan di pimpinan supaya dilarang. Itu mengganggu produktivitas. Kalau ganggu produktifitas, larang saja,” ujar Ade Komarudin.

Sementara itu, dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut B Pandjaitan mengungkapkan, pemerintah tengah mengawasi game Pokemon Go. Langkah ini, katanya, dilakukan terkait dengan dugaan adanya pengumpulan informasi melalui game tersebut. “Pokemon ini apakah juga bisa jadi masalah di kemudian hari, kami enggak tahu. Kami juga lagi amati,” tutur Luhut, 20 Juli 2016. Pengamatan pemerintah, lanjutnya, dilakukan untuk memastikan apakah benar game tersebut bisa digunakan untuk kepentingan-kepentingan lain, bukan cuma permainan.

Surat larangan bermain Pokemon Go di lingkungan kantor pemerintah kemudian secara resmi dikeluarkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, lewat Surat Menpan RB Nomor B/2555/M.PANRB/07/2016 tentang Larangan Bermain Game Virtual Berbasis Global Positioning System di Lingkungan Instansi Pemerintah kepada Seluruh Menteri dan Pemimpin Lembaga Negara, bertanggal 20 Juli 2016.

Menurut Yuddy, surat larangan itu merupakan bentuk kewaspadaan nasional dan untuk mengantisipasi timbulnya potensi kerawanan di bidang keamanan serta kerahasiaan instalasi pemerintah, juga menjaga produktivitas dan disiplin aparatur sipil negara. “Bersama ini kami sampaikan kepada para pimpinan di satuan kerja masing-masing untuk melarang aparatur sipil negara bermain game berbasis GPS di lingkungan Instansi Pemerintah,” kata Yuddy, seperti dikutip dari surat yang telah dipublikasikan lewat situs resmi Kemenpan RB pada 21 Juli 2016. Yuddy lewat surat itu juga meminta para pejabat pembina kepegawaian di masing-masing kementerian atau lembaga untuk melakukan pemantauan.

Di Yogyakarta, 21 Juli lalu, Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayor Jenderal Abdul Rahman Kadir juga mengatakan, permainan Pokemon Go bisa dimanfaatkan untuk kepentingan terorisme. “Permainan Pokemon Go dan segala permainan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang bersifat radikalisme dan terorisme,” tuturnya.

Tidakkah “ketakutan massal” seperti itu justru membocorkan rahasia kelemahan negara ini, yakni sangat belum siapnya Indonesia memasuki era digital dan zaman Internet, belum menguasai teknologi informatika dan tidak mengikuti perkembangannnya yang sangat pesat? Banyaknya aturan dan pernyataan yang keluar dari pejabat soal permainan ini juga menandakan betapa negeri ini masih sibuk dengan persoalan “primitif”: amburadulnya koordinasi antar-lembaga pemerintahan. [Hano Zahaban/Purwadi]