PLN: Penggantian Kwh Meter ke Digital Butuh Waktu Tujuh Tahun

Ilustrasi/esdm.go.id

Koran Sulindo – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyatakan penggantian alat pencatat komsumsi listrik (Kwh meter) konvensional yang manual dengan digital membutuhkan waktu sekitar tujuh tahun. PLN sedang menyiapkan peta jalan penggantian tersebut.

“Perlu waktu tujuh tahun untuk seluruh pelanggan sebanyak 79 juta, dengan smart meter maka pelanggan akan lebih mudah untuk misalnya token isi ulang,” kata Senior Executive Vice President Bisnis & Pelayanan Pelanggan PLN, Yuddy Setyo Wicaksono, di Jakarta, Selasa (16/6/2020), melalui rilis media.

Sebelumnya, PLN menyatakan tidak ada kenaikan tarif listrik dalam perhitungan tagihan rekening listrik Juni 2020.

Kenaikan tagihan listrik lebih disebabkan oleh adanya peningkatan penggunaan listrik pada saat adanya pandemi virus corona atau Covid-19. Saat pemberlakuan PSBB, ditambah dengan bertepatan bulan puasa, di mana secara statistik terjadi kecenderungan kenaikan pemakaian oleh pelanggan.

Perhitungan tagihan listrik terdiri dari dua komponen utama yaitu pemakaian yang dikalikan dengan tarif listrik.

“Kami mendengar dan memahami pelanggan yang mengalami kenaikan tagihan listrik. Namun kami pastikan bahwa tidak ada kenaikan tarif, tarif listrik tetap sejak 2017. PLN juga tidak memiliki kewenangan untuk menaikan tarif listrik,” kata Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Saril, di Jakarta, Rabu (10/6/2020)

PLN juga memastikan tidak melakukan subsidi silang dalam pemberian stimulus Covid-19 kepada pelanggan 450 VA dan 900 VA bersubsidi, karena stimulus diberikan oleh Pemerintah.

“Stimulus Covid-19 murni pemberian Pemerintah bukan PLN. Dan kami tidak bisa melakukan subsidi silang. Kami juga diawasi oleh Pemerintah, DPR, BPK, dan BPKP, sehingga tidak mungkin kami melakukan subsidi silang,” kata Bob.

PSBB yang diberlakukan dalam rangka menekan pandemi covid-19 menyebabkan PLN tidak melakukan pencatatan meter, sehingga tagihan bulan April menggunakan perhitungan rata-rata pemakaian 3 bulan sebelumnya. Kemudian, pada bulan April baru 47 persen petugas PLN melakukan pencatatan meter untuk tagihan bulan Mei akibat kebijakan PSBB masih diberlakukan di beberapa daerah. Sementara pada bulan Mei hampir 100 persen dari pelanggan didatangi petugas untuk catat meter untuk rekening bulan Juni. Sehingga tagihan rekening bulan Juni merupakan tagihan riil ditambah dengan selisih pemakaian bulan sebelumnya, yang dicatat menggunakan rata-rata tiga bulan sebelumnya.

“Penggunaan rata-rata tiga bulan, tidak lain adalah untuk mencegah penyebaran Covid-19. Penggunaan rata-rata tiga bulan ini juga menjadi standar pencatatan di seluruh dunia ketika petugas tidak dapat melakukan pencatatan meter,” kata Bob.

Tidak Naik hingga September Nanti

Sementara itu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan tarif tenaga listrik bagi 13 pelanggan non subsidi per 1 Juli, hingga 30 September 2020 tidak mengalami kenaikan.

Kepala Biro Komunikasi Layanan Infomasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, mengatakan besaran tarif ini juga sama dengan tarif yang berlaku sejak 2017.

Begitupun bagi 25 golongan pelanggan bersubsidi, tarifnya tidak mengalami perubahan.

“Tarif tenaga listrik pelanggan non subsidi periode Juli-September tetap, besarannya masih sama sejak tahun 2017. Begitupun yang subsidi, beberapa golongan bahkan diberikan keringanan sebagai jaring pengaman sektor energi di masa pandemi, bagi rumah tangga 450 VA dan 900 VA tidak mampu, serta pelanggan bisnis 450 VA dan industri 450 VA,” katanya.

Tarif listrik pelanggan non subsidi, untuk pelanggan Tegangan Rendah (TR) seperti pelanggan rumah tangga daya 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500 sampai dengan 5.500 VA, pelanggan bisnis daya 6.600 sampai dengan 200 kVA, pelanggan pemerintah daya 6.600 sampai dengan 200 kVA ke atas, dan penerangan jalan umum, tarifnya tidak naik atau tetap sebesar Rp1.467 per kWh.

Untuk pelanggan rumah tangga 900 VA-RTM, tarifnya tidak naik atau tetap sebesar Rp1.352 per kWh.

Pelanggan Tegangan Menengah (TM) seperti pelanggan bisnis, industri, pemerintah dengan daya lebih dari 200 kVA, dan layanan khusus, besaran tarifnya sebesar Rp1.115 per kWh.

Sementara itu, bagi pelanggan Tegangan Tinggi (TT) yang digunakan industri daya lebih dari sama dengan 30.000 kVA ke atas, tarif juga tidak mengalami perubahan, yaitu Rp997 per kWh.

Adapun tarif tenaga listrik untuk 25 golongan pelanggan bersubsidi lainnya juga tidak mengalami perubahan, besaran tarifnya tetap.

“Kepada 25 golongan pelanggan ini tetap diberikan subsidi listrik, termasuk di dalamnya pelanggan yang peruntukan listriknya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), bisnis kecil, industri kecil, dan kegiatan sosial,” kata Agung.

Sedangkan Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Hendra Iswahyudi, mengatakan, tarif listrik yang ditetapkan pemerintah sejak tahun 2017 sebesar R p1.467 per kWh.

Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. Pemerintah Thailand, mematok harga listriknya Rp 1.789 per kWh, Filipina Rp 2.424, dan Vietnam Rp 1.581.

“Bukan kami ingin membandingkan, tapi ini kan fair membandingkan kondisi kita dengan negara tetangga,” kata Hendra. [RED]