Koran Sulindo – Plafon Gedung Indonesia Menggugat (GIM) di Jalan Perintis Kemerdekaan Bandung roboh hari ini, dan menimpa peserta diskusi politik yang sedang berlangsung. Calon Wali Kota Cirebon dari jalur independen, Samsul Hadi, mengalami luka di pelipis kanannya.
Saat kejadian tim teknis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang melakukan observasi dalam rangka revitalisasi gedung. Saat salah seorang menginjak salah satu atap, yang ternyata sudah rapuh, plafon runtuh.
“Korban sedang mengikuti diskusi politik di lokasi tersebut,” kata Kapolsek Sumur Bandung Kompol Abdul Kholik, di Bandung, Sabtu (12/8), seperti dikutip pikiran-rakyat.com.
Pelipis Samsul berdarah. Ia lalu dibawa ke RS Bungsu dan mendapat 2 jahitan di pelipis.
“Begitu tahu di atas ada pekerja, kita sarankan untuk ditunda karena agenda masih ada. Personil siaga di lokasi. Pekerjanya sedang dimintai keterangan,” kata Abdul.
Diskusi yang sedang berlangsung diselenggarakan oleh Jaringan Rakyat Independen (JARI) membahas “Yang Muda Bicara Politik”. Hadir dalam kegiatan diskusi itu Komisioner KPAI, Ketua KPU Jabar, dan penggagas JARI.
Setelah mendapat kepastian tidak ada kerusakan pada struktur bangunan, diskusi dilanjutkan.
Tidak Koordinasi
Pengelola Gedung Indonesia Menggugat, Yadi Kusmayadi, mengatakan tim studi teknis lapangan dari Kemendikbud yang memeriksa gedung tidak berkoordinasi dengan pengelola. Gedung itu adalah bangunan cagar budaya.
Sebelumnya sudah diinformasikan, pengecekan atap gedung harus dilakukan bersama dengan pengelola gedung. “Bukan kami melarang, tapi kami yang tahu kayu mana yang bisa diinjak dan mana yang tidak,” kata Yadi.
Gedung Indonesia Menggugat terakhir direnovasi pada 2005. Tapi tidak diketahui apakah renovasi itu sampai ke bagian atap atau tidak.
Menurut Yadi, GIM aman digunakan. Plafon runtuh karena ada petugas tim teknis yang naik ke atap.
“Dijamin aman kalau tidak ada yang naik,” kata Yadi.
Gedung Indonesia Menggugat (GIM) dibangun pada 1907. Awalnya, gedung yang dulu dinamai Gedung Landraad ini merupakan rumah tinggal, namun pemerintah kolonial Belanda mengubahnya menjadi tempat pengadilan.
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang diadili di gedung ini membacakan pledoi berjudul Indonesia Menggugat. Akhirnya bangunan ini dinamai Gedung Indonesia Menggugat untuk mengenang proses perjalanan pembentukan bangsa. [DAS]