Pipa yang Patah Itu Sudah Berumur 20 Tahun

Ilustrasi/Akun Facebook Kementerian Lingkungan Hidupdan Kehutanan

Koran Sulindo – Tumpahan minyak milik Pertamina di Teluk Balikpapan Sabtu (31/3/2018) ternyata akibat patahnya pipa penyalur minyak mentah dari Terminal Lawe-lawe di Penajam Paser Utara ke Kilang Balikpapan.

Polisi telah memeriksa 22 orang saksi dalam kasus ini.

“Masih proses penyelidikan. Upaya yang dilakukan memeriksa 22 orang saksi,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal dalam pesan singkat, Senin (9/4/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Belum ada tersangka ditetapkan dalam kasus ini.

Polisi sudah mengambil sampel di tempat kejadian perkara dan sudah melakukan olah TKP.

“Dengan penyelaman ke dasar laut guna memperoleh visualisasi, ambil foto dan video pipa yang patah,” katanya.

Tumpahan minyak di Teluk Balikpapan pada Sabtu (31/3) terjadi akibat patahnya pipa penyalur bawah laut milik Pertamina di kedalaman 25 meter. Pipa baja berdiameter 20 inci ini menyalurkan minyak mentah dari Terminal Lawe-lawe di Penajam Paser Utara ke Kilang Balikpapan.

Patahnya pipa tersebut membuat air laut tercemar materi hitam, kental, dan berbau menyengat seperti solar.

Dari kejadian kebakaran itu, lima orang tewas, satu orang mengalami luka bakar, dan 20 orang selamat.

General Manager (GM) Pertamina Refinery Unit (RU) V, Togar MP, mengatakan pipa itu masih terbungkus casing semen agar tidak berkarat direndam di air laut dan menambah kekuatannya menahan tekanan air. Pipa penyalur minyak mentah itu dipasang pada 1998, atau sudah berusia pakai 20 tahun.

“Pipa baja diameter 20 inci, tebalnya 12 mm, di kedalaman 25 meter,” kata di Balikpapan, Rabu (4/4/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Perlu kekuatan yang sangat besar untuk menarik pipa hingga patah.

Para penyelam melaporkan pipa itu bergeser 120 meter dari posisi awalnya di dasar Teluk Balikpapan.

“Penyebab patahnya pipa itu yang sedang kami selidiki sekarang,” kata Direktur Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Komisaris Besar Polisi Yustan Alpian.

Pertamina masih menghitung berapa jumlah minyak yang bocor ke laut.

“Tapi sejak pertama kali terdeteksi, kami sudah menutup penyaluran minyak mentah dari Lawe-lawe ke Balikpapan untuk tindakan pencegahan,” kata Togar.

Pada awalnya, tumpahan minyak itu dikira Marine Fuel Oil (MFO). Menurut Togar, timnya bahkan mengambil sampel tumpahan di 9 titik berbeda, kemudian mengirimkannya ke laboratorium, termasuk 1 laboratorium independen.

“Hasilnya tetap dinyatakan MFO atau bahan bakar kapal,” katanya.

Namun demikian, sampel yang ke-10 menyatakan lain. Bahwa minyak yang tumpah adalah minyak mentah (crude).

Setelah itu, Pertamina menurunkan tim penyelam dan melakukan pemeriksaan secara rinci jalur pipa dari Lawe-lawe ke Kilang Balikpapan.

“Itu yang kami temukan, di satu titik pipa patah dan bergeser hingga 120 meter dari lokasi awalnya,” katanya.

Kebocoran yang menyebakan tumpahan minyak mentah berjenis solar ke laut tersebut pertama diketahui Sabtu (31/3/2018)pukul 03.00 dinihari waktu setempat,. Saat masih membersihkan tumpahan minyak itu, pada pukul 10.30 di tengah laut api berkobar dari minyak yang terkumpul.

Dari kejadian kebakaran itu, 5 orang tewas, 1 orang mengalami luka bakar, dan 20 orang selamat. Kapal kargo MV Ever Judger mengalami terbakar sekoci penyelamatnya setelah api menjalar dari tali kapal.

Petambak Merugi Rp500 Juta

Petambak udang lobster di wilayah Rukun Tetangga 17 Kerok Laut Kelurahan Penajam, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, merugi hingga mencapai Rp500 juta akibat tumpahan minyak mentah di perairan Teluk Balikpapan.

Salah satu pemilik tambak, saat ditemui di Penajam, Minggu (8/4/2018), mengaku tumpahan minyak mentah di Teluk Balikpapan mencemari kolam penampungan atau tambak udang lobster miliknya.

Sebanyak 85 kolam penampungan udang lobster milik Basrun yang berada di tengah laut terpapar tumpahan minyak mentah sehingga udang lobster yang ditanam ditambak mati.

“Saya terpaksa melakukan panen dini untuk menyelamatkan udang lobster karena tambak tercemar minyak mentah, dan udang banyak yang mati” katanya.

Basrun membudidayakan dua jenis udang lobster yakni mutiara dengan harga jual Rp700.000 per kilogram dan Pakistan dengan harga jual Rp350.000 per kilogram.

Pencemaran minyak mentah merusak jaring penahan kolam penampungan sehingga untuk perbaikan menyeluruh dibutuhkan waktu sekitar enam bulan, bahkan lebih.

“Kalau ditotal secara keseluruhan kerugian saya akibat tambak udang lobster tercemar minyak mencapai lebih kurang Rp500 juta,” kata Basrun.

Basrun meminta instansi terkait atas terjadinya tumpahan minyak mentah tersebut bertanggung jawab karena modal untuk budi daya udang lobster sekitar Rp300 juta utang dari bank. [DAS]