Pinjaman Instan Berujung Ancaman

Ilustrasi pinjaman rentenir. (Sulindo/Iqyanut Taufik)

Opini – Kondisi ekonomi masyarakat menengah ke bawah yang semakin sulit, dengan kebutuhan sehari-hari yang terus meningkat, membuat mereka rentan terhadap tawaran pinjaman dari bank keliling harian dan rentenir.

Meskipun tawaran pinjaman yang mudah dan tanpa proses rumit sangat menggoda, terutama ketika hanya memerlukan KTP sebagai syarat, kita perlu memahami risiko besar yang menyertainya.

Suku bunga yang ditawarkan biasanya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga keuangan resmi, dan ini bisa membuat nasabah terjebak dalam lingkaran utang yang menyulitkan.

Praktik bank keliling harian, meskipun sudah berlangsung lama, tetap berada dalam zona abu-abu dari segi hukum, sehingga nasabah tidak memiliki perlindungan yang memadai jika terjadi masalah.

Kasus kekerasan yang melibatkan penagih utang dan nasabah juga kerap terjadi. Salah satu kasus yang terjadi adalah dimana dua penagih utang alias “debt collector” hajar warga saat menagih utang sebesar Rp 800.000 di Desa Mekarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ditangkap polisi, Kamis (11/7/2024).

Menurut polisi, kedua debt collector “bank keliling” itu telah ditangkap. Keduanya mengaku kesal karena nasabahnya selalu sembunyi saat ditagih.
Namun tidak hanya nasabah yang menjadi korban tetapi penagih hutang juga sering kali mendapat kekerasan.

Seorang pegawai bank keliling alias rentenir berinisial FN (30) di Majalengka, Jawa Barat, tewas dibunuh nasabahnya, TD (34), Sabtu (27/1/2024). FN tewas karena meminta korban menyerahkan sertifikat rumah sebagai jaminan utang yang belum lunas.

Sebelumnya, pelaku telah menawarkan motor sebagai jaminan utang senilai Rp 2 juta. Dua kasus tersebut adalah contoh nyata betapa berbahayanya situasi ini. Tidak hanya nasabah yang menjadi korban, tetapi para penagih utang pun sering kali menghadapi risiko kekerasan saat melakukan penagihan. Hal ini menunjukkan bahwa sistem yang tidak teratur dan tidak diawasi ini dapat memicu kekerasan dari kedua belah pihak.

Perlunya berpikir kritis tentang cara penyelesaian masalah ekonomi sangatlah dibutuhkan, alih-alih tergoda oleh solusi instan yang ditawarkan oleh bank keliling. Ketersediaan akses ke lembaga keuangan formal yang lebih aman dan terjamin harus didorong, serta edukasi tentang risiko pinjaman informal perlu diperluas.

Pada akhirnya, masyarakat harus menyadari bahwa meskipun pinjaman dari bank keliling dapat memberikan solusi cepat untuk kebutuhan mendesak, konsekuensi jangka panjang yang mungkin timbul dapat lebih merugikan daripada manfaatnya.

Kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang dunia finansial akan membantu masyarakat mengambil keputusan yang lebih bijaksana dan aman. Dan semoga pihak Pemerintah juga lebih ketat dalam menangani Bank Keliling sebelum terjadi kasus-kasus lain yang tidak diinginkan. [UN]