Pilu! Satu Keluarga di Kuningan Rela Tinggal di Kandang Kambing

Koran Sulindo – Sebuah keluarga kecil terpaksa hidup di sebuah kandang kambing yang berbahan bambu, di Desa Puncak, Kecamatan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.

Ya, nasib kurang beruntung dialami Yani Yunianingsih (39) bersama suaminya Suhari (40) dan anaknya Susanti (14).

Satu kelurga ini rela menempati kandang kambing tersebut sejak tahun 2017. Berawal dari musibah kebakaran yang dialaminya pada saat merantau di DKI Jakarta. Yani dan keluarganya terpaksa harus pulang kampung dengan modal seadanya.

“Dahulunya saya berdagang di Jakarta, terus tahun 2017 karena kebakaran, jadi pindah ke sini, awalnya ikut sama orangtua dahulu, tapi karena serba enggak enak jadinya tinggal di sini,” kata Yani kepada wartawan ditulis, Kamis (8/7).

Berbekal modal seadanya, Yani memberanikan diri untuk menyewa kandang ayam dan membuka usaha ternak ayam. “Sewa putus, jadi ini dulunya kandang ayam, Saya sewa sebesar Rp 5 juta, biar tidak jauh saat kasih pakan, Kami sekeluarga tinggal di sini dengan kondisi seadanya,” tutur Yani.

Saat itu belum ada listrik, sambung Yani, namun untuk air ada. “Jadi terpaksa saya memasang listrik baru, biar terang,” ungkap Yani.

Yani pun tak menyangka akan mengalami musibah seperti itu, tiga tahun berjalan usahanya pun mulai berkurang, dan mengalami kerugian.

“Di tahun 2020, akhirnya bangkrut, terus karena pandemi Covid-19 melanda Kuningan, modal pun habis dipakai untuk biaya hidup dan berobat anak saat itu yang tidak mendapat Kartu Indonesia Sehat,” beber Yani.

Saat kehabisan modal Yani dan Suhari pun bekerja serabutan. “Ya untuk sehari-hari Saya bekerja serabutan sebagai buruh cuci atau lainnya, sedangkan suami saya membantu memberi pakan kambing di kandang itu juga,” jelas Yani.

Dikatakan Yani, usai ternak ayam bangkrut, ada tetangga yang ikut menyimpan kambingnya di sini, dengan sistem bagi hasil.

“Jadi suami saya pekerjaannya ngasih makan rumput untuk Kambing, dengan sistem bagi hasil, kalau ada anaknya dua, jadi masing-masing satu, kalau satu yang setengah-setengah,” ungkap Yani.

Meski demikian Yani tetap tegar menghadapi beratnya kehidupan. “Ya gimana ini sudah, karena harus Susanti juga jadi Saya tidak bisa jauh,” papar Yani.

Memiliki anak difabel, mungkin dirasa berat bagi sebagian orang, namun berbeda dengan Yani. Yani dengan ikhlas merawat anaknya yang kini mengalami kelumpuhan total akibat demam tinggi di masa kecilnya.

“Iya itu yang berobat itu buat Neng Susanti, dia sakit pas umur sembilan bulan, panas tinggi, dan koma selama tiga minggu di rumah sakit, syarafnya kena akhirnya mengalami kelumpuhan total,” tutur Yani sambil menahan air mata. [Wis]