OPINI – Ramai di media sosial pada kamis (07/11) seorang anak perempuan berusia 9 tahun tertabrak truk pengangkut tanah di Jalan Raya Salembaran, Kosambi, Kab. Tengerang.
Truk pengangkut tanah dengan nopol B9304 KYW yang diduga akan mengantarkan tanah ke kawasan PIK (Pantai Indah Kapuk) 2 menabrak pengendara sepeda motor dengan nopol B 6553 WFK yang dikendarai seorang wanita berinisial SD (20) yang berboncengan dengan anaknya ANP (9).
Sopir yang berinisial DWA (21) telah diamankan pihak kepolisian Metro Tangerang Kota. Akibat kecelakaan ini, truk-truk yang menuju PIK 2 pun menjadi sasaran amukan warga, bahkan truk yang menabrak pengendara motor, dibakar oleh warga yang emosi.
Seperti yang diketahui, pembangunan PIK 2 yang masuk dalam PSN ( Proyek Strategis Nasional) disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2021, PSN adalah proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis. Kegiatan proyek tersebut salah satunya adanya pembebasan lahan.
Lahan tersebut sebagian besar milik negara dan penduduk yang telah menetap puluhan tahun, bahkan ada yang sudah menempati lokasi tersebut sampai beberapa generasi. Lahan kosong yang dimiliki negara, relatif mudah untuk mendapatkannya. Namun lahan yang dihuni penduduk sudah tentu harus mempertimbangkan nilai yang sepadan agar penduduk dapat pindah dengan modal yang cukup untuk hidup di daerah lain.
Namun apa yang terjadi pada pembebasan lahan penduduk? Terdengar bahwa nilai yang diberikan sangat minim, sehingga menimbulkan kegelisahan dan reaksi. Sekalipun PIK 2 masuk dalam PSN sudah tentu tidak bisa dibenarkan nilai ganti rugi tersebut, apalagi yang dikorbankan jumlah penduduk yang tidak sedikit.
Selain itu perlu dipertimbangkan pula masalah lingkungan alamnya, apakah PIK 2 sudah memenuhi dan membuat kajian lingkungan. Karena bila proyek tersebut akan berdampak merugikan lingkungan alam, maka sebenarnya PIK 2 tersebut tidak layak dijadikan PSN. Karena esensinya PSN dimaksudkan untuk memberi manfaat dan menyangkut hidup masyarakat. Sedangkan PIK 2 dimaksudkan hanya membangun hunian dan fasilitas hiburan yang nantinya akan dijual untuk masyarakat kelas atas, sebagaimana yang terjadi di PIK 1.
Sebagaimana diuraikan pada bagian 1, PIK 2 akan dibangun banyak dilahan milik negara, bila benar dugaan itu maka seyogyanya lahan dan lokasi tersebut harus dibuat proyek untuk kepentingan umum dimana semua kelas sosial merasa berhak untuk menikmatinya.
Bila PIK 2 sudah masuk sebagai PSN maka sudah tentu pembahasan dan penetapannya melalui rapat koordinasi tingkat kementerian yang dipimpin oleh Menko.
Kita berasumsi bahwa rapat koordinasi kementerian tersebut akan mempertimbangkan segala aspek yang perlu dipelajari. Masalah penduduk yang menetap dilahan tersebut, masalah lingkungan hidup dengan melihat potensi kerusakan dan paling penting memberi manfaat kepada masyarakat luas dan lainya. Yang paling penting apakah lahan negara tersebut dimanfaatkan oleh pengembang swasta dan statusnya sebagai apa? Apakah diberikan hak penuh untuk dimiliki oleh swasta atau sebagai hak pakai dengan durasi 30 tahun. Dengan demikian nanti lahan tersebut akan kembali ke negara.
Dikutip dari berbagai sumber, Iwan Dharmawan, tokoh masyarakat setempat yang juga pengurus Generasi Muda Mathla’ul Anwar Tangerang, mengatakan banyak warga yang mengadu kepadanya karena ketakutan kehilangan tanah dengan cara tak sepadan.
“Petani tambak dan petani padi sampai hari ini tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka ketakutan. Berlindung ke siapa? Aparat desa, justru mereka secara tidak langsung menjadi kepanjangan tangan pengembang,” kata Iwan yang tinggal di Kecamatan Mauk.
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Muhamad Said Didu, ikut mengkritik cara-cara pembebasan lahan oleh para pengembang PIK 2 ini. Didu menuturkan ia juga memiliki sawah dan tambak yang digarap oleh petani setempat.
Menurutnya, lahan sawah dan tambaknya kini terkurung oleh petak lain yang telah diuruk. Akibatnya sawah dan tambak miliknya tak produktif lagi.
“Sebagai orang merdeka yang saya lawan pemerintah yang telah menetapkan PIK 2 sebagai PSN, tanpa memperhatikan cara pembebasan lahan yang manusiawi, ini bentuk penggusuran rakyat,” kata Didu.
Jika lahan PIK 2 milik masyarakat maka bila terjadi pembebasan harus dengan skema ganti untung, bukan ganti rugi. Selain itu yang seharusnya menjadi kemutlakan adalah pembebasan lahan tersebut harus didasari keikhlasan penduduk untuk melepasnya. Hal ini menghindari kasus serupa di pulau rempang, propinsi kepulauan Riau.
Selama ini argumentasi pemerintah untuk menetapkan PSN adalah untuk kepentingan negara dan masyarskat banyak. Jika dikaji lebih dalam maka PIK 2 nampaknya tidak memenuhi tujuan tersebut.
Berita PIK 2 dan hal yang sudah terjadi dilapangan adalah nilai pembebasan lahan sangat minim, sehingga wajarlah bila terjadi reaksi keras dari penduduk. Berita terakhir bahkan penduduk akan melawan dengan segala resikonya. Hal yang paling janggal adalah PIK proyek hunian swasta namun pembebasan lahannya dilakukan oleh aparat negara dibantu oleh pihak kepolisian, terkadang dibantu TNI.
Bila hal tersebut benar-benar terjadi adalah sangat tragis karena akan berhadapan masyarakat dengan aparat negara untuk meng-goalkan proyek swasta. Potensi konflik ini diperkirakan juga akan menimbulkan reaksi publik dan keterlibatan LSM, Ormas dan tokoh masyarakat untuk membela wong cilik. Jika sudah tersebar luas beritanya maka biasanya pemerintah juga akan ndablek untuk terus mengeksekusi pembebasan.
Kasus ini sebenarnya sangat mengherankan bila dikaitkan dengan peran lembaga negara lainnya seperti DPR, DPRD dan Kementerian HAM yang tidak memberikan reaksi membela penduduk. Kondisi ini seperti memperlihatkan benar-benar negara ada bukan untuk rakyat.
Presiden Prabowo setelah pelantikan ingin mengurangi kemiskinan dan anti korupsi. Kasus PIK 2 ini adalah contoh ekstrem proses penambahan kemiskinan dan derita penduduk. Mari kita lihat bagaiman reaksi Presiden terpilih dan kabinetnya terhadap PSN PIK 2 ini. [Angdi Jusuf/IQT]