Koran Sulindo – Pidato Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri bisa menjadi pamungkas untuk mengakhiri polemik wacana 3 periode jabatan presiden.
“Penolakan Megawati sebagai bandul kekuatan politik untuk saat ini menandai berakhirnya usulan 3 periode jabatan presiden,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institut (IPI) Karyono Wibowo, Jumat (26/3).
Ibarat permainan polemik tentang jabatan presiden tiga periode sudah game over, alias sudah tamat, setidaknya untuk babak pergulatan politik sementara ini. Pasalnya, tidak hanya Megawati yang menolak, Presiden Jokowi dan mayoritas fraksi di MPR juga menolak usulan tersebut.
“Tingkat resistensi publik juga sangat besar menolak perubahan masa jabatan presiden 3 periode. Beleid dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang membatasi periode masa jabatan presiden hanya 2 periode sudah dinilai ideal,” ungkap Karyono.
Masuknya pasal tentang pembatasan masa jabatan presiden ini, kata Karyono, merupakan salah satu buah reformasi. Tujuannya agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan yang menggiring pada sikap otoriter seperti yang terjadi di masa orde baru.
“Pembatasan periode jabatan presiden 2 periode bertujuan agar proses demokrasi dan regenerasi berjalan baik,” jelas Karyono.
Lantas, bagaimana konfigurasi politik 2024 setelah wacana 3 periode jabatan presiden ditolak? Yang pasti, kata Megawati, kontestasi Pilpres 2024 tidak ada petahana. Boleh jadi, akan terjadi persaingan yang cenderung ketat karena tidak ada petahana. Bursa capres cawapres akan didominasi figur baru yang relatif lebih muda.
“Figur capres lama yang menonjol tinggal Prabowo Subianto. Namun, di satu, peluang Prabowo bisa diuntungkan karena sudah memiliki modal politik lebih besar jika Prabowo mampu mengelola investasi politik yang sudah dimiliki,” jelas Karyono.
Sementara, figur Jokowi akan masuk menjadi salah satu king maker dalam pertarungan Pilpres mendatang. Pengaruh Jokowi masih cukup besar. Karenanya, konstelasi Pilpres 2024 akan dipengaruhi juga oleh konfigurasi para king maker.
“Pertarungan sesungguhnya justru terjadi di tingkat king maker. Tidak hanya faktor figur capres dan koalisi partai yang perlu diperhatikan tetapi koalis para king maker sangat penting untuk diamati. Karena para king maker berpengaruh dalam memainkan peran di belakang layar,” pungkas Karyono. [Wis]