Zeki Ambadar (69) salah satu pilot yang menerbangkan "Sang Macan" F-5 E Tiger

Koran Sulindo – “Sang Macan”, begitu julukan pesawat tempur F-5 E/F Tiger II yang menjadi ujung tombak pertahanan udara negara Republik Indonesia selama 35 tahun itu, kini masuk Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Yogyakarta dan di Markas Komando Pertahanan Udara Nasional, Jakarta.

Peresmian masuknya “Sang Macan” ke museum dilakukan oleh Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Hadi Tjahjanto di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Yogyakarta, Senin (25/4). “Monumen ini menjadi bukti sejarah pengabdian kepada bangsa dan negara yang tidak lekang oleh waktu,” kata Hadi Tjahjanto.

Penghentian pengoperasian seluruh pesawat F-5 E/F Tiger II berdasarkan telegram, pimpinan TNIAU Nomor T/719/2016 tanggal 3 Mei 2016. Saat ini, menurut Hadi Tjahjanto, pesawat F-5 E/F Tiger akan menjalani tugas barunya.

“Akan menjadi inspirasi untuk masyarakat DIY dan Indonesia secara keseluruhan. Pengunjung bisa memegang langsung pesawat legendaris pada zamannya,” tegas Hadi Tjahjanto.

Berdasarkan catatan, pesawat-pesawat F-5 E/F Tiger II terakhir mengudara pada 28 April 2016. Saat itu pesawat tempur ini melaksanakan misi Simulated Surface Attack (SimSa) Phoenix Flight dengan TS-0216 yang diterbangkan oleh Phoenix 1 Letnan Kolonel Penerbang Abdul Haris dan Phoenix 2 diterbangkan oleh Mayor Penerbang I Kadej Suta Arimbawa menerbangkan TS-0512.

Kehadiran “Sang Macan” ini dimulai dari turunnya kemampuan armada F-86 Avon Sabre di Skadron Udara 14 Lanud Iswahyudi. Pesawat tempur F-5 E/F Tiger kemudian dipilih yang merupakan buatan Northrop Co, Amerika Serikat (AS).

Perencanaan pembelian pesawat kemudian dilakukan oleh Operasi Komodo yang dimulai pada tahun 1978. Operasi Komodo juga melaksanakan pembangunan fasilitas yang akan digunakan di Lanud Iswahyudi dan pendidikan bagi para crew yang akan dipersiapkan untuk menjadi penerbang, instruktur, dan teknisi pesawat.

Untuk itu maka dipilih tiga penerbang TNI AU yang dikirim untuk mengikuti pendidikan di AS. Ketiga penerbang itu adalah Komandan Skadron Udara 14 Mayor Pnb Holki Basah Kartadibrata, Perwira Operasi Skadud 14 Mayor Pnb Budihardjo Surono, dan Kapten Pnb Lambert Silooy yang kemudian digantikan oleh Kapten Pnb Zeky Ambadar.

Di AS, mereka menjalani pendidikan di Skadron 225th Tactical Fighter Training Squadron yang menggunakan pesawat F-5 B dan F-5 E/F mulai 27 Januari 1980.

Pada akhir Mei 1980, mereka siap menjadi instruktur bagi para penerbang muda di Skadron Udara 14. Dan untuk mencetak para penerbang F-5 E/F Tiger II di Skadron Udara 14, ketiga penerbang tersebut secara berlanjut juga melaksanakan konversi penerbang-penerbang lainnya hingga menjadi penerbang tangguh dan profesional. Para penerbang yang berhasil menerbangkan pesawat F-5 kemudian mendapat sebutan ‘Eagle’.

Pada 21 April 1980, gelombang pertama armada F-5 E/F Tiger II mulai tiba di Indonesia. Sebanyak 8 unit dari 16 unit pesawat diangkut dengan menggunakan pesawat C-5A Galaxy milik Military Airlift Command USAF yang diterbangkan langsung dari Amerika Serikat, sedangkan sisanya dikirim pada 5 Juli 1980. Selanjutnya pesawat dirakit kembali di Skadron Udara 14 dengan melibatkan teknisi dari TNI AU. Dan pada 28 April 1980, pesawat F- 5 F dengan nomor seri TL-0514 berhasil melakukan uji terbang untuk pertama kalinya.

Pada awal tahun 1990-an, pesawat ini disebut masih mampu bersaing dengan pesawat-pesawat tempur terbaru saat itu. Namun kemampuan avionik dan sistem senjatanya harus ditingkatkan.

Pimpinan TNI AU lantas menyelenggarakan program modernisasi F-5 E/F Tiger II dengan bekerjasama dengan perusahaan penerbangan Belgia, Societe Anonyme Belge de Construction Aeronautiques (SABCA). Program yang dinamai ‘Progam Macan’ di skantek 042 yang dilaksanakan mulai 1 Juli 1999 sampai dengan 28 Februari 2001.

Selama lebih kurang 35 tahun pengabdiannya, armada F-5 E/F Tiger II berhasil mencetak sedikitnya enam penerbang TNI AU yang berhasil melewati angka 2.000 jam terbang.

“Sang macan besi ini mampu jadi kebanggaan Angkatan Udara dalam rangka pengabdiannya menegakkan hukum serta mengamankan wilayah negara,” ujar Hadi Tjahjanto.

Zeki Ambadar (69) salah satu pilot yang menerbangkan “Sang Macan”,  menceritakan pengalaman menerbangkan pesawat saat misi latihan dengan militer Malaysia. Zeki yang saat itu berpangkat Kapten mengaku pernah hilang kontak dengan pesawat satu tim di atas langit antara Indonesia dan Malaysia.

“Saya sempat hilang kontak dengan anggota tim lain. Namun kami bisa bertemu kembali di Medan,” ungkap Zeki.

Dalam sambutannya, Hadi Tjahjanto tak lupa mengucapkan terimakasih kepada seluruh penerbang pesawat F-5 Tiger. “Saya doakan untuk selalu sehat dan sukses dalam melaksanakan tugas dan pengabdian selanjutnya,” katanya. [YUK]