Koran Sulindo – Seluruh Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia yang menghadiri Konsultasi Tingkat Tinggi Islam Wasathiyah (Islam Moderat) menyepakati dan mendukung poin-poin Bogor Message (Pesan Bogor).
“Seluruh ulama menyetujuinya, dan ada beberapa tambahan yang akan disusun dalam Pesan Bogor,” kata Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Din Syamsudin, di Bogor, Kamis (3/5/2018), seperti dikutip antaranews.com.
KTT diikuti lebih dari 100 ulama dan cendekiawan Muslim seluruh dunia.
Pesan Bogor disusun dengan ringkas, hanya terdapat 3 butir konsideran (pertimbangan), namun diletakkan di dalam komitmen yang bersifat praktis, terutama lewat Poros Wasathiyah Islam Dunia, yang disepakati didirikan dan berada di Indonesia.
“Ini sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo pada pembukaan, nanti lewat poros ini semua program akan kita rancang termasuk untuk diadakannya pertemuan tahunan,” kata Din.
Hasil KTT itu mengakui realitas peradaan modern yang menunjukkan kekacauan global, ketidakpastian dan akumulasi kerusakan global, diperparah oleh kemiskinan, buta huruf, ketidakadilan, diksriminasi, dan berbagai bentuk kekerasan baik di tingkat nasional maupun global.
Para ulama juga percaya pada Islam sebagai agama damai dan rahmat (din al-salam wa al-hadarah) yang prinsip dan ajaran dasarnya mengajarkan cinta, rahmat, harmoni, persatan, kesetaraan, perdamaian, dan kesopanan. Terakhir, menegaskan kembali peran cendekiawan Muslim untuk memastikan dan memelihara generasi masa depan untuk membangun peradaban Ummatan Wasatan.
Sementara isi Pesan Bogor ada 4 buah. Pertama, mengaktifkan kembali paradigma Wasathiyah Islam sebagai ajaran Islam Pusat yang meliputi tujuh nilai utama, yaitu Tawassut, I`tidal, Tasamuh, Shura, Islah, Qudwah, dan Muwatonah.
Kedua, menjunjung tinggi nilai-nilai paradigma Wasathiyah Islam sebagai budaya hidup secara individual dan kolektif, dengan melambangkan semangat dan eksemplar dari sejarah peradaban Islam.
Ketiga, memperkuat tekad untuk membuktikan kepada dunia, bahwa umat Islam sedang mengamati paradigma Wasathiyah Islam dalam semua aspek kehidupan.
Keempat, mendorong negara-negara Muslim dan komunitas untuk mengambil inisiatif untuk mempromosikan paradigma Wasathiyah Islam, melalui Fulcrum (poros) of Wasathiyah Islam, dalam rangka membangun Ummatan Wasatan, sebuah masyarakat yang adil, makmur, damai, inklusif, harmonis, berdasarkan pada ajaran Islam dan moralitas.
Pimpinan Dewan Masyarakat Muslim Dunia, Prof Mustafa Cheric, mengusulkan 2 tambahan isi Pesan Bogor seperti komitmen bekerja sama seluruh ulama dan cendekiawan Muslim dunia untuk menjadikan KTT seperti ini sebagai investasi penting para ulama.
“Karena kita memiliki generasi muda, oleh karena itu saya rekomendasikan Indonesia mengumumkan kompetisi antara umat muda Muslim untuk melakukan penelitian atau kajian atas tujuh nilai utama Wasathiyah dalam Pesan Bogor ini,” katanya.
Jalan Tengah
Indonesia menginginkan  wasatiyyat Islam atau ‘Islam jalan tengah’ itu lebih banyak diterapkan di negara-negara lain, karena di Indonesia sudah dipraktikkan dan terbukti bisa membantu menjadi solusi bagi masyarakat.
“Secara praktis ‘Islam jalan tengah’ sudah dijalankan. Nah bagaimana wasatiyyat Islam ini direvitalisasi, bisa kita kembangkan di dalam umat Islam sendiri, dan dapat kita sumbangkan ke dunia untuk ikut mengatasi peradaban global yang tengah mengalami krisis,” kata Din Syamsuddin, seperti dikutip bbc.com.
Wasatiyyat Islam tak sekadar moderat.
“Lebih dari sekedar moderat. Pada wasatiyyat Islam ditemukan sikap berlaku adil, menegakkan keseimbangan, bersifat akomodatif, cenderung menengahi, mengakui kemajemukan, dan tidak terjebak ekstremitas, baik ke kanan maupun ke kiri,” kata Din.
Sementara itu guru besar di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Noorhaidi Hasan, mengatakan ‘Islam jalan tengah’ bukan khas Indonesia dan konsep ini dikenal pula di negara-negara lain.
“Ini banyak dipakai oleh negara-negara Muslim dalam menghadang laju radikalisme dan terorisme,” kata Noorhaidi, seperti dikutip bbc.com.
“Arab Saudi misalnya sudah lama memakai istilah wasatiyyat,” katanya.
Menurut Noorhaidi, keberhasilan penerapan wasatiyyat Islam di Indonesia tak lepas dari faktor sejarah dan budaya.
“Ada tradisi menghargai perbedaan, ada dialog dengan agama-agama lain, sehingga menghasilkan pengamalan Islam yang damai. Ini karena praktik Islam di Indonesia akomodatif terhadap tradisi lokal. Mungkin ini yang ingin ditonjolkan dalam KTT di Bogor,” kata Noorhaidi.
Namun penerapan corak ‘Islam jalan tengah’ ala Indonesia di negara-negara lain mungkin akan menimbulkan tantangan tersendiri.
“Ada pengalaman sejarah yang berbeda, ada pengalaman politik yang berbeda, itu semua akan berpengaruh. Di Indonesia, wasatiyyat Islam tercapai bukan karena intervensi pemerintah, tapi karena bekerjanya mekanisme kultural,” katanya.
Dari dalam diri masyarakat Indonesia sendiri, sudah ada pandangan yang bersifat wasatiyat.
“Masyarakat Indonesia cenderung mencari jalan tengah, mencari mekanisme yang kompromistis,” kata Noorhaidi. [DAS]