"Matahari Kembar di Ibu Kota" karya Yos Suprapto, 2017.

Koran Sulindo – Cakrawala atau kaki langit selalu menjauh bila dikejar. Namun, apa jadinya bila terjadi arus balik cakrawala? Cakrawala yang mengejar kita?

Di tangan perupa Yos Suprapto, yang muncul adalah karya-karya lukis yang menampilkan sosok-sosok manusia menderita, wong cilik, hewan, dan benda-benda yang dikelilingi warna-warna cerah atau warna-warni permen, dengan garis-garis dan sapuan yang halus, di atas kanvas. Karena, Yos menggunakan cat akrilik, cat berbahan dasar air. Itu sebabnya juga warna-warni di beberapa lukisannya malah mengingatkan ke warna psychedelic, misalnya pada lukisan bertajuk “Arus Balik”, “The Sun and the Moon on the Sand Dune”, dan “Pasang”. posteryos

Ada 33 lukisan Yos bertitimangsa 2017 yang dipamerkan di Gedung D Galeri Nasional, Gambir, Jakarta Pusat, sampai tanggal 3 Oktober 2017. Semuanya menggunakan cat akrilik. Ada satu lukisan menggunakan cat minyak di atas kanvas, bertahun 2014, yang sangat berbeda warna dan jejak sapuan kuasnya dengan lukisan-lukisan terbarunya.

“Sebagai saksi dan sekaligus pelaku sejarah kontemporer, saya ingin konsep dialog lewat pameran senirupa ini bisa membangun sebuah budaya keberanian berekspresi dalam merefleksikan proses pergeseran nilai yang terjadi selama ini,” tutur Yos.

Bila dibandingkan dengan karya-karya Yos pada tahun 1990-an, termasuk karya gambar (drawing)-nya, proses pergeseran nilai itu memang terasa. Dalam karya-karya terbarunya, Yos memang masih mengangkat tema-tema sosial, menyuarakan penderitaan manusia, dengan impresi gerak yang terasa. Namun, berbeda dengan karya-karya lawasnya, Yos dalam lukisan-lukisan terbarunya tidak memandang “dunia sebagai neraka”, tetapi sebagai “wahana wisata”.

Yos memandang dunia bak seorang turis dan penderitaan di dalamnya adalah suatu hamparan pemandangan eksotis, sehingga membuat mata nyaman memandangnya. Impresi gerak yang muncul pun tak lagi menguarkan bau kecut keringat dan beratnya menarik, mendorong, atau mengangkat beban kehidupan. Bahkan, sastrawan terkemuka Indonesia, yang menjalani separo hidupnya dari penjara ke penjara, Pramoedya Ananta Toer, dilukiskan Yos dengan ekspresi wajah tenang, tersenyum samar, dan di jemari tangan kanannya terselip sebatang rokok yang sedang menyala, yang asapnya mengembara melewati Monas, menuju cakrawala.

Yang mengejar cakrawala hanya asap. Yos kini telah memilih menyerahkan dirinya dikejar cakrawala, meski jejak masa lalunya tak bisa ia tinggalkan begitu saja, jejaknya sebagai perupa yang peduli terhadap persoalan sosial dan lingkungan di sekitarnya.

“Ada orang yang berjuang satu hari, itu baik! Ada orang yang berjuang satu tahun, itu lebih baik! Ada lagi yang berjuang bertahun-tahun, itu sangat baik sekali! Tetapi, ada lagi yang berjuang seumur hidup, itulah yang amat dibutuhkan!” demikian kata penyair dan dramawan asal Jerman, Bertolt Brecht. [PUR]