Koran Sulindo – Pertempuran El Alamein yang terjadi di dekat perbatasan barat Mesir pada 23 Oktober hingga 4 November 1942 merupakan klimaks dan titik balik kampanye Afrika Utara dalam Perang Dunia Kedua. Pada masa ini, pasukan Italia dan Jerman dari Blok Poros menderita kekalahan telak oleh Angkatan Darat ke-8 Inggris.
Melansir dari beberapa sumber, invasi Italia ke Mesir dan Libya memicu konflik di Afrika Utara pada tahun 1940. Hal ini mengancam aset strategis vital Inggris, yakni Terusan Suez dan ladang minyak Persia.
Ketika Italia dikalahkan, Jerman memasuki pertempuran pada musim semi tahun 1941. Di bawah kepemimpinan Jenderal Erwin Rommel sang “Rubah Gurun”, pasukan darat Jerman-Italia (Panzerarmee) berhasil merebut kembali Libya dan mengancam Mesir.
Pada akhir tahun 1941 pasukan Rommel terpaksa mundur dari serangan Inggris karena mereka telah melampaui batas jalur bahan bakar mereka. Kemunduran ini tidak lama, sebab setahun kemudian mereka bangkit kembali dan mengalahkan Inggris di Gazala serta merebut Tobruk.
Tapi kemudian pada awal Agustus tahun itu, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill tiba di Kairo dan menyerahkan komando kepada Letnan Jenderal Bernard Montgomery, menggantikan Jenderal Claude Auchinleck yang sebelumnya telah berhasil menahan pasukan Rommel di Pertempuran El Alamein Pertama di awal Juli 1942.
Montgomery berhasil meningkatkan semangat Angkatan Darat ke-8 Inggris dengan mendatangkan divisi dan jenderal baru serta memperbaiki hubungan antara angkatan darat dan Angkatan Udara Gurun.
Pasukan Rommel menyerang lagi antara tanggal 30 Agustus dan 7 September. Angkatan Darat ke-8 Inggris berhasil mempertahankan posisinya berkat kerja sama yang baik antara angkatan darat dan angkatan udara.
Meski Montgomery tidak menyerang balik, Panzerarmee kembali kekurangan bahan bakar dan kekuatan mekanis. Rommel mensiasatinya dengan membangun ladang ranjau, yang dia juluki sebagai ‘taman setan’. Ladang ranjau ini didukung oleh posisi senjata antitank yang kuat.
Strategi ini merupakan pertahanan yang kuat sehingga Montgomery harus melakukan perhitungan ulang dan meningkatkan pasukan, tank, senjata, dan pesawat.
Selagi Montgomery menata pasukannya, Rommel terserang penyakit dan harus dilarikan ke rumah sakit di Jerman pada tanggal 23 September. Jenderal Georg von Stumme terpaksa menjadi komandan sementara untuk Panzerarmee yang kekuatannya sudah berkurang.
Operasi Lightfoot
Setelah mengumpulkan pasukan Sekutu multinasional yang kuat, Montgomery memulai Operasi Lightfoot pada malam tanggal 23 Oktober.
Operasi ini terdiri atas dua fase: pertama, pengeboman artileri yang kuat diikuti oleh serangan dari divisi infanteri Korps ke-30 di utara, dan Korps ke-13 di selatan.
Menghancurkan pertahanan Jerman dengan pengeboman artileri ternyata lebih sulit dari yang diperkirakan. Terjadi pertempuran sengit dan Angkatan Darat ke-8 perlahan maju.
Kemudian pada 24 Oktober dini hari, infanteri dan teknisi Inggris membuat dua saluran di ladang ranjau sehingga memungkinkan divisi lapis baja Korps ke-10 untuk maju. Pertempuran jarak dekat yang brutal pecah.
Pada tanggal 25 Oktober, Rommel kembali dari Jerman untuk mengambil alih komando, setelah Von Stumme meninggal karena serangan jantung selama pertempuran.
Inggris mampu mengalahkan serangan balik dari Panzerarmee, tapi tank-tank mereka tertahan di ladang ranjau yang padat dan menderita kerugian besar akibat serangan senjata anti-tank dari pasukan Rommel.
Meskipun kesulitan, Montgomery tetap tenang. Dia melancarkan serangan pengalihan untuk menarik cadangan pasukan Poros yang langka. Dia kemudian berhenti dan menyusun kembali pasukan sebelum melancarkan fase kedua dan terakhirnya, yang diberi nama sandi Operasi Supercharge, pada malam tanggal 1-2 November.
Dalam fase kedua ini, unit infanteri Inggris membuka jalan bagi divisi lapis baja. Pasukan Rommel kembali terkuras dan hampir kehabisan bahan bakar.
Pada tanggal 2 November, Rommel memperingatkan Hitler bahwa pasukannya akan dihancurkan. Hitler memerintahkan Rommel untuk bertahan, tetapi Panzerarmee sudah mulai mundur pada saat perintah itu diterima.
Dua hari kemudian, pertahanan terakhir Rommel runtuh dan malam itu dia menerima perintah dari Hitler untuk mundur.
Selagi pasukan Rommel mengalami kekalahan di Mesir, kedatangan pasukan amfibi Sekutu di bawah komando Letnan Jenderal Dwight D Eisenhower di Casablanca, serta di kota Oran dan Algiers di Aljazair pada 8 November 1942, memaksa Blok Poros untuk bertempur di dua front.
Dengan kemenangan Sekutu dalam perang laut dan udara yang berkecamuk di Mediterania, posisi Blok Poros di Afrika Utara tidak dapat dipertahankan. Ditambah lagi, Hitler terlambat memerintahkan bala bantuan besar-besaran.
Akibatnya, pasukan Blok Poros berada dalam posisi yang mustahil. Mereka akhirnya menyerah di Tunisia pada tanggal 13 Mei 1943.
Pertempuran El Alamein Kedua merupakan satu-satunya pertempuran darat besar yang dimenangkan oleh pasukan Persemakmuran Inggris tanpa partisipasi langsung Amerika. Kemenangan tersebut membangun reputasi Montgomery dan meyakinkan Prancis untuk mulai bekerja sama dalam kampanye Afrika Utara. [BP]