Koran Sulindo – Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ikhlas menerima status tersangka yang ditetapkan Bareskrim Polri. Namun ia mengatakan juga siap bertarung di pengadilan. Dengan demikian kasus penistaan agama ini berpindah dari unjuk rasa di jalanan ke ruang pengadilan.
“Polisi kita profesional. Ini bukan akhir,” kata Ahok di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (16/11).
Ahok mengharapkan proses pengadilan nanti terbuka.
Sebelum pengumuman polisi itu, pada pagi harinya di Rumah Lembang, Jl Lembang No. 27, Menteng, Jakarta Pusat, Ahok mengatakan tidak takut menghadapi status hukum tersangka.
“Kita fight di pengadilan seperti kasus reklamasi dan Sumber Waras. Kalau dimasukkan ke persidangan, semua nonton melihat masuk akal apa enggak. Ini menarik,” kata Ahok, seperti dikutip Detik.com.
Dalam Pilkada DKI Jakarta Februari nanti Ahok berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat. Pasangan itu diusung PDI Perjuangan dan didukung Partai Nasdem, Hanura, dan Golkar.
“Saya kira ini contoh yang baik untuk demokrasi,” kata Ahok.
Pekan lalu, di rumahnya, Pantai Mutiara, Jakarta Utara, Kamis (10/11), Ahok membantah hendak memanfaatkan kesempatan tengah tersandung masalah untuk mendongkrak elektabilitas.
“Saya bukan orang yang selalu bilang ‘Saya prihatin, saya terzalimi’. Enggak! Saya bukan orang model begitu,” kata Ahok, seperti dikutip Metrotvnews.com.
Ahok mengatakan masalah yang dihadapinya bukan dibuat-buat, Ia takkan mengambil keuntungan dari masalah yang sedang menimpa dirinya.
“Kita bernegara tidak ada istilah dikasihani. Kita membangun negara ini dengan Pancasila dengan segala konsekuensi yang ada,” katanya.
Dalam kasus ini Ahok disangkakan melakukan penistaan agama karena mengutip surat Al Maidah ayat 51 dalam satu pertemuan warga di Kepulauan Seribu, akhir September lalu.
Video peristiwa itu diunggah ke situs milik Pemrov DKI Jakarta. Dari situs itu Buni Yani mengedit dan menghilangkan kata “pakai” dan memberi judul baru dalam video unggahannya, “Penistaan Agama?”
Peristiwa itu menjadi besar dan memuncak menjadi unjuk rasa pada 4 November 2016 lalu.
Dua Alat Bukti
Sementara itu Bareskrim Polri menyatakan mengantongi dua alat bukti sehingga penyidik menaikkan status kasus dugaan penistaan agama dari penyelidikan ke penyidikan. Bareskrim juga menetapkan Ahok sebagai tersangka.
Ahok dijerat dengan Pasal 156 a KUHP Jo Pasal 28 ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.
“Kami punya dua bukti. Ada video yang sudah kami sita dan diperiksa di digital forensik,” kata Kabareskrim Komjen Ari Dono, di Mabes Polri, Rabu (16/11).
Bukti kedua adalah beberapa dokumen yang menjadikan dasar kasus dinaikkan ke penyidikan. Namun Kabareskrim tak mau membeberkan apa dokumen itu.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengataakan memiliki alasan kuat tidak melakukan penahanan pada Ahok. Penyidik belum menemukan dua syarat objektif untuk menahan Ahok.
“Karena harus dua syarat objektif bahwa di kalangan penyidik harus ada pendapat mutlak kalau itu unsur tindak pidana. Dalam gelar perkara kemarin terlihat jelas perbedaan pendapat ini mempengaruhi penyelidik jadi pecah enggak bulat,” kata Tito di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/11), seperti dikutip Merdeka.com.
Penahanan tidak dilakukan karena tersangka cukup kooperatif. Kapolri mencontohkan, Ahok hadir dalam pemeriksaan tanpa harus dipanggil.
“Kedua, penahanan bisa lakukan bukan karena UU,” katanya.
Pertimbangan lain, posisi Ahok sebagai calon gubernur yang saat ini tengah mengikuti pertarungan Pilkada DKI Jakarta.
“Saya minta masyarakat berpikir rasional dalam mengawal kasus ini. Kami bekerja sesuai dengan undang-undang. Kalau ada yang meminta penahanan, saya curiga jangan-jangan ada agenda lain,” kata Tito.
Tak Batalkan Pencalonan
Komisi Pemilihan Umum Provinsi DKI Jakarta menyatakan penetapan Ahok sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama tidak membatalkan pencalonannya sebagai gubernur dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017.
Ahok masih berstatus sebagai calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut dua.
“Pencalonan batal apabila ancaman hukumannya minimal lima tahun. Di Minahasa Pilkada lalu ada yang tersangka dan dipenjara dan tetap menang sehingga dilantik di penjara,” kata Komisioner KPU DKI Dahliah Umar, di Jakarta. [DAS]