Ilustrasi/Pertamina.com

Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo menggeleng-gelengkan kepala mengetahui PT Pertamina (Persero) tidak pernah melakukan eksplorasi besar sampai saat ini, hanya eksplorasi kecil-kecilan sejak 1970-an, atau sekitar setengah abad lalu.

“Ini ada apa?,” kata Presiden Jokowi, saat membuka The 42’nd Indonesia Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (2/5/2018), seperti dikutip setkab.go.id.

Jokowi mengaku memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memangkas sebanyak-banyaknya regulasi atau peraturan yang ada di Kementerian ESDM.

Saat ini, sudah 186 peraturan yang membuat ruwet, yang membuat bertele-tele kalau mau investasi di bidang ini dipangkas. Namun yang khusus yang upstream hulu terdapat 14 peraturan yang dibuang.

Yang terbaru, pada 17 April 2018 lalu, presiden memperbarui organisasi serta sumber dan mekanisme pembiayaan operasional Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu dan Gas Bumi (SKK Migas), dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres Nomor 36 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi).

Jokowi melihat pasti ada penyebab mengapa eksplorasi minyak Pertamina tidak mengalami kenaikan tapi justru turun dari waktu ke waktu.

“Pasti ada apa-apanya, karena itu saya perintahkan untuk menyederhanakan prosedur perizinan di Kementerian ESDM maupun di SKK Migas,” kataJokowi, seperti dikutip antaranews.com.

SKK Migas

Dalam catatan, memang sejak 2014, investasi kegiatan eksplorasi di wilayah kerja (WK) Eksploitasi maupun Eksplorasi terus menurun.

Dari data Kementerian ESDM, pada 2014, total biaya eksplorasi mencapai Rp31,01 triliun dengan rincian Rp12,9 triliun di Wilayah Kerja (WK) Eksplorasi dan Rp18,11 triliun di WK Eksploitasi.

Namun pada 2016 jumlahnya turun menjadi Rp13 triliun yang meliputi Rp4,2 triliun di WK Eksplorasi dan Rp8,8 triliun di WK Eksploitasi.

“Eksplorasi adalah masa depan industri hulu migas karena kegiatan yang dilakukan untuk menemukan cadangan baru tersebut menjadi harapan peningkatan produksi migas di masa mendatang,” kata Wakil Kepala SKK Migas, Sukandar, di Jakarta, 29 September 2017, seperti dikutip kontan.co.id.

Saat ini, terdapat 270 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS). Dari jumlah tersebut, 87 Kontraktor KKS masuk dalam fase eksploitasi. Sedangkan 183 Kontraktor KKS masih dalam tahap eksplorasi, baik konvensional sebanyak 130 kontraktor dan non konvensional sebanyak 53 kontraktor.

Menurut Sukandar, tren penurunan aktivitas dan penanaman investasi eksplorasi migas banyak didorong oleh penurunan harga minyak dunia.

Untuk meningkatkan investasi, pemerintah merombak regulasi seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi. Pemerintah juga memberi 8 tambahan insentif pada PSC Gross Split yang termaktub dalam Permen ESDM Nomor 52/2017 terkait Revisi Bagi Hasil Gross Split.

“Pemerintah telah berupaya, namun peningkatan aktifitas eksplorasi tidak akan terwujud tanpa dukungan seluruh pemangku kepentingan,” kata Sukandar.

SKK Migas dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) telah menyepakati rencana kerja dan anggara (work, plan and budget/WP&B) tahun 2018. Salah satunya adalah pengeboran di wilayah kerja eksplorasi yang dipatok lebih rendah dari WP&B orisinal tahun 2017.

Dalam WP&B tahun 2018, SKK Migas dan KKKS sepakat pengeboran di wilayah kerja eksplorasi hanya ada 103 kegiatan. Padahal target WP&B orisinal tahun ini sebesar 138 kegiatan pengeboran eksplorasi. Sementara per semester hanya ada 40 kegiatan pengeboran.

Tidak hanya itu, di wilayah kerja eksplorasi, tahun depan SKK Migas dan KKKS menargetkan ada 118 studi geologis dan geofisik. Kemudian ada survei seismik dan lainnya 45 kegiatan. Pre-Development (sebelum pengembangan) mencapai 46 kegiatan. Ada juga administrasi dan lainnya 32 kegiatan.

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher berharap kegiatan tersebut dapat meningkatkan produksi.

“Harapannya dengan harga minyak membaik ini  KKKS bisa lebih tingkatkan kegiatan di 2018, kami dorong kegiatan eksplorasi sehingga cadangan baru itu bisa ditemukan,” kata Wisnu, seperti dikutip katadata.com.

Target produksi siap jual (lifting) minyak tahun depan ditargetkan sebesar 800 ribu bph, angka ini lebih rendah dibandingkan target APBNP 2017 yang mencapai 815 ribu barel per hari.

Capaian itu juga akan ditopang beberapa proyek yang akan mengalami puncak produksi. Pertama, proyek lapangan BD di blok Madura Strait, Lapangan Bukit Tua di Ketapang, Bambu Besar di wilayah kerja Pertamina EP, dan Lapangan Jangkrik dan NE Jangkrik di Blok Muara Bakau.

Selain itu ada lima proyek baru yang akan beroperasi tahun depan. Pertama, lapangan Parit di blok Kisaran. Kedua, lapangan Tutung di Blok Bontang. Ketiga, lapangan Kedung Keris di Blok Cepu. Keempat, POFD lapangan Papa di blok ONWJ, dan lapangan di Blok A.  Total produksi minyak dari proyek-proyek tersebut sebesar 17.860 barel per hari (bph).

Saat ini tingkat konsumsi bahan bakar minyak secara nasional mencapai 1,6 juta barel per hari, sedangkan kemampuan produksi hanya 834 ribu barel per hari.

Humas SKK Migas Dian Sulistiawan, mengatakan untuk mengatasi tingginya konsumsi BBM dalam negeri satu-satunya cara adalah dengan melakukan impor. Menurutnya, jika tingkat konsumsi BBM masyarakat tidak berkurang, impor BBM tersebut akan semakin besar dan membebani keuangan negara.

SKK Migas membenarkan, kegiatan pencarian sumur migas baru sejak tahun lalu tidak berjalan sesuai target.

Penncarian sumur migas baru berdasarkan, data per Juli 2017, baru terealisasi 24 persen atau hanya 34 sumur dari 134 sumur baru yang ditetapkan.

“Rendahnya realisasi target pencarian sumur migas pada tahun ini, salah satunya dipengaruhi iklim investasi pada sektor migas yang kurang baik,” kata Dian, pada 29 Agustus 2017, seperti dikutip wartaekonomi.co.id.

Jika target pencarian sumur migas baru yang ditetapkan setiap tahun tidak terpenuhi, cadangan minyak yang ada hanya cukup untuk 11 tahun ke depan dan Indonesia bisa mengalami krisis energi.

Importir

Saat ini Indonesia tercatat sebagai pengimpor minyak terbesar ke dua di dunia

Berdasarkan data SKK Migas, selisih antara produksi dengan konsumsi makin melebar.

Pada periode 1975-1995 produksi minyak Indonesia masih di atas 1 juta barel, sementara konsumsi BBM dalam negeri pada 1975-1985 di bawah 500.000 barel per hari.

Pada 1980-an dan 1991-an produksi minyak Indonesia hampir mendekati 2 juta barel.

Konsumsi BBM dalam negeri terus meningkat hingga pada 2004 produksi minyak tidak mencukupi untuk menutupi konsumsi dalam negeri. Mulai tahun itu konsumsi BBM dalam negeri sudah berada di level 1 juta barel per hari, sementara produksinya terus turun.

Tahun 2015, misalnya, konsumsi BBM dalam negeri sudah di atas 1,5 juta barel per hari, sementara produksinya di bawah 800.000 barel per hari. PT Pertamina menghabiskan sebanyak US$ 150 juta atau Rp 1,95 triliun per hari untuk impor BBM.

ESDM

Kementerian ESDM menyatakan terus mendukung Pertamina dengan berbagai program dan kebijakan. Dukungan pertama yaitu pengalihan Blok Mahakam dari Total E&P kepada Pertamina Hulu Mahakam terhitung sejak 1 Januari 2018.

Blok Mahakam merupakan penghasil gas terbesar Indonesia dan menyumbang sekitar 18% dari total produksi gas nasional tahun 2017. Cadangan migas Blok Mahakam pun masih menjanjikan yaitu gas bumi sebesar 4,9 Triliun Cubic Feet (TCF) dan minyak bumi sekitar 102 juta barel.

Dukungan kedua yaitu persetujuan 8 blok migas terminasi tahun 2018 untuk dikelola oleh Pertamina. Delapan blok tersebut yaitu North Sumatera Offshore, Ogan Komering, Southeast Sumatera, Tuban, East Kalimantan, Attaka, Tengah, dan Sanga-sanga. Karena lokasinya berdekatan, Blok Tengah digabung dengan Blok Mahakam menjadi satu kontrak dan menggunakan production sharing contract (PSC) skema cost recovery. Sedangkan Blok East Kalimantan dan Attaka juga digabung, namun menggunakan PSC skema gross split sama dengan 5 blok terminasi lainnya.

“Blok Mahakam itu tambahan pendapatan bersihnya saja setahun Rp 7-8 triliun. Lalu ditambah 8 blok, bisa tambah Rp 1 triliun sampai Rp 2 triliun, jadi setahun bisa dapat Rp 10 triliun, dan itu akan diberikan selama 20 tahun,” kata Menteri ESDM Ignasius Jonan, melalui rilis media, seperti dikutip esdm.go.id. [DAS]