Koran Sulindo – Sosok yang disebut-sebut memegang peran penting dalam pengaturan skor pada jagat persepakbolaan Indonesia, Vigit Waluyo, membuat berang pihak Persija, Juara Liga 1 Indonesia 2018. Pasalnya, ketika diperiksa Satgas Antimafia Bola, Vigit mengatakan, modus pengaturan skor digunakan untuk menentukan juara Liga 1. Modus ini juga dilakukan pada pertandingan Liga 2
Apa yang diungkapkan Vigit itu disampaikan Wakil Kepala Satgas Antimafia Bola, Brigjen Polisi Krishna Murti di Ditreskrimum Mapolda Jawa Timur, Surabaya, pada Kamis lalu (24/1). Kata Krishna, Vigit Waluyo kepada polisi, hampir semua klub sepakbola terlibat dalam kecurangan pengaturan skor.
Vigit juga menjelaskan, dua modus dalam pengaturan skor dan pertandingan sepakbola, yaitu match fixing dan match setting. Modus match fixing dilakukan di pertandingan Liga 2. “Pada macth fixing, skor diatur oleh kebutuhan klub-klub yang ingin survive [selamat dari degradasi]. [Saat] ditanyakan siapa aja yang terlibat, katanya [tersangka] sih hampir semua [klub],” tutur Krishna lagi. Akan halnya modus match setting, lanjutnya, digunakan untuk menentukan juara Liga 1.
Terkait pernyataan Vigit itu, Kuasa Hukum Persija Jakarta Malik Bawazier menilai, apa yang dikatkan Vigit Waluyo tersebut tanpa didasari satu pun kebenaran fakta. Menurut Malik, pernyataan Vigit Waluyo itu missleading information atau informasi yang bersifat menyesatkan dan tidak dapat ditoleransi.
“Karena jelas ditunjukkan untuk melakukan suatu pembunuhan karakter, character assasinatian, terhadap Persija yang jadi juara Liga 1 2018 dan sekaligus merupakan suatu pembohongan terhadap publik,” tutur Malik Bawazier dalam siaran pers-nya, Jumat (25/1).
Secara yuridis, tambahnya, pernyataan Vigit tendensius dan masuk dugaan tindak pidana fitnah, pencemaran nama baik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eelektronik.
Karena itu, dalam waktu dekat, jika tidak ada permohonan maaf, Persija akan me-reservir hak hukumnya. Persija antara lain akan membuat langkah hukum yang tegas, baik secara pidana maupun perdata.
“Tentunya juga terhadap pihak-pihak yang sengaja dan atau tidak telah melakukan pemberitaan bersifat fitnah dan pencemaran nama baik. Juga sekaligus merupakan suatu bentuk kebohongan terhadap publik, dengan tanpa sama sekali mengindahkan Undang-Undang Pers yang sewajibnya dipatuhinya,” tutur Malik.
Baik Persija Jakarta maupun Jakmania selanjutnya akan bersikap sangat tegas dalam menyikapi adanya isu-isu negatif yang tidak berdasar fakta. Karena, kata Malik, Persija selama ini merupakan klub kebanggaan bersama warga Jakarta dan khusunya Jakmania selaku suporter setia Persija.
Ketika diperiksa polisi, Vigit Waluyo juga terang-terangan membenarkan dirinya terlibat membantu PSS Sleman bisa promosi dari Liga 2 ke Liga 1 Indonesia, terutama pada babak 8 dan 4 besar. Namun, untuk itu, Vigit mengaku tidak melibatkan banyak pihak.
Ia juga mengungkapkan, ada oknum di Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yang ikut melindungi agar prestasi PSS Sleman terus terjaga. “Memang itu udah ada dalam permainan itu, beberapa oknum PSSI melindungi [PSS Seleman] agar prestasi tim terjaga baik,” tutur Vigit setelah menjalani pemeriksaan.
Dirinya juga tidak menemukan banyak kesulitan untuk membantu memberi kemenangan ke PSS Sleman. Itu tak lain karena kondisi PSS Seleman sudah baik, mulai dari materi pemain ataupun pelatih. Namun, Vigit tetap “menitipkan” PSS Sleman kepada komite wasit untuk dibantu.
Vigit telah ditetapkan sebagai tersangka penyuapan terhadap anggota Komite Disiplin PSSI Dwi Irianto alias Mbah Putih. Suap itu dimaksudkan untuk membantu dan mengawal PS Mojokerto Putra dan PSS Sleman lolos ke Liga 1.
Pihak Satgas Antimafia Bola telah menetapkan 11 orang sebagai tersangka. Namun, Krishna enggan menyebutkan namanya. “Dalam proses penangkapan. Kalau baik-baik, dia datang. Kalau enggak baik, ya, ditangkap,” ujar Krishna.
Menurut Krishna lagi, para tersangka bakal dijerat Undang-Undang tentang Suap, Penipuan, dan Pencucian Uang. “Kalau terkait dengan konstruksi hukum, kami bisa kenakan pada suap, penipuan, dan tindak pindana pencucian uang. Tiga konstruksi hukum itu,” tuturnya. [PUR]