Suluh Indonesia – Kita mengenal Jalur Sutra melewati dua rute, selatan dan utara. Pada rute utara, perjalanan dagang Jalur Sutra dimulai dari kota Chang An (sekarang Xian) melewati provinsi Gansu di Tiongkok, yang terletak di antara Gurun Gobi dan Pegunungan Nan Shan.
Jalur itu lalu berlanjut ke wilayah yang sekarang merupakan Kazakhstan, Uzbekistan, hingga melewati Laut Kaspia dan tiba di Laut Hitam. Pada jalur utara inilah para pedagang membawa barang-barang seperti kurma, bubuk safron, kacang pistachio, yang semuanya berasal dari Persia (kini Iran).
Persia termasuk ujung Jalur Sutera di mana perjalanan bermula dari Masyhad, kota perbatasan di Persia setelah Turkmenistan, hingga ke Istanbul di Turki sebagai ujung akhir. Dataran tinggi Persia mengendalikan Jalur Sutera darat karena merupakan satu-satunya akses menuju Irak, Turki, dan wilayah utara Laut Kaspia (Eropa).
Posisi Persia juga strategis, karena para kafilah dagang juga mempunyai jalur perdagangan laut. Salah satunya, melalui Siraf, sebuah kota kuna di Shahrestan Kangan (daerah tingkat II) di Provinsi Bushehr, di Iran. Saat ini Siraf masih belum tercatat dalam daftar situs warisan budaya nasional Iran.
David Whitehouse, salah seorang arkeolog yang pertama menggali sisa-sisa peninggalan Siraf, menemukan bukti-bukti arkeologis bahwa perdagangan laut antara Teluk Persia dan negeri-negeri Timur Jauh mulai berkembang di kota pelabuhan ini. Itu terjadi akibat meningkatnya perdagangan barang konsumsi dan barang mewah saat itu.
Hubungan pertama antara Siraf dengan Tiongkok terjadi pada 185 M. Tapi, seiring berjalannya waktu jalur perdagangan bergeser ke Laut Merah, dan Siraf pun terlupakan. Siraf sebagai sebuah pelabuhan didirikan kembali pada abad ke-9, dan menjalankan perannya hingga abad ke-15, sebelum akhirnya kondisinya menurun dengan cepat.
Pentingnya sejarah Siraf dalam perdagangan kuna Jalur Sutra baru-baru ini saja disadari orang. Dalam ekskavasi arkeologi ditemukan, antara lain, gading gajah dari Afrika Timur, kepingan batu dari India, dan lapis lazuli dari Afghanistan. Peninggalan Siraf tersebut berasal dari era Parthia.
Tim David Whitehouse juga menemukan bukti masjid tertua di Siraf yang berasal dari abad ke-9. Terdapat juga reruntuhan Parthia dan Sassania, tidak seberapa jauh dari kota tersebut. Ia juga menemukan reruntuhan sebuah masjid besar yang dikelilingi oleh beberapa masjid yang lebih kecil.
Terdapat peninggalan rumah-rumah mewah milik para pedagang yang sangat makmur, yang membangun kekayaan mereka melalui kesuksesan pelabuhan itu. Pedagang Siraf melayani berbagai pedagang internasional, misalnya dari India Selatan yang saat itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Chalukya Barat.
Para pedagang lokal menjamu mereka ketika tiba di sana dalam rangka kunjungan perdagangan. Salah satu tanda penting para pedagang India bagi Siraf adalah, adanya catatan tentang penemuan piring-piring makan yang dikhususkan bagi mereka saja.
Terdapat pula bukti sejarah perdagangan laut Sassania dengan Teluk Cambay yang saat ini termasuk Provinsi Gujarat, India. Berupa temuan pecahan keramik merah mengkilap India, yang umumnya dibuat di Gujarat sekitar abad ke-5 dan ke-6.
Pecahan-pecahan keramik tersebut ditemukan di situs-situs pinggir pantai dan pantai utara Teluk Persia, terutama di Siraf. Bersama itu, terdapat lebih dari 16.000 buah temuan yang diekskavasi di Siraf oleh tim Whitehouse antara 1960-an dan 1970-an. Temuan-temuan itu kini disimpan di British Museum di London.
Barang lain yang menjadi andalan dagang Persia adalah peralatan perang. Salah satu dinasti yang menguasai bagian barat akhir Jalur Sutra adalah Dinasti Safawi, yang berhasil mengembangkan produk militer.
Kekaisaran Safawi, yang berbasis di Persia, menguasai sebagian besar Asia barat daya dari 1501 hingga 1736. Dinasti Safawi merupakan keturunan Kurdi Persia dan termasuk dalam ordo unik Syiah Islam yang diinfusi Sufi yang disebut Safawiyah.
Faktanya, pendiri Kerajaan Safawi, Shah Ismail I, secara paksa mengubah Iran dari Sunni ke Islam Syiah, dan menetapkan Syiah sebagai agama negara. Dinasti Safawi sangat ditakuti karena kemampuannya memproduksi peralatan militer.
Pada puncaknya, Dinasti Safawi menguasai tak hanya keseluruhan wilayah yang sekarang menjadi Iran, Armenia, dan Azerbaijan. Tapi, mereka juga menguasai sebagian besar Afghanistan, Irak, Georgia, Kaukasus, sebagian Turki, Turkmenistan, Pakistan, dan Tajikistan.
Pada masa Dinasti Safawi, Persia memang dikenal sebagai “kerajaan mesiu” yang kuat. Dinasti Safawi pun menegakkan kembali tempat Persia sebagai pemain kunci dalam ekonomi dan geopolitik di persimpangan dunia timur dan barat.
Apalagi kemudian, Shah Abbas I yang memerintah pada 1587-1629, yang dikenal sebagai penguasa Safawi terbesar, lantas memodernisasi militer Persia. Ia menambahkan para penembak dan pasukan artileri ke dalam militer Persia.
Selain itu, ia memindahkan ibu kota lebih dalam ke jantung Persia, dan menetapkan kebijakan toleransi terhadap orang Kristen di kekaisaran. Hanya saja, dia terlalu paranoid hingga perlu mengeksekusi atau membutakan semua putranya untuk mencegah mereka menggantikannya. [AT]
Baca juga: