Koran Sulindo – Mengakui sebagai hasil hitung cepat yang menguntungkan dan pada saat yang sama menolak hasil yang menempatkannya pada posisi kalah adalah degradasi proses ilmiah dan akademis.
Upaya degradasi itu tak lebih merupakan manuver dalam politik.
Ketua Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Philips J Vermonte mengatakan salah satu bentuknya yakni mengakui hasil hitung cepat yang memenangkannya namun sebaliknya menolak hitung cepat yang menempatkannya pada posisi kalah.
“Saat bersesuaian dengan keinginannya, mereka akan mengatakan, lembaga ini kredibel, tidak dibayar, berintegritas. Tapi kalau hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya, dibilang ini lembaga tidak kredibel, tidak berintegritas, dan dibayar,” kata Philips di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu, (20/4).
Lebih lanjut Philips menyebut hitung cepat atau quick count dan exit poll yang dilakukan lembaga di bawah Persepi bukan aktivitas yang dilakukan untuk menipu publik.
Ia menyebut hitung cepat dan exit poll itu dilakukan secara serius dan tidak main-main serta didasarkan pada proses ilmiah dan akademis.
“Quick count dan exit poll adalah aktivitas ilmiah yang ada metodenya mapan. Dia bukan abal-abal atau mengarang atau aktivitas menipu penguin-penguin. Kita adalah ilmiah dan diselenggarakan secara serius dan bukan main-main,” kata Philips.
Di sejumlah negara, menurutnya, hitung cepat dan exit poll dilakukan lembaga non-negara untuk menjadi pembanding hasil yang dikeluarkan oleh lembaga resmi negara seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ia juga menyebut hitung cepat dan exit poll merupakan aktivitas yang legal dan diakui secara hukum dalam konteks penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
“Quick count dan exit poll adalah aktivitas legal diakui hukum kepemiluan sebagai bentuk partisipasi dan boleh dibilang dia difasilitasi dalam konteks penguatan demokrasi dan penyelenggaraan pemilu di Indonesia,” kata Philips.
Lagi pula, kata Philips, lembaga survei yang berada di bawah Persepi tidak pernah menyatakan bahwa hasil hitung cepat dan exit poll merupakan hasil resmi.
Buka Data
Persepi yang para anggotanya terdiri dari lembaga survei siap membuka data hitung cepatnya ke publik sebagai bukti bahwa prosesnya tidak dilakukan dengan main-main atau berpihak pada preferensi politik tertentu.
Persepi memberi kesempatan bagi anggota-anggotanya membuka skema pengolahan data perolehan suara Pemilu 2019 yang mereka kerjakan.
Menjadi kewajiban anggota Persepi untuk membuka data agar semua orang bisa melihat proses secara sistematik. Philips menyatakan hasil quick count memiliki metode dan bukan sebagai penggiring opini.
“Cuma ini kewajiban anggota Persepi, sudah buka saja datanya, supaya orang bisa lihat ini proses sistematik dan ada metodenya. Bukan seperti yang dituduhkan dan dibuat sedemikian rupa agar KPU menyesuaikan atau menjadi penggiring opini dan lain-lain,” kata Philips.
Dalam konferensi pers tersebut terdapat 8 lembaga survei anggota Persepi yang mempublikasikan quick count.
Mereka membuka sumber data dan metodologi. Di antaranya, jumlah sampel sekitar 2.000-6.000 TPS, kehadiran enumerator yang benar-benar ada di lapangan, dan jaminan proses yang dilakuakan adalah acak agar bisa mewakili lebih dari 800 ribu TPS di Indonesia.
Penguin
Seperti diketahui, sebelum capres nomor urut 02 Prabowo Subianto meragukan hasil hitung cepat Pilpres 2019 yang menyatakan perolehan suara mereka berada di bawah Jokowi-Ma’ruf. Rata-rata hasil hitung cepat menunjukkan perolehan 55 persen untuk Jokowi-Ma’ruf dan 45 persen untuk Prabowo-Sandi.
Prabowo tidak mengakui hasil hitung cepat dan mengklaim menang berdasarkan exit poll, hitung cepat, dan real count yang dilakukan tim internal. Tak tanggung-tanggung kemenangan yang diraihnya mencapai 62 persen.
Prabowo menuding hasil hitung lembaga survei itu penuh kebohongan dan sudah direkayasa.
“Hai tukang bohong, tukang bohong. Rakyat tidak percaya sama kalian. Mungkin kalian harus pindah ke negara lain. Mungkin kalau bisa pindah ke Antartika,” kata Prabowo saat berorasinya di depan kediamannya, Jl Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (19/4).
“Kalian tukang bohong, kau bisa bohongin penguin di Antartika. Lembaga survei tukang bohong, rakyat Indonesia tidak mau dengar kamu lagi.”[TGU]