Koran Sulindo – Peraturan presiden (perpres) baru untuk memanfaatkan pajak rokok dari daerah sah diteken. Perpres baru itu merupakan perubahan atas Perpres tentang Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2013. Setelah diteken Presiden Joko Widodo, pemerintah pusat bisa memanfaatkan pajak rokok yang merupakan hak provinsi dan kabupaten untuk program JKN.
Sesungguhnya poin utama perubahan perpres itu adalah untuk menutup defisit keuangan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dikatakan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, mekanisme penggunaannya, 50 persen penerimaan pajak rokok daerah, sebanyak 75 persen akan dialokasikan untuk program JKN.
“Dengan perpres ini, semua provinsi hingga kota bisa digunakan pajak rokoknya. Tinggal diambil 75 persen dari situ,” kata Mardiasmo seperti dikutip CNN Indonesia pada Senin (17/9).
Pemerintah pusat memperkirakan jumlah penerimaan pajak rokok pada 2018 mencapai Rp 13 triliun. Lalu, 75 persen dari separuh dari jumlah itu bisa digunakan untuk program JKN termasuk untuk BPJS Kesehatan. Kendati demikian, pemerintah belum menetapkan jumlah pasti yang akan dialokasikan untuk BPJS Kesehatan.
Untuk melengkapi perpres tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mengeluarkan peraturan menteri keuangan untuk mengatur teknisnya. Awalnya, pemerintah berpikiran untuk menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan diambil dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).
Rupanya, pemerintah tidak bisa melakukannya karena pemerintah hanya boleh mengambil alokasi DBH CHT daerah yang memang penghasil tembakau. Dan tidak semua daerah mendapat DBH CHT, hanya beberapa provinsi. Semisal, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Walau hanya bisa diambil dari beberapa daerah, minimal pemerintah bisa mendapatkan tambahan senilai Rp 1,48 triliun. Aturan tentang DBH CHT ini telah tertuang dalamPMK Nomor 222 Tahun 2017. Pemerintah juga akan memaksimalkan PMK Nomor 209 Tahun 2017 tentang Penentuan Standar Dana Operasional bagi BPJS Kesehatan. Tujuannya agar dana operasional BPJS Kesehatan jadi efisien.
Cara lain untuk menutupi defisit keuangan BPJS Kesehatan adalah dengan membuat sinergi antara BPJS Kesehatan dengan sejumlah lembaga penyelenggara jaminan sosial lain. Mulai dari BPJS Ketenagakerjaan, PT Jasa Raharja, PT Asabri, hingga PT Taspen. Upaya lainnya adalah menyiapkan pencairan dana dari pos cadangan senilai Rp 4,993 triliun.
Itu sesuai dengan arahan Presiden Jokowi untuk menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperkirakan defisit keuangan BPJS Kesehatan mencapai Rp 10,989 triliun sampai akhir tahun ini. Proyeksi itu menciut dari semula mencapai Rp 16,5 triliun. [KRG]