Pernyataan Keprihatinan Kepada Presiden Jokowi

Sivitas akademika UGM, UII, UI dan Unhas yang telah menyatakan keprihatinan kepada pemerintahan Presiden joko Widodo.

Menyikapi kondisi politik tanah air belakangan ini, muncul gerakan dari kaum intelektual yang menyatakan keprihatinan terhadap sepak terjang Presiden Joko Widodo (Jokowi)

Dimulai dari UGM

Sikap keprihatinan kepada pemerintahan saat ini dimulai dari kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, tempat Jokowi pernah tercatat sebagai mahasiswa di sana.
Sejumlah akademisi UGM menyampaikan ‘Petisi Bulaksumur’ sebagai bentuk keprihatinan terhadap dinamika perpolitikan nasional dan pelanggaran prinsip demokrasi menjelang pemilu 2024. Petisi ini dibacakan oleh Guru Besar Fakultas Fakultas Psikologi, Prof. Drs. Koentjoro, Ph.D., didampingi oleh sejumlah puluhan Guru Besar, akademisi, alumni dan aktivis BEM KM UGM, Rabu (31/1) di Balairung Gedung Pusat UGM.

“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari Keluarga Besar Universitas Gadjah Mada. Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan dan pernyataan kontradiktif Presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi,” kata Koentjoro.

Sebelum petisi dibacakan, sejumlah akademisi menyampaikan orasi yang dikemas dalam mimbar akademik yang bertajuk Menjaga Kemurnian Demokrasi Indonesia. Beberapa akademisi yang menyampaikan orasinya diantaranya Mantan Rektor UGM periode 2002-2007 Prof. Dr. Sofian Effendi, MPIA., Mantan Rektor UGM periode 2017-2022 Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., Guru Besar FKKMK UGM Prof.Yati Soenarto, Dosen Hukum Tata Negara FH UGM Dr. Zainal Arifin Mochtar, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Dr. Abdul Gaffar Karim serta Ketua BEM KM UGM Gielbran Muhammad Noor.

Universitas Islam Indonesia

Setelah UGM, giliran sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menyampaikan pernyataan sikap “Indonesia Darurat Kenegarawanan”. Pernyataan sikap sivitas akademika UII digelar di Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang Km 14, Kabupaten Sleman pada Kamis, 1 Februari 2024.

Pernyataan sikap tersebut, diikuti oleh para guru besar, dosen, mahasiswa dan para alumni UII. Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Fathul Wahid membacakan pernyataan sikap “Indonesia Darurat Kenegarawanan”.

“Dua pekan menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum 2024, perkembangan politik nasional kian menunjukkan tanpa rasa malu gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan,” kata Fathul. Dia menyebut bahwa kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara. Oleh karenanya, demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran.

“Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo,” ujar Fathul.

Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 90/PUU-XXI/2023. Fathul mengatakan putusan yang proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik dinyatakan terbukti melanggar etika.

Keputusan itu membuat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (adik ipar Jokowi) diberhentikan dari jabatannya. “Gejala ini kian jelas ke permukaan saat Presiden Joko Widodo menyatakan ketidaknetralan institusi kepresidenan dengan membolehkan Presiden berkampanye dan berpihak,” katanya.

Gerakan politik terbaru adalah distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Jokowi. Hal ini ditengarai sarat dengan kepentingan politik. Bansos dinilai diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.

Universitas Indonesia

Sejumlah akademisi dan mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI) ikut bersuara merespons sejumlah isu jelang Pemilu dan Pilpres 2024.

Lewat petisi atau sikap kebangsaan UI, mereka menyatakan terpanggil untuk menabuh genderang demi memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak.

“Lima tahun terakhir, utamanya menjelang Pemilu 2024, kami kembali terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak,” ujar Ketua Dewan Guru Besar UI Harkristuti Harkrisnowo membacakan sikap mereka di kampus UI, Depok, Jumat (2/2).

“Negeri kami nampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa,” lanjutnya.

Harkristuti menilai Indonesia saat ini seperti seperti kehilangan kemudi akibat kecurangan perebutan kekuasaan yang dilakukan tanpa etika. Sivitas akademika UI mengaku prihatin dengan hancurnya tatanan hukum dan demokrasi.

“Hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi dan nepotisme telah menghancurkan kemanusiaan, dan merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup,” ucapnya.

“Kami resah atas sikap dan tindak laku para pejabat, elite politik dan hukum yang mengingkari sumpah jabatan mereka untuk menumpuk harta pribadi, dan membiarkan negara tanpa tatakelola dan digerus korupsi, yang memuncak menjelang pemilu,” kata Harkristuti.

Universitas Hasanuddin, Makassar

Guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas) yang tergabung dalam Forum Guru Besar dan Dosen mengeluarkan petisi pernyataan sikap terkait Pilpres 2024. Mereka mengingatkan Presiden Joko Widodo dan kabinet untuk tetap pada koridor demokrasi.

Pembacaan petisi tersebut berlangsung di depan Rektorat Unhas, Kampus Tamalanrea, Makassar, Jumat (2/2/2024) siang. Petisi dibacakan oleh anggota Dewan Profesor Unhas Prof Triyatni Martosenjoyo didampingi sejumlah guru besar lainnya.

“Setelah mencermati perkembangan rangkaian pelaksanaan Pemilihan Umum dan Presiden/Wakil Presiden RI 2024, tata kelola pemerintahan, serta kehidupan demokrasi secara nasional, maka Forum Guru Besar dan Dosen Universitas Hasanuddin Makassar mengeluarkan pernyataan sikap,” ucap Triyatni saat membaca petisi.

Mereka juga meminta KPU dan Bawaslu agar bekerja profesional. Penyelenggara pemilu diharapkan menjunjung tinggi prinsip independen, transparan, adil, jujur, tidak berpihak, dan teguh menghadapi intervensi pihak manapun.

” Meminta KPU, Bawaslu, DKPP selaku penyelenggara pemilu agar bekerja secara profesional dan bersungguh-sungguh sesuai peraturan yang berlaku. Penyelenggara pemilu senantiasa menjunjung tinggi prinsip independen, transparan, adil, jujur, tidak berpihak, dan teguh menghadapi intervensi pihak manapun,” seru Triyatni.
Sampai Jumat (2/2/2024) sudah ada empat sivitas akademika universitas yang telah menyatakan keprihatinannya.

Respon Jokowi

Menanggapi berbagai petisi sivitas akademika dari beberapa univarsitas, Presiden Jokowi merespons singkat , “Itu bagian dari demokrasi,” kata Presiden Jokowi.
Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Ari Dwipayana menyebut, gerakan petisi yang disampaikan oleh sivitas akademika UGM, UII, UI dan Unhas “merupakan vitamin untuk perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia”.

Dia mengatakan, dalam negara demokrasi, kebebasan berpendapat termasuk menyampaikan petisi dan kritik harus dihormati. Karena itu, pihaknya tidak masalah jika petisi itu berisi kritikan kepada Presiden Jokowi.

“Dalam negara demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi maupun kritik harus dihormati. Kemarin, Bapak Presiden juga telah menegaskan freedom of speech adalah hak demokrasi. Kritik adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita,” ujar Ari, Jumat (2/2/2024). [KS]