Koran Sulindo – Laju deforestasi kawasan hutan di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat akibat pembukaan atau konversi lahan. Bahkan Indonesia tercatat sebagai negara dengan laju deforestasi tertinggi di dunia yaitu dua juta hektar per tahun.
Karena itu Universitas Gadjah Mada (UGM) mendesak pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan berlandaskan spirit, filosofis serta sosiologis yang jelas terkait pengelolaan sumber daya alam terutama hutan.
Undang-undang yang telah ada dinilai mereduksi konsep ekosistem hutan dalam fungsi-fungsi terpisah. Praktek pengelolaan hutan saat ini bersifat eksploitatif dan hanya bertumpu pada koorporasi, sementara kurang memberikan akses kepada masyarakat. Jadi perlu perubahan paradigma dalam pengelolaan hutan.
Hal ini ditegaskan pakar Fakultas Kehutanan UGM, Dr. Satyawan Pudyatmoko dalam Seminar Nasional “Urgensi Perubahan Undang-Undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan”, di Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta, Rabu (12/4).
“Paradigma ke depan seyogianya pengelolaan hutan dilaksanakan berbasis ekosistem yang memfungsikan hutan sebagai sistem penyangga kehidupan,” kata Satyawan.
Sedangkan pakar Hukum UGM, Prof. Maria S.W. Soemardjono menyatakan hendaknya DPR tidak hanya menggunakan pendekatan penyusunan undang-undang secara parsial. Namun, diharapkan dapat memakai pendekatan penyusunan undang-undang secara total.
“Harapannya DPR bisa mempertimbangkan untuk menggunakan pendekatan penyusunan undang-undang total dan bisa dihasilkan undang-undang baru yang komperehensif serta partisipatif,” jelasnya.
Dalam seminar itu Kepala Badan Keahlian DPR RI, K. Jhonson Rajagukguk mengatakan bahwa UU Kehutanan dalam perjalanannya banyak dinamika seperti permasalahan terkait pengurusan hutan, perambahan, perusakan, kebakaran, serta konlifk dengan masyarakat adat. Dinamika ini, lanjutnya, disikapi DPR dengan memasukan perubahan undang-undnag ini ke dalam program legislasi nasional (prolegnas). Hanya saja rencana perubahan UU Kehutanan ini memang belum bisa masuk dalam Prolegnas Prioritas 2017. “Ada di urutan 66 dari 169 RUU yang masuk,” katanya.
BK DPR, menurut Johnson, telah pula menyusun pokok-pokok perubahan RUU Kehutanan. Dijelaskan, dalam naskah akademik BK DPR terdapat 12 materi baru atau perubahan terhadap UU Kehutanan, di antaranya ketentuan umum, asas, status hutan, perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, pengawasan, masyarakat adat, serta data dan informasi.
“Kami terbuka lebar menerima masukan dan memperbanyak diskusi untuk menyusun UU Kehutanan” kata Ketua Komisi IV DPR RI Edy Prabowo. [YUK]