Ilustrasi: Densus 88 Antiteroris

Koran Sulindo – Polisi menegaskan rencana pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi tidak akan tumpang tindih dengan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Densus bukan menjadi rival KPK, tapi justru membantu KPK. Itu tujuannya,” kata Wakapolri Komjen Pol Syafruddin, di PTIK, Jakarta, Rabu (9/8), seperti dikutip antaranews.com.

Wakapolri meminta agar tidak muncul wacana Densus Antikorupsi akan merebut kasus-kasus yang ditangani KPK.

“KPK sudah dipercaya publik, jangan sampai ada yang membenturkan,” katanya.

Sebelumnya Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengatakan rencana pembentukan Densus itu masih dipelajari.

“Masih dalam proses, strukturnya seperti apa, pendanaannya, kebutuhannya apa saja, sarana, fasilitasnya dan cara kerjanya,” kata Komjen Pol Ari, Selasa (8/8).

Regulasi yang akan menjadi payung hukum untukberoperasinya Densus Antikorupsi juga masih dikaji.

Rencana pembentukan Densus ini sempat dibahas dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Densus direncanakan mulai bekerja akhir tahun ini.

Detasemen baru ini akan dipimpin jenderal bintang dua (inspektur jenderal).

Sementara itu Kadivhumas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan proses penanganan kasus korupsi bisa lebih cepat karena ditangani Densus itu bersama dengan kejaksaan.

Densus ini akan bermarkas di Mapolda Metro Jaya, Jakarta.

“Gedungnya sudah disiapkan, 6 lantai di Polda Metro Jaya. Jumlah personel masih rahasia,” kata Setyo, Senin (7/8).

Soal payung hukum, Setyo mengatakan akan memggunakan UU Tipikor.

“Kalau KPK lembaga baru, polisi dari dulu nangani korupsi,” katanya.

Menurut Setyo, anggaran Densus Antikorupsi akan disamakan dengan anggaran yang diterima KPK.

“Aturan sudah jelas diharapkan Densus itu di bawah langsung kendali Kapolri dengan anggaran yang disamakan KPK, termasuk personel kami akan dikendalikan oleh pusat,” kata Setyo.

Tahun ini KPK mendapatkan anggaran sebanyak Rp 734,2 miliar. Angka itu menurun dibandingkan pada 2016 yang mencapai Rp 991,8 miliar.

Polri selama ini melaksanakan tugas pemberantasan korupsi di Direktorat Tindak Pidana Korupsi, Bareskrim.

Untuk menangani sebuah kasus korupsi dibutuhkan anggaran minimal Rp200 juta, untuk kebutuhan pemeriksaan saksi, pemanggilan ahli, dan lain sebagainya.

Mabes Polri segera bertemu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mengkaji densus ini, terutama soal penambahan jumlah personel serta perubahan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK).

Sebelumnya,  seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi III, Senin, 17 Juli 2017, Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian mengatakan, saat ini, pihaknya tengah melakukan focus group discussion (FGD) terkait dengan pembentukan Densus Antikorupsi.

“Kami sedang membuat rapat FGD, (Densus) bentuknya seperti apa, SOP-nya bagaimana, dan biayanya berapa jika dihitung dari tingkat Mabes hingga polda. Sebab, kami mau membantu sampai tingkat polda,” kata Kapolri.

Menurut Tito, pembentukan Densus Antikorupsi bukan untuk menyaingi keberadaan KPK karena anggarannya terbatas hanya sekitar 1.000 orang dengan jumlah penyidik sekitar 150 orang.

Kewenangan Beda

Sementara itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan mempunyai kewenangan berbeda dari Densus baru itu.

“Di Pasal 11, KPK hanya dapat menangani kasus korupsi jika pelakunya adalah penyelenggara negara, penegak hukum, atau pihak lain yang terkait dengan itu,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada detikcom, Selasa (8/8).

KPK hanya menangani korupsi dengan kerugian negara di atas Rp 1 miliar atau yang menarik perhatian publik.

KPK mendukung penguatan penindakan kasus korupsi, baik di kepolisian maupun kejaksaan. Namun koordinasi antarlembaga harus terus dilakukan.

“Koordinasi dan supervisi seperti diatur di UU 30 Tahun 2002 akan terus dilakukan. Pascanota kesepahaman kemarin, hal-hal seperti SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) diharapkan bisa lebih mudah dan lancar dilakukan menggunakan SPDP online,” kata Febri.

Dagelan

Adapun mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan wacana pembentukan Densus Antikorupsi itu sebagai sebuah hal ironi.

“Wacana ini muncul ditengah hukum dan aparatnya yang gagal melindungi pekerja antikorupsi. Ini dagelan,” kata Haris, kepada Tempo, Sabtu, 22 Juli 2017.

Menurut Haris, Densus Antikorupsi itu senafas dengan wacana pelemahan KPK. [DAS]