Perjalanan Panjang Jurnalisme dari Acta Diurna hingga Era Digital

Wartawan saat melakukan Doorstoop. (foto: Sulindo/Iqyanut Taufik)

Di balik setiap berita yang kita baca, terdapat sosok-sosok yang bekerja tanpa kenal lelah untuk menyampaikan informasi kepada publik. Mereka adalah para jurnalis, yang tidak hanya menjalankan tugasnya untuk melaporkan fakta, tetapi juga sering menghadapi risiko besar demi menjaga hak masyarakat untuk tahu. Namun, di tengah peran vital tersebut, tidak sedikit jurnalis yang menghadapi ancaman, tekanan, bahkan kehilangan nyawa saat bertugas.

Untuk itu, Hari Jurnalis Internasional yang diperingati setiap 19 November menjadi momen penting, tidak hanya untuk menghormati mereka yang telah berkorban, tetapi juga untuk mengingatkan kita tentang betapa pentingnya kebebasan pers bagi sebuah masyarakat yang demokratis.

Peringatan ini mengangkat tema besar mengenai peran sejarah dan masa depan jurnalisme dalam menjaga kebenaran dan keadilan di dunia.

Sejarah Jurnalisme Dunia

Dilansir dari laman National Today, Jejak jurnalisme telah ada sejak ribuan tahun lalu. Di Tiongkok, pada masa Dinasti Han (206 SM – 220 M), jurnalisme diwujudkan melalui penerbitan buletin berita rutin.

Sementara itu, di Romawi Kuno, sekitar tahun 100 – 44 SM, Acta Diurna menjadi salah satu bentuk awal media informasi. Papan pengumuman ini mencatat berbagai kejadian penting dan dipajang di depan rumah, dianggap sebagai salah satu produk jurnalistik pertama.

Seiring waktu, jurnalisme terus berkembang menjadi profesi yang memainkan peran penting dalam penyampaian informasi kepada publik, dengan tantangan yang semakin kompleks.

Makna Hari Jurnalis Internasional

Berdasarkan laman Holiday Calendar, pembentukan peringatan Hari Jurnalis Internasional ini pertama kali ditetapkan pada tahun 2002 untuk menghormati dan mengenang setiap jurnalis yang terbunuh atau terluka ketika meliput.

Kemudian pada tahun 2010, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pun akhirnya secara resmi mendukung tujuan dari peringatan Hari Jurnalisme Internasional ini dengan semakin memperkuat pesan terhadap keselamatan jurnalis atau insan pers.

Hari Jurnalis Internasional tidak hanya menjadi momen untuk menghargai para jurnalis, tetapi juga untuk mengenang mereka yang gugur dalam tugas.

Berdasarkan data Committee to Protect Journalists, sejak tahun 1994 hingga April 2024, sebanyak 1.471 jurnalis terbunuh saat meliput. Sementara itu, Reporters Without Borders mencatat angka yang lebih tinggi, yaitu 1.705 jurnalis dari 94 negara kehilangan nyawa dalam periode yang sama.

Tingginya angka ini mencerminkan risiko besar yang dihadapi jurnalis. Mereka sering kali berada di garis depan konflik, meliput bencana, atau mengungkap korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia.

Oleh karena itu, peringatan ini juga menjadi momen penting untuk menekankan pentingnya keselamatan jurnalis dalam menjalankan tugas mereka.

Sejarah Jurnalisme di Indonesia

Di Indonesia, sejarah jurnalisme dimulai pada masa penjajahan Belanda dengan penerbitan surat kabar Bataviasche Nouvelles pada tahun 1744.

Surat kabar ini ditujukan untuk masyarakat Belanda di Nusantara. Pada tahun 1855, muncul Bromartani, surat kabar pertama berbahasa Melayu yang diterbitkan oleh Carel Frederik Winter, menjadi tonggak penting bagi perkembangan jurnalisme lokal.

Jurnalisme Indonesia semakin berkembang pada awal abad ke-20, terutama dengan hadirnya Medan Prijaji pada tahun 1907, yang didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo. Surat kabar ini berani mengkritik pemerintah kolonial dan memperjuangkan hak-hak rakyat pribumi.

Pada masa perjuangan kemerdekaan, pers menjadi alat perjuangan penting untuk menyebarkan semangat revolusi. Namun, pada era Orde Lama dan Orde Baru, kebebasan pers dibatasi. Banyak surat kabar dibredel oleh pemerintah karena dianggap mengancam stabilitas politik.

Era Reformasi pada tahun 1998 menjadi titik balik bagi kebebasan pers di Indonesia. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers melindungi hak-hak jurnalistik dan menjamin kebebasan berpendapat. Namun, tantangan tetap ada, terutama dengan hadirnya teknologi digital yang mengubah cara informasi disampaikan dan diterima.

Pentingnya Kebebasan Pers

Kebebasan pers adalah fondasi masyarakat yang demokratis. Tanpa pers yang bebas, informasi dapat dimanipulasi, dan hak masyarakat untuk mengetahui kebenaran bisa terancam.

Oleh karena itu, Hari Jurnalis Internasional mengingatkan kita akan pentingnya mendukung para jurnalis dalam menyampaikan informasi yang jujur, akurat, dan bebas dari intimidasi.

Pada akhirnya, peringatan ini bukan hanya tentang mengenang mereka yang gugur, tetapi juga tentang menjaga komitmen terhadap kebebasan pers demi terciptanya masyarakat yang lebih adil dan transparan. [UN]