Perjalanan Ferry Sonneville, Sang Legenda Bulu Tangkis Indonesia

Ferry Sonneville (Ferdinand Alexander Sonneville) kanan. (Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional RI/Kemdikbud)

Bulu tangkis telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas olahraga Indonesia, sebuah cabang yang tidak hanya membanggakan, tetapi juga menyatukan bangsa di tengah berbagai tantangan. Di balik sederet prestasi gemilang yang telah diraih, terdapat figur-figur hebat yang meletakkan fondasi kuat bagi kejayaan ini. Salah satunya adalah Ferdinand Alexander Sonneville, atau yang lebih dikenal dengan nama Ferry Sonneville.

Sebagai pionir sekaligus penggerak utama perkembangan bulu tangkis tanah air, perjalanan hidup Ferry bukan hanya soal torehan prestasi di lapangan, tetapi juga tentang visi besar yang ia wujudkan demi mengangkat nama Indonesia di mata dunia. Dari Jakarta hingga panggung internasional, Ferry adalah bukti bahwa dedikasi dan semangat juang mampu menciptakan sejarah yang abadi.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut kisah inspiratif seorang tokoh yang tak hanya menjadi legenda, tetapi juga pahlawan yang diwariskan kepada generasi berikutnya.

Perjalanan Hidup dan Prestasi Ferry Sonneville

Ferdinand Alexander Sonneville, atau yang lebih dikenal dengan nama Ferry Sonneville, adalah salah satu tokoh yang membawa bulu tangkis Indonesia menuju puncak kejayaan. Lahir di Jakarta pada 3 Januari 1931, Ferry meninggalkan jejak yang tak terlupakan di dunia olahraga.

Namun, pada Kamis, 20 November 2003, Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya. Ferry meninggal dunia di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center (MMC) Jakarta pada usia 72 tahun akibat komplikasi leukemia dan kanker usus yang dideritanya selama setahun terakhir sebelum meninggal.

Jenazah tokoh pendiri Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) ini dikremasi di Marunda, Jakarta Utara. Ferry meninggalkan seorang istri, Yvonne Theresia, dua putri, Genia Theresia Sonneville dan Cynthia Guedolyn Sonneville, serta dua cucu tercinta.

Sejak kecil, Ferry telah menunjukkan kecintaannya pada bulu tangkis. Saat bersekolah di Santo Yosef Kramat Jaya (1937-1942), ia rutin berlatih, meski kondisi negara kala itu tidak stabil akibat pendudukan Jepang. Dedikasinya terus berlanjut hingga ia bergabung dengan SUS (Satu Untuk Semua/Semua Untuk Satu), organisasi yang menjadi titik awal kariernya.

Setelah menuntaskan pendidikan di Hogere Burger School (HBS) Nassau Boulevard, Jakarta (1946-1951), Ferry melanjutkan studi ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Meski tidak menyelesaikan pendidikan kedokterannya, ia kemudian melanjutkan studi ekonomi di Erasmus University, Belanda, dan meraih gelar pada 1963.

Di kancah internasional, nama Ferry dikenal sebagai pemain bulu tangkis andal. Ia meraih gelar juara di berbagai turnamen bergengsi seperti Belanda Open (1955-1961), Glasgow (1957), Prancis Open (1959-1960), Kanada Open (1960), serta menjadi runner-up di All England (1959). Salah satu pencapaian terbesar Ferry adalah mempersembahkan Piala Thomas pertama bagi Indonesia pada 1958.

Karier Kepemimpinan dan Kontribusi di Dunia Olahraga

Setelah pensiun sebagai pemain, Ferry mendedikasikan hidupnya untuk memajukan olahraga, khususnya bulu tangkis. Ia menjabat sebagai Ketua Umum PBSI (1981-1985) dan menjadi Presiden Federasi Bulu Tangkis Internasional (IBF) pada 1972-1975, menjadikannya orang Indonesia pertama yang memimpin organisasi bulu tangkis dunia.

Tidak hanya di dunia bulu tangkis, Ferry juga aktif dalam berbagai organisasi olahraga lainnya. Ia adalah salah satu pendiri Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum KONI pada 1970. Ferry juga memimpin delegasi Indonesia dalam Olimpiade di Munchen pada 1972 serta memegang jabatan sebagai Ketua Umum Real Estat Indonesia (1985-1988).

Ferry Sonneville adalah tokoh visioner yang melihat olahraga sebagai alat pemersatu bangsa. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia merebut kembali Piala Thomas pada 1984, setelah sebelumnya dikuasai oleh Republik Rakyat Cina. Atas kontribusinya, Ferry dikenang sebagai Pahlawan Piala Thomas, penghormatan atas dedikasi dan perjuangannya dalam mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional.

Hingga akhir hayatnya, Ferry terus menginspirasi generasi muda untuk berjuang demi prestasi. Ia tidak hanya mewariskan gelar juara, tetapi juga semangat pantang menyerah dan kecintaan mendalam terhadap olahraga.

Namanya akan terus hidup dalam sejarah bulu tangkis Indonesia, sebagai legenda yang membuktikan bahwa dengan kerja keras dan tekad, tidak ada impian yang mustahil untuk diraih. [UN]