Bisnis sektor hulu migas [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Sejumlah aturan dan birokrasi dinilai sebagai penghambat investasi sektor hulu minyak dan gas. Salah satu contoh birokrasi yang menghambat investasi minyak dan gas adalah perizinan impor baja karena mesti melalui dua kementerian dan lembaga.

Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) Ronald Gunawan mengatakan, dua kementerian yang dilibatkan dalam impor baja itu adalah Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Selain dua kementerian itu, investor juga harus mendapatkan izin dari Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM.

“Para investor dan pengusaha sektor hulu migas berharap perizinan impor baja bisa disederhanakan. Penyederhanaan aturan yang dilakukan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM dapat diselaraskan ke tingkat daerah,” tutur Ronald dalam acara Konvensi dan Pameran IPA ke-42 di Jakarta seperti dikutip antaranews.com pada Rabu (2/5).

Diungkapkan Ronald, selain perizinan, pihaknya juga menyoal tentang pembebasan lahan di daerah operasi yang acap menjadi hambatan para pelaku usaha. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk pembebasan lahan sehingga perlu jalan keluar untuk itu.

Sedangkan, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menimpali, pengusaha sering menghadapi ketidakjelasan status tanah yang menjadi daerah operasi migas. Kendati sudah beroperasi cukup lama, seringkali area operasi migas belum didefiniskan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Padahal, area tersebut sudah beroperasi sejak zaman dulu. Tetapi, tidak diakui sebagai area operasi migas. Ini yang perlu direvisi, sebab khawatir disebut melanggara undang undang yang berujung pada pemidanaan. Jelas ini merepotkan, kata Amien.

Soal perizinan yang berbelit itu, pemerintah berjanji akan menyederhanakannnya. IPA karena itu menghargai niat pemerintah untuk meningkatkan investasi di sektor hulu migas. Sejak Februari 2018, tercatat 14 peraturan sektor migas relah dicabut karena dinilai menghambat investasi. [KRG]