Peristiwa Gerbong Maut: Tragedi Pengorbanan Pejuang Indonesia

Pengendara melintas di jalanan sekitar Monumen Gerbong Maut di dekat alun-alun dan kantor bupati Bondowoso/Sigit Candra Lesmana

Peristiwa Gerbong Maut adalah salah satu peristiwa tragis dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kejadian ini melibatkan pemindahan 100 pejuang Indonesia yang ditawan oleh Belanda dari Bondowoso ke Surabaya menggunakan tiga gerbong kereta api yang tertutup rapat.

Pemindahan ini dilakukan oleh tentara Belanda tanpa memperhatikan keselamatan para tawanan, yang mengakibatkan 46 pejuang gugur karena kehabisan udara dan panas yang luar biasa di dalam gerbong yang sesak.

Pada masa Agresi Militer Belanda I, banyak pejuang republik yang tertangkap dalam pertempuran atau dikhianati oleh bangsa sendiri yang menjadi antek Belanda. Salah satu penjara yang digunakan untuk menahan pejuang-pejuang yang tertangkap adalah penjara Bondowoso.

Pada tanggal 22 November, 100 pejuang yang ditahan di penjara Bondowoso dipersiapkan untuk dipindahkan ke Surabaya. Keesokan harinya, pada pukul 05.15, para pejuang ini disuruh berbaris di depan penjara Bondowoso dalam empat banjar. Mereka kemudian diperintahkan berjalan ke stasiun kereta api Bondowoso.

Sesampainya di stasiun, 100 pejuang tersebut dimasukkan ke dalam tiga gerbong barang dengan pembagian sebagai berikut: Gerbong pertama dengan nomor GR.5769 diisi 32 pejuang, gerbong kedua dengan nomor GR.4416 diisi 30 pejuang, dan gerbong ketiga dengan nomor GR.10152 diisi 38 pejuang.

Gerbong-gerbong itu kemudian ditutup rapat dan digembok dari luar oleh pasukan Belanda. Kereta berangkat dari stasiun Bondowoso menuju Surabaya pada pukul 07.30.

Sepanjang perjalanan, terdengar teriakan minta air dari dalam ketiga gerbong tersebut. Gerbong-gerbong itu terbuat dari bahan seng yang menyerap panas di siang hari.

Ditambah dengan kondisi gerbong yang sempit dan diisi berjejal, ventilasi yang buruk membuat oksigen di dalam gerbong menjadi sangat terbatas. Namun, teriakan minta tolong tersebut tidak digubris oleh pasukan Belanda yang tidak peduli dengan keselamatan para pejuang.

Setelah sekitar dua belas jam perjalanan, pada pukul 19.15, kereta tiba di stasiun Wonokromo, Surabaya. Ketika gembok gerbong tawanan dibuka, tampaklah pemandangan yang memilukan.

Di gerbong pertama, seluruh tawanan ditemukan dalam keadaan hidup tetapi lemas dan tidak berdaya. Di gerbong kedua, delapan pejuang ditemukan gugur. Keadaan paling mengenaskan terjadi di gerbong ketiga, di mana seluruh tawanan ditemukan meninggal dalam kondisi kulit seperti terbakar.

Total pejuang yang gugur mencapai 46 orang. Tawanan yang masih hidup diperintahkan untuk mengeluarkan rekannya yang meninggal sebelum mereka dimasukkan ke kamp Bubutan.

Peristiwa ini penting dalam sejarah Indonesia untuk mengingat besarnya jasa para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selain itu, peristiwa ini juga menunjukkan betapa dalam perang, manusia dapat bertindak dengan sangat kejam.

Musuh dapat bertindak di luar perikemanusiaan, dan bangsa sendiri pun dapat berkhianat terhadap perjuangan saudara sebangsanya. [UN]