Setiap lembar sejarah memiliki cerita tentang keberanian dan pengorbanan. Salah satu kisah epik itu tertulis di Ambarawa, sebuah kota kecil yang menjadi saksi perjuangan besar bangsa Indonesia. Setiap tanggal 15 Desember, kita diajak untuk kembali mengenang masa-masa kritis dalam mempertahankan kemerdekaan melalui peringatan Hari Juang Kartika.
Hari ini bukan hanya sekadar peringatan tahunan, melainkan momen untuk merenungkan kembali semangat juang yang diwariskan para pendahulu. Pertempuran Ambarawa bukan hanya peristiwa militer biasa, tetapi juga simbol persatuan antara Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat Indonesia yang bahu-membahu melawan kekuatan asing. Sejarah ini menjadi fondasi kokoh TNI Angkatan Darat, sekaligus pengingat bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan hasil kerja keras yang penuh pengorbanan.
Apa yang membuat Pertempuran Ambarawa begitu monumental? Bagaimana peristiwa ini membentuk identitas TNI Angkatan Darat? Mari kita selami lebih dalam kisah heroik yang menjadi inspirasi Hari Juang Kartika.
Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang Sejarah
Melansir laman kemdikbud, setiap tanggal 15 Desember, Indonesia memperingati Hari Juang Kartika, hari bersejarah bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat.
Hari ini menjadi momen untuk mengenang peristiwa heroik Pertempuran Ambarawa tahun 1945, sebuah upaya monumental dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebelum dikenal sebagai Hari Juang Kartika, peringatan ini disebut Hari Infanteri, merujuk pada peran besar pasukan infanteri dalam pertempuran tersebut.
Pertempuran Ambarawa berlangsung dari 20 November hingga 15 Desember 1945. Peristiwa ini melibatkan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang mendapat dukungan penuh dari rakyat Indonesia melawan pasukan Sekutu Inggris.
Lokasi strategis Ambarawa di antara Yogyakarta dan Surakarta menjadikannya titik vital bagi Sekutu untuk menaklukkan Jawa Tengah. Jika Ambarawa jatuh, maka Yogyakarta dan Surakarta menjadi sasaran berikutnya.
Insiden bermula pada Oktober 1945, ketika Brigade Artileri Divisi India ke-23 mendarat di Semarang. Pasukan Sekutu awalnya diizinkan masuk wilayah Indonesia untuk menangani tawanan perang bangsa Belanda di penjara Ambarawa dan Magelang.
Namun, kehadiran mereka ternyata membonceng orang-orang NICA yang mempersenjatai bekas tawanan. Hal ini memicu ketegangan yang berujung pada insiden di Magelang pada 26 Oktober 1945, di mana TKR terlibat bentrok dengan pasukan gabungan Sekutu dan NICA.
Presiden Soekarno bersama Brigadir Jenderal Bethell kemudian turun tangan untuk mengupayakan gencatan senjata. Pada 2 November 1945, keduanya menyepakati 12 pasal kesepakatan, termasuk larangan aktivitas NICA dan pembukaan jalur Ambarawa-Magelang. Namun, Sekutu melanggar kesepakatan ini, yang memicu pecahnya Pertempuran Ambarawa pada 20 November 1945.
Pada awal pertempuran, pasukan TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto berusaha mempertahankan posisi mereka melawan pasukan Sekutu yang melakukan pengeboman kampung-kampung sekitar Ambarawa.
Serangkaian pertempuran sengit berlangsung, melibatkan berbagai batalyon dari wilayah sekitar. Pada 26 November 1945, Letnan Kolonel Isdiman gugur akibat serangan pesawat pengintai musuh. Komando kemudian diteruskan oleh Kolonel Soedirman.
Di bawah kepemimpinan Kolonel Soedirman, strategi serangan besar-besaran dirancang. Pada 12 Desember 1945 pukul 04.30 dini hari, TKR melancarkan serangan mendadak dari semua sektor.
Dalam waktu singkat, mereka berhasil mengepung pasukan Sekutu di dalam kota, termasuk di Benteng Willem, pertahanan terkuat Sekutu. Kota Ambarawa dikepung selama empat hari empat malam. Pada 15 Desember 1945, pasukan Sekutu akhirnya menyerah dan mundur ke Semarang.
Kemenangan di Ambarawa menjadi bukti semangat juang dan persatuan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Pertempuran ini menunjukkan bagaimana kolaborasi antara militer dan rakyat mampu menghadapi kekuatan asing yang lebih besar.
Hari Juang Kartika adalah pengingat bahwa kemerdekaan Indonesia diraih melalui perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa. Melalui peringatan ini, TNI Angkatan Darat dan seluruh rakyat Indonesia diajak untuk terus menjaga semangat perjuangan dan nilai-nilai kejuangan yang telah diwariskan oleh para pahlawan. [UN]