Koran Sulindo – Setelah tsunami menerjang pesisir Selat Sunda di Banten dan Lampung, cuaca ekstrem dan gelombang tinggi diperkirakan akan terjadi pada Rabu (26/12). Cuaca ekstrem dan gelombang itu diperkirakan akan terjadi di sekitar Gunung Anak Krakatau sehingga masyarakat diperingatkan untuk tidak berada di daerah itu.
Menurut laporan Channel News Asia, akibat tsunami pada Sabtu lalu, lebih dari 400 orang tewas dan ribuan orang terluka. Dari pengamatan, Anak Krakatau tampak memuntahkan abu vulkanik sehingga menutupi gunung tersebut. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan pada Selasa (25/12), cuaca buruk di sekitar gunung membuat kawahnya menjadi lebih rapuh.
“Kami kini mengembangkan sistem pemantauan yang fokus pada gempa vulkanik di Anak Krakatau sehingga hasilnya nanti kami bisa mengeluarkan peringatan dini,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Berdasarkan data lembaga yang berwenanga, korban tewas akibat tsunami yang menerjang pesisir Selat Sunda di Banten dan Lampung mencapai 429 orang; sekitar 154 orang dinyatakan hilang. Lebih dari 1.400 orang mengalami luka-luka dan ribuan orang mengungsi mencari tempat yang lebih tinggi dan aman.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletakan di zona cincin api pasifik dan acap menjadi langganan bencana alam dalam lebih dari satu dekade. Bencana tsunami di Banten dan Lampung itu mengingatkan kita pada tsunami dahsyat pada 2004 di Aceh yang menewaskan sekitar 226 ribu di 14 negara. Sedangkan di Indonesia, korban tewas lebih dari 120 ribu orang.
Tsunami pada Sabtu lalu diduga akibat dari longsornya areal Gunung Anak Krakatau sekitar 64 hektare. Akibat longsor ke laut itu menyebabkan tsunami yang menerjang desa-desa nelayan, hotel dan berbagai hal lainnya. Pada 1883, letusan Krakatau disebut sebagai salah satu terbesar dalam sejarah yang menewaskan lebih dari 36 ribu orang. Juga menyebabkan tsunami waktu itu. Setelah itu, Anak Krakatau muncul pada 1927.
Akibat tsunami ini, beberapa daerah masih belum bisa diakses melalui jalur darat. Tim masih berupaya membuka jalan untuk menyalurkan bantuan kepada korban. Sementara ini, ribuan orang masih tinggal di tenda dan penampungan seperti masjid atau sekolah. [KRG]