Ilustrasi

Koran Sulindo – Jumlah peredaran uang palsu tiap tahun terus turun. Bareskrim Polri dan Bank Indonesia (BI) terus menekan peredaran upal di pasaran.

“Berdasarkan data 2015, perbandingannya dari 1 juta uang asli itu ada 21 lembar upal. 2016, 1 juta uang asli, 13 upal. Tahun 2017, baru setengah tahun. 1 juta uang asli, hanya 2 lembar upal,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Agung Setya, saat merilis kasus upal dengan tersangka berinisial AM di Bareskrim Polri, Komplek Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jumat (16/6).

Salah satu cara menekan dengan melakukan pengawasan terhadap mantan narapidana kasus upal yang baru keluar dari penjara. Seperti yang dilakukan terhadap AM, residivis kasus yang sama baru saja keluar dari LP Salemba pada April lalu.

MA pertama kali ditangkap karena mengedarkan upal. Saat menjalani hukuman selama 1 tahun delapan bulan, tersangka belajar dengan napi lain cara membuat upal. Setelah melakukan pengawasan dan mendapatkan informasi bahwa MA menggeluti profesi sebagai pembuat upal, tim yang dipimpin Kasubdit Upal, Kombes Wisnu Hermawan melakukan penangkapan di kontrakan tersangka di Rajabasa, Lampung Selatan, Rabu (14/6).

Selain menemukan alat pembuat upal, anggota juga mendapatkan seribu lembar uang pecahan Rp50 ribu siap edar. Sebelumnya tersangka sudah menjual upal kepada dua orang pengedar sebanyak 15 lak upal (1 lak = 100 lembar). Kini Bareskrim tengah memburu seseorang yang berperan sebagai penyandang dana.

Agung menegaskan pilihan membuat upal adalah pilihan menjadi penjahat, sehingga akan berisiko tinggi.

“Karena 1 tahun 8 bulan itu hukum bagi pengedar, kalau pembuat tahun lalu kami tangani, hukumannya 7 tahun. Ini ancaman bagi para pembuat. Kita harap para pembuat bisa berhenti karena pasti hasilnya jelek, perbedaan sangat nampak,” katanya.

Sementara Direktur Pengelolaan Uang BI, Decymus, mengatakan BI melakukan upaya preventif dan preemtif. Dari sisi preventif melakukan sosialisasi kepada masyarakat baik melalui pertemuan dan media massa.

“Tujuannya untuk membentuk pertahanan diawal di masyarakat sebelum mereka bisa ditipu. Preemtif, kami terus memperkuat bahan uang dan unsur pengaman uang agar tidak mudah dipalsukan,” katanya.

Decymus mengimbau masyarakat menggunakan uang kartal seperlunya. Selain tidak praktis juga tidak aman.

“Lebih baik gunakan uang elektronik, cek, giro atau transfer,” kata Decymus. [YMA]