Kerusakan pada Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) tengah menjadi sorotan publik karena ditemui banyak lubang dan mengalami keretakan. Sebagai dampak kerusakan tersebut timbul kecelakaan dan terganggunya arus transportasi strategis.
Sebelumnya pada Januari lalu terjadi kecelakaan yang memakan korban jiwa pada JTTS ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung (Terpeka). Pengemudi naas tersebut mengalami kecelakaan ketika menghindari lubang di jalan tol.
Menurut pantauan Kantor Staf Presiden RI di lapangan, saat ini masih terdapat kerusakan di sejumlah titik di antaranya di KM 188, 190-191, dan KM 257 arah Palembang.
Menindaklanjuti kerusakan yang terjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR meminta ruas Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) diperbaiki, yakni Ruas Tol Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung dan Ruas Tol Kayu Agung – Palembang – Betung.
Kementerian PUPR juga menargetkan perbaikan Jalan Tol Trans Sumatra di beberapa ruas itu dapat selesai pada April 2022 karena akan digunakan untuk arus mudik.
Kerusakan pada Jalan Tol Trans Sumatera ini sempat mengherankan banyak pihak karena usianya masih terhitung baru. Sebagai informasi JTTS diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2019 lalu.
Laporan kerusakan pada ruas tol bahkan sudah ditemui saat tiga bulan baru diresmikan. Kerusakan yang disampaikan di antaranya jalan bergelombang, terdapat lubang, serta permukaan jalan retak sehingga membahayakan pengendara.
Penyebab kerusakan
Direktur Operasi III PT Hutama Karya (Persero) Koentjoro sebagai pihak operator ruas Terpeka mengatakan, karakteristik tanah yang ada di tol Terpeka ini sebagian besar adalah rawa sehingga pengerasan jalan yang disarankan dari kajian teknis adalah fleksibel atau hotmix aspal.
“Selama ini banyak yang bertanya kok jalannya bergelombang, kenapa? Karakteristik dari tanah di tol Terpeka itu sebagian besar rawa. Karena kondisinya tersebut akhirnya membuat permukaan jalan tol kurang stabil sehingga terasa bergelombang,” ujarnya di Lampung, Kamis (20/1).
Menurut Koentjoro, terdapat konstruksi yang efektif untuk jalan tol di atas rawa yakni konstruksi pile slab atau pondasi tiang panjang sehingga seperti berbentuk jembatan. Namun, konstruksi ini memakan biaya yang besar yakni Rp300 miliar per kilometernya. Angka ini lebih besar 2 kali hingga 3 kali lipat dari konstruksi jalan tol biasanya.
Hutama Karya menyatakan kini sedang bekerja sama dengan tenaga ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam melakukan penyelidikan untuk perbaikan titik-titik yang bergelombang.
Salah satu tujuan pelibatan tenaga ahli dari ITB adalah untuk memantapkan kekerasan tanah di titik-titik yang dulu rawa pada Tol Terpeka dan mencari treatment-nya seperti apa sehingga timbunan tanahnya bisa kering dan keras. [PAR]