Mahfud MD
Mahfud MD

Koran Sulindo – Pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang karantina kewilayahan yang akan membatasi perpindahan orang, kerumunan orang, dan gerakan orang demi keselamatan bersama.

“Besok itu akan diatur, kapan sebuah daerah itu boleh melakukan pembatasan yang secara umum sering disebut lock down, apa syaratnya, kemudian apa yang dilarang dilakukan, dan bagaimana prosedurnya agar ada keseragaman policy tentang itu,” kata Menko Polhukam, Moh. Mahfud MD, di Jakarta, Jumat (27/3/2020).

Menurut Mahfud, nanti yang mmemtuskan tentang karantina kewilayahan adalah Kepala Gugus Tugas Provinsi kepada Kepala Gugus Tugas Nasional. Gugus Tugas Nasional akan berkoordinasi dengan menteri-menteri terkait, karena karantina kewilayahan itu terkait dengan kewenangan beberapa menteri. Misalnya tentang perhubungan maka harus berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan atau soal perdagangan harus berkoodinasi dengan Menteri Perdagangan.

“Nanti secepatnya sesudah itu keputusan akan diambil satu daerah boleh melakukan karantina wilayah atau tidak,” katanya.

Di antara yang akan dibatasi itu tidak boleh ada penutupan jalur lalu lintas terhadap mobil atau kapal yang membawa bahan pokok. Toko-toko, warung-warung dan supermarket yang diperlukan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari juga tidak bisa ditutup, tidak bisa dilarang untuk dikunjungi, tetapi tetap akan dalam pengawasan yang ketat oleh pemerintah.

“Menurut UU harus ada PP, karena begitu kita melarang, Anda lihat di masyarakat sendirikan ada yang setuju, ada yang tidak,” katanya.

Berdasarkan Pasal 10 UU No. 6/2018 harus diatur dengan peraturan pemerintah, tidak lama juga, dan sekarang langkah-langkah yang sifatnya kebijakan untuk membatasi gerak itu, misalnya harus bekerja di rumah, tidak boleh berkerumun, kan sudah ditegakkan aturan-aturan itu.

“Nanti kalau kita langsung iya, melanggar UU namanya, bisa digugat juga ke pengadilan. Oleh sebab itu harus ada yang mengatur. Siapa yang mengatur itu? Peraturan Pemerintah,” katanya.

Saat ini langkah-langkah yang bersifat kebijakan kasuistis sudah dilakukan oleh pemerintah daerah.

“Kita sudah melakukan teleconference untuk mengoordinasikan itu,” kata Menko Polhukam.

Libatkan TNI-Polri Bubarkan Kerumunan

Sebelumnya, Menko Polhukam mengatakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Penanggulangan Covid-19 melibatkan TNI dan Polri untuk melakukan pembubaran terhadap kerumunan-kerumunan orang yang membahayakan.

“Karena ternyata masih banyak pelanggaran, tingkat pemahaman dan penghayatan masyarakat tentang situasi ini tidak sama, maka kemarin rapat Gugus Tugas jam 12 sampai setengah 3, memutuskan agar TNI dan Polri ikut turun tangan secara selektif dibantu oleh Satpol PP di daerah-daerah untuk melakukan pembubaran terhadap kerumunan-kerumunan orang yang membahayakan,” kata Mahfud, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (23/3/2020).

Menurut Mahfud, pilihan apapun terkait penanganan virus corona ini pasti ada yang mengkritik. Misalnya ada yang mengatakan untuk lockdown, namun begitu dicoba lockdown terbatas dalam transportasi menjadi ribut.

“Ketika ada misalnya perintah mengurangi kerja di kantor, itu banyak juga yang mengeluh, ‘bagaimana pekerja harian seperti kami kalau orang tidak ke kantor kami dapat apa?’ misalnya gojek dan sebagainya. Makanya kita harus bersabar, yang penting kekompakkan antara pemerintah dan rakyat untuk saling menjaga,” katanya.

Istilah lockdown juga kurang manusiawi karena ternyata tidak efektif di Italia. Oleh sebab itu di Indonesia kemudian menggunakan istilah social distancing, tapi lalu ada istilah physical distancing, tetapi yang lebih dianjurkan lagi menggunakan istilah jarak fisik.

“Itu yang ditempuh oleh pemerintah agar melakukan hubungan-hubungan dengan orang lain itu dihindari kalau tidak sangat penting, kalau sangat penting jaraknya diatur 1 meter dan membersihkan diri, tangan, wajah, baju, dan sebagainya, supaya dilakukan masyarakat atas bimbingan pemerintah, physical distancing,” katanya.

Ia juga mengatakan perlu pelibatan Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW) soal jaga jarak fisik itu. Karena berdasarkan informasi dan data yang ada, sekarang virus korona masih ada di tempat-tempat tertentu, misalnya Jakarta, Surabaya, Jawa Tengah dan sebagainya, namun di banyak daerah sifatnya masih kecil-kecil sehingga banyak pemerintah yang abai. [RED]