Kata prangko berasal dari bahasa Latin franco, berarti tanda pembayaran untuk melunasi biaya pengiriman surat. Prangko ditempelkan pada amplop, kartu pos, atau benda pos lainnya sebelum dikirim.
Pertama kali prangko diperkenalkan pada 1 Mei 1840 di Britania Raya sebagai reformasi pos oleh Rowland Hill. Sebelum itu biaya pengiriman surat masih dilakukan dengan uang tunai. Bahkan harus dibayar oleh pengirim surat atau penerima surat. Dengan adanya prangko, biaya dibebankan kepada si pengirim surat.
Setelah Inggris, beberapa negara-negara lain ikut menerbitkan prangko, antara lain Swiss, Mauritius, Prancis, Bavaria, Amerika Serikat dan Brasil. Pemerintah Hindia-Belanda yang kala itu menguasai Nusantara menerbitkan prangko pada 1864.
Prangko berwujud secarik kertas kecil dengan berbagai bentuk, seperti segi tiga, segi empat, segi lima, elips, dan lingkaran. Pada bagian muka terdapat gambar, harga, dan nama negara. Pada bagian belakang terdapat perekat. Prangko diterbitkan oleh pemerintah.
Jenis prangko
Pada umumnya prangko-prangko yang diterbitkan di Indonesia terdiri atas beberapa jenis. Yang terbanyak berupa perangko biasa atau prangko definitif. Tujuan penerbitan prangko definitif untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat pengguna jasa pos. Maka prangko definitif dapat dicetak berulang kali dengan oplah dan nilai nominal tertentu, sesuai kebutuhan perposan. Contohnya Seri Hewan 1956 dan Seri Alat-alat Musik 1967.
Selanjutnya ada prangko non-definitif, yang tidak dapat dicetak berulang. Penerbitan prangko ini, menurut brosur Filateli Selayang Pandang (1991), erat berkaitan dengan pesan yang ingin disampaikan yang terkandung dalam muatan visualnya. Prangko non-definitif terbagi atas empat jenis. Pertama, Prangko Istimewa, untuk menarik perhatian masyarakat di Nusantara dan mancanegara mengenai kegiatan pemerintah di berbagai bidang. Contohnya Seri Keluarga Berencana dan Seri Pariwisata.
Ada lagi Prangko Peringatan, yang penerbitannya dikaitkan dengan peristiwa nasional atau internasional, misalnya Seri PON II 1951, Seri Pemilu 1955, dan 100 Tahun Lembaga Purbakala (1913-2013).
Mungkin jarang dikenal umum, namun sesungguhnya ada Prangko Amal, yang penerbitannya untuk menghimpun dana bagi kepentingan amal. Prangko amal dijual dengan harga tambahan. Keuntungan dari penjualan prangko disumbangkan kepada badan amal yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ketika terjadi tsunami di Aceh, misalnya, pemerintah menerbitkan prangko Seri Bencana Alam Aceh 2004.
Yang termasuk jenis baru berupa Prangko Prisma, Prangko Identitas Milik Anda. Prangko ini tidak dicetak di percetakan khusus. Biasanya ada bidang kosong untuk memuat foto atau gambar, termasuk foto diri. Prangko Prisma berbasiskan olah digital. Meskipun bergambar wajah kita atau foto keluarga, prangko Prisma tetap dapat digunakan untuk berkirim surat.
Filateli
Dalam perkembangan selanjutnya prangko digemari dan dikumpulkan orang. Muncullah para kolektor yang kemudian membentuk perkumpulan hobi. Perkumpulan seperti itu muncul di Nusantara pada 29 Maret 1922. Itulah cikal bakal Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI). PFI ada di berbagai kota. Pada 1 September 2012 berdiri lagi Komunitas Kolektor Prangko Indonesia (KKPI).
Istilah filateli sebenarnya berarti luas, mencakup juga Sampul Hari Pertama, Carik Kenangan, kartu pos, stempel (cap pos), dan benda pos lain. Namun karena prangko memiliki variasi dan kuantitas, maka prangko menjadi objek utama para filatelis.
Dalam menekuni filateli kita perlu beberapa sarana pendukung. Yang utama album prangko yang memiliki beragam jenis dan ukuran, antara lain album statis dan album isi ulang. Lalu kaca pembesar untuk melihat detail prangko. Sebagai pelengkap, kita perlu alat pengukur perforasi. Untuk mengetahui perkembangan harga, tidak boleh melupakan katalogus prangko.
Kalangan filatelis mengenal dua jenis prangko, yakni mint (prangko baru) dan used (prangko berstempel). Mereka mempelajari segala seluk beluk prangko, seperti gerigi dan gambar. Jadi bukan sekadar mengumpulkan prangko.
Mengumpulkan benda-benda pos diyakini memiliki banyak manfaat. Untuk mencari kesenangan, memanfaatkan waktu luang, dan mendapatkan kepuasan batin, menjadi alasan utama para filatelis. Dari faktor psikologis kita dapat melatih ketelitian lewat cara kita memilih dan memilah prangko. Dari faktor edukasi kita dapat mengenal atau mempelajari sejarah, kebudayaan, seni, dan ilmu pengetahuan.
Yang jelas terdapat banyak alasan mengapa orang mengumpulkan prangko dan benda-benda pos. Ada rasa kebanggaan, harapan untuk memperoleh keuntungan, dan tertarik akan keindahan desain prangko. Kenyataan memang filateli adalah hobi yang sehat dan bermanfaat. Hobi ini digeluti oleh berbagai tingkatan usia dan tingkatan sosial. Tentu hobi ini disesuaikan dengan kantong masing-masing.
Dulu hobi ini boleh dibilang murah meriah karena kita bisa memperoleh prangko bekas lewat teman atau kerabat kita yang bekerja di kantor. Termasuk juga lewat korespondensi atau sahabat pena. Namun setelah era internet semakin berkembang, pengiriman surat semakin surut karena digantikan surat elektronik atau SMS yang lebih cepat sampai.
Di mata sebagian orang, prangko menjadi alat investasi. Memang dari hobi bisa menjadi bisnis. Ada prangko yang berharga jutaan hingga milyaran rupiah sekeping. Tentu tidak sembarang prangko, melainkan prangko kuno, langka, dan unik. Hal itu biasanya dilakoni oleh filatelis senior atau profesional, yang biasa berhubungan dengan sesama filatelis atau balai lelang internasional. [DS]