Memasuki bulan keduapuluh perang antara Rusia dengan Ukraina, tanda-tanda perang akan usai belum terlihat. Kedua pihak masih gencar melancarkan serangan, terakhir puluhan drone diluncurkan Ukraina ke basis militer Rusia di Krimea (29/10). Serangan itu berhasil dilumpuhkan di atas laut hitam sebelum masuk wilayah Krimea.
Meski perang terus berkecamuk, posisi Ukraina di dunia semakin terdesak ditandai dengan melemahnya dukungan dari negara-negara eropa dan tekanan terhadap pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mengurangi bantuan ke Ukraina.
Salah satu negara yang akan segera menghentikan dukungan adalah Slovakia. Perdana Menteri Slovakia, Robert Fico, belum lama ini mempertanyakan kebijakan Uni Eropa (UE) untuk memberikan dana tambahan sebesar 50 miliar euro kepada Ukraina.
“Ukraina adalah salah satu negara paling korup di dunia,” kata Perdana Menteri Slovakia Robert Fico pada hari Jumat (27/10) saat pertemuan puncak Uni Eropa di Brussels Belgia.
Fico mempertanyakan tambahan dana 50 miliar euro yang dialokasikan untuk Ukraina dalam usulan anggaran UE, Fico menyebut tambahan dana bagi Ukraina tidak akan mengubah hasil dari perang.
Meskipun Perdana menteri Slovakia itu setuju untuk meningkatkan kontribusi Slovakia kepada UE sekitar 400 juta euro selama empat tahun ke depan, tetapi dengan syarat hanya jika UE dapat berjanji bahwa kontribusi tersebut tidak akan dicuri oleh Ukraina.
“Ukraina adalah salah satu negara paling korup di dunia dan kami meminta dukungan keuangan ini harus dengan jaminan tidak digelapkan,” kata Fico kepada wartawan.
Sebagai imbalan atas peningkatan kontribusi Slovakia, Fico juga menekankan agar tidak ada pemotongan dana dukungan bagi petani, bahwa peningkatan anggaran akan digunakan untuk memerangi imigran ilegal dan meningkatkan daya saing UE.
Slovakia juga meminta supaya perusahaan-perusahaan Slovakia menerima sebagian kontrak untuk membangun kembali Ukraina, dan pemulihan infrastruktur perbatasan antara kedua negara harus diprioritaskan.
PM Slovakia bukan satu-satunya pemimpin Uni Eropa yang menolak keras upaya berkelanjutan untuk mendukung keuangan Kiev. Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban menyatakan bahwa strategi pengiriman bantuan miliaran dolar telah gagal. “Ukraina tidak akan menang di medan perang,” kata Orban.
Menteri Luar Negeri Hongaria Peter Szijjarto awal pekan ini juga mengecam apa yang disebutnya sebagai pemyakit ‘psikosis perang’ Uni Eropa. Orban menuduh Brussel merencanakan konflik selama empat tahun dengan belanja senjata besar-besaran, termasuk kemungkinan investasi militer di Ukraina, tanpa pendanaan atau upaya apa pun untuk menyelesaikan permusuhan.
Dukungan Amerika Serikat terbelah
Sebagai penopang utama persenjataan dan dana perang bagi Ukraina, pemerintahan Joe Biden semakin tersudut.
Penolakan baru muncul dari Partai Republik yang menentang strategi Biden di Ukraina.
Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan memperingatkan pekan lalu bahwa pendanaan yang telah disetujui Kongres hampir habis.
Pernyataan Sulivan tersebut sebagai reaksi ketika Biden meminta Kongres pada Jumat lalu untuk menyetujui paket tambahan bantuan dalam jumlah besar senilai $106 miliar, dengan rincian $60 miliar dialokasikan untuk Ukraina dan sisanya untuk membantu Israel dan Taiwan.
Sementara itu dikabarkan Pentagon semakin khawatir atas menipisnya persediaan amunisi yang diperlukan untuk mendukung Israel dan Ukraina.
Ukraina juga dinilai gagal melancarkan serangan balasan terhadap pertahanan Rusia selama beberapa bulan terakhir.
Sekelompok senator AS dari Partai Republik kemudian mengajukan rancangan undang-undang yang berupaya memisahkan pendanaan untuk Israel dan untuk Ukraina.
“Tidak masuk akal bagi pemerintah mengeksploitasi paket bantuan bagi Israel dengan menyedot miliaran dolar dari pembayar pajak dan memberi cek kosong lagi untuk Ukraina.” kata Senator Mike Lee dari Partai Republik. [PAR]