Koran Sulindo – Laporan Amnesti Internasional menyebutkan perang sipil di kota Marawi, Filipina menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yang tidak sedikit. Korban itu disebabkan oleh militan Islam yang mendeklarasikan diri bagian dari ISIS dan serangan militer Filipina.
Mengutip Reuters, GMA Network, media Filipina menuliskan, laporan Amnesti Internasional itu berdasarkan wawancara dengan 48 saksi dari bulan September hingga November 2017. Karena itu, lembaga itu mendesak untuk menyelidiki secara independen kemungkinan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Perang sipil di Marawi – sebuah kota dengan penduduk mayoritas beragama Islam – merupakan perang terlama dan terbesar yang terjadi di Filipina sejak Perang Dunia II. Lebih dari sekitar 1.000 orang tewas yang sebagian besar adalah kelompok militan Islam. Selebihnya sekitar 166 tentara dan 47 orang warga sipil menjadi korban dalam pertempuran itu.
Akibat perang itu, setidaknya 350 ribu terpaksa mengungsi dan sebagian besar kota Marawi hancur akibat serangan udara militer Filipina. Para saksi yang diwawancarai Amnesti Internasional menyebutkan setidak 10 peristiwa secara terpisah tatkala sedikitnya 25 orang dieksekusi militan Maute-ISIS adalah orang Kristen. Amnesti Internasional menegaskan peristiwa itu sebagai kejahatan perang.
Di samping peristiwa itu, setidaknya 10 orang warga yang menjadi sandera kelompok Maute kemungkinan tewas karena serang bom militer Filipina. Atas peristiwa ini, Amnesti Internasional mendesak agar dilakukan penyelidikan independen atas peristiwa ini. Terutama untuk memastikan apakah serangan udara itu sudah sesuai aturan atau tidak.
“Penyelidikan harus dilakukan secara cepat, efektif dan tidak memihak mengenai serangan bom terhadap lingkungan sipil. Rujukannya adalah hukum humaniter internasional,” kata Tirana Hassan, salah satu pejabat Amnesti Internasional.
Ia meminta, pemerintah Filipina mesti bertindak tegas dan membawa mereka yang bertanggung jawab atas penyiksaan dan pelanggaran ke pengadilan. Khusus untuk korban, mesti dipastikan mereka menerima reparasi yang sesuai dari pemerintah.
Menanggapi laporan Amnesti Internasional itu, militer Filipina yang diwakili Mayor Jenderal Restituto Padilla mengatakan, pihaknya akan menindaklanjutinya secara serius. Pasukan militer Filipina dipastikan akan mematuhi hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia. Ia memastikan akan menindak tegas dan membawa mereka yang melanggar ke pengadilan.
Laporan yang berjumlah 34 halaman itu berjudul The Battle of Marawi: Death and destruction in the Philippines. Mengutip salah satu kesaksian salah satu korban mengatakan, ia dibebaskan kelompok militan Islam karena mampu membacakan kalimat syahadat. Akan tetapi, seorang sopir ambulans ditembak mati kelompok militan karena tak mampu mengucapkan kalimat syahadat.
Juga beberapa kesaksian yang mengaku melihat eksekusi terhadap beberapa orang, penyiksaan, kerja paksa dan lain-lain. Kisah para korban ini ibarat keluar dari mulut buaya masuk ke mulut singa. Pasalnya, ketika mereka mampu meloloskan diri dari kelompok militan, tapi ketika ditangkap tentara justru mereka disiksa karena dianggap bagian dari kelompok Maute-ISIS. [KRG]