Perang Garuk Rasuna Said versus Hatta

Hajjah Rangkayo Rasuna Said

Koran Sulindo – Dari tiga orang anggota perempuan di Badan Pekerja KNP, Hajjah Rangkayo Rasuna Said (lahir di Maninjau, 14 September 1910) yang dikenal berani menyuarakan aspirasinya.

“…. Selain ‘srikandi’, Nyonya Rasuna mempunyai gelar the cat. Kukunya tajam dan entah sudah berapa kali kuku itu dipakainya untuk menggaruk muka pemerintah, sehingga kadang-kadang pemerintah yang kadang-kadang merasa kesakitan pun seolah-olah menjadi ‘kater’ dan membalasnya menggaruk,” tulis Subakir dalam salah satu bagian buku Skets Parlementer.

Suatu kali, pernah suatu kali dalam suatu sidang Badan Pekerja, Rasuna mengkritik “kekejaman dan kurangnya kemampuan pemerintah” mengatasi kesulitan Madiun Affair.

Mendengar kritik itu, Perdana Menteri Mohamad Hatta lantas berkata: “Mengapa tidak lebih baik anggota Rasuna masuk FDR saja?!”

Bukannya kapok, dalam sidang beberapa hari kemudian, Rasuna menggaruk pemerintah lagi. “Dimana Muso sekarang?” tanyanya dengan garang. Saat itu Muso masih buron.
Hatta menggaruk balik: “Kalau anggota Rasuna tahu, tolong beritahu kami.”

Meski dibesarkan dalam tradisi Islam di Minangkabau, Rasuna Said secara terbuka menunjukkan “simpati”nya kepada kaum kiri Indonesia. Dalam suatu rapat ia mengatakan “tidak merasa ada pertentangan antara pelajaran Islam dengan pelajaran sosialisme”, dan bahwa “komunisme adalah perwujudan kehendak Islam, selain mengenai hak orang-seorang”.

Rasuna juga mencela keras tindakan-tindakan yang mempertajam “perlainan” yang ada di masyarakat, sehingga menjadi “peruncingan”. Kata Rasuna, “Keindahan masyarakat justru dalam perlainannya itu.”

Ketika dalam masyarakat dan Badan Pekerja KNP terjadi pertentangan dalam menghadapi Persetujuan Renville, yaitu antara kaum kiri yang dipelopori FDR di satu pihak, dengan kaum kanan yang dipelopori Masjumi-PNI di lain pihak, Rasuna mencoba mendamaikan pertentangan itu dengan makian yang pedas.

“Anda semua yang duduk sebagai anggota fraksi yang sedang bertengkar di Badan Pekerja ini adalah karena ‘hadiah revolusi’. Sebab kalau tidak ada revolusi yang dilakukan seluruh rakyat mustahil kita semua duduk di sini,” teriak Rasuna.

“Lantas yakinkah saudara-saudara semua bahwa dengan bertengkar terus menerus, rakyat berevolisi dan yang menyebabkan anda semua duduk di sini, akan mendapatkan keuntungan?!”

Demi mendengar perkataan Rasuna Said itu, para anggota parlemen yang bertengkar diam seketika. Tapi, pertarungan di luar parlemen terus berlangsung, hingga pecahnya Madiun Affair. (Satyadarma Hs.)