Perang Dunia 2: Apa yang Akan Terjadi Seandainya D-Day Gagal?

Jenderal Dwight D. Eisenhower mengunjungi pasukan terjun payung dari Divisi Lintas Udara ke-101 beberapa jam sebelum mereka terjun ke Prancis yang diduduki Jerman (D-Day). 5 Juni 1944. (Sumber: Holocaust Encyclopedia)

Faktor cuaca sering berperan penting dalam peperangan.

Selama Perang Dunia 2, faktor cuaca sangat diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan operasi pendaratan pasukan Sekutu di pantai Normandia, yang juga dikenal sebagai D-Day.

Awalnya, operasi akan dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 1944.

Namun karena tiba-tiba cuaca memburuk di selat yang memisahkan Inggris dengan daratan Eropa, Panglima Jenderal Dwight Eisenhower menunda invasi paling lambat satu hari.

Dilematis

Menurut analisis dalam Perang Eropa oleh P. K. Ojong, sejarawan kemiliteran Stephen E. Ambrose melihat apa yang dihadapi Eisenhower memang dilematis.

Jika badai masih berlangsung hingga tanggal 6 Juni, maka dia masih bisa membatalkan invasi, meskipun itu tidaklah mudah karena persiapan sudah berjalan.

Andaikata ditunda, maka kemungkinan yang terbaik berdasarkan prakiraan cuaca, barulah pada tanggal 19 Juni, dengan bulan purnama dan laut cukup tenang.

Namun, kenyataan nantinya menunjukkan, justru pada waktu itulah badai terburuk menimpa pantai Normandia.

Sebaliknya, menurut Ambrose, apabila Eisenhower meneruskan keputusannya dan hujan angin terus berlangsung, maka Operasi Overlord boleh jadi akan kacau balau.

Dengan ombak besar, kapal-kapal pendarat akan diombang-ambingkan ombak sehingga apabila tiba di pantai, pasukan akan mabuk laut dan tidak mampu bertempur, sedangkan pihak musuh yang aman di kubu-kubunya, secara leluasa dapat menembaki pasukan Sekutu.

Kondisi cuaca seperti itu juga tidak memungkinkan penerjunan pasukan payung secara efektif untuk membantu serangan pasukan pendarat.

Begitu pula pesawat pengebom. Sekutu tidak mungkin beroperasi untuk menggempur pertahanan Jerman.

Meriam besar kapal perang dapat menembaki daratan, tetapi akurasinya diragukan akibat kapal terus digoyang ombak besar.

Eisenhower bisa saja membatalkan gelombang pendaratan susulan, tetapi berarti mengorbankan pasukan yang telah mendarat lebih dulu untuk dibantai atau ditawan musuh.

Hal ini seperti pada kegagalan pendaratan di Dieppe tahun 1942.

Apabila kegagalan semacam itu terjadi lagi di Normandia, Eisenhower pasti kehilangan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi Sekutu.

Lalu siapa yang akan menggantikannya? Stephen Ambrose menyebutkan Jenderal Bernard Montgomery tidak akan diterima oleh pihak Amerika.

Jenderal Omar Bradley juga dinilai berpotensi gagal seperti Eisenhower.

Sedangkan Jenderal George Patton dapat diusulkan setelah pendaratan dilakukan, tetapi Montgomery akan berusaha memvetonya.

Pilihan tinggal pada Jenderal George Marshall, Kepala Staf AD Amerika.

Namun, diperkirakan dia akan tetap dipertahankan membantu Presiden Roosevelt di Washington.

Selain kesulitan memilih pengganti Eisenhower, maka kegagalan mendarat di Normandia juga menyulitkan pilihan sasaran pendaratan berikutnya.

Rencana alternatif selain Normandia tidak ada karena tempat itu dinilai yang paling bagus untuk operasi pendaratan Sekutu.

Untuk mendarat lagi di tempat sama, dirasakan sangat riskan. Lalu di mana?

Ambrose menilai pantai Pas de Calais memiliki pertahanan yang jauh lebih kuat daripada Normandia, sedangkan sekitar Le Havre juga penuh pertahanan Jerman.

Akhirnya tempat yang memungkinkan untuk invasi susulan Sekutu adalah pantai di Prancis Selatan.

Namun, lokasinya terlalu jauh untuk logistik dan terlalu jauh pula untuk mencapai Sungai Rhine dan Berlin.

Jika D-Day Gagal

Kegagalan D-Day diperkirakan akan membuat pemerintahan PM Winston Churchill di Inggris jatuh.

Sementara di AS, pemilihan presiden ketika itu tinggal lima bulan lagi.

Apabila Presiden Roosevelt tidak mampu menunjukkan kehebatan militer Amerika, maka dia juga akan kalah dalam pemilihan presiden tersebut.

Sedangkan bagi Adolf Hitler, gagalnya D-Day oleh Sekutu akan membuatnya terlepas dari ancaman menghadapi dua front peperangan, sekalipun kekuatan Sekutu yang masih utuh di Inggris, tetap merupakan ancaman baginya.

Meski demikian, Hitler masih dimungkinkan mengirim sebagian pasukannya dari Prancis untuk membantu di front timur.

Menurut Ambrose, hal lain yang dapat diperbuat Hitler adalah memecah belah aliansi antara Sekutu Barat dengan Soviet, seperti meyakinkan Stalin bahwa kapitalis Barat siap habis-habisan melawan Rusia.

Hitler mengajak Soviet untuk menghidupkan kembali pakta Jerman-Soviet tahun 1939. Namun, kemungkinan berhasilnya upaya ini dinilai kecil sekali.

Bahkan, yang lebih mungkin terjadi, Soviet akhirnya akan mengalahkan Jerman dan terus bergerak ke barat hingga Selat Inggris.

Apabila gambaran ke arah seperti itu yang akan terjadi, maka sejarawan Stephen Ambrose tidak ragu berpendapat bahwa bom atom Amerika akan dijatuhkan di Jerman pada akhir musim panas 1945!

Kevakuman di Eropa Tengah akibat dijatuhkannya bom atom, akan mengisap masuk kekuatan dari luar. Tentara Merah dari timur dan tentara Sekutu dari Inggris.

Apakah keduanya akan bentrok, dan apakah Amerika akan menggunakan lagi bom atomnya terhadap Soviet?

Ataukah mereka akan bekerja sama menarik garis batas kekuasaan di Eropa Tengah, sebagaimana yang mereka telah perlihatkan pada tahun 1945?

Kegagalan D-Day pada akhirnya tidak akan menghasilkan kemenangan buat Nazi.

Namun, konsekuensi lain yang buruk dan menakutkan adalah kemenangan Komunis Soviet di Eropa.

Maka akan muncul Jerman, Prancis, Belgia, Belanda, yang dikuasai Komunis, dengan prospek hubungan AS dengan Uni Soviet akan teramat sulit dan amat membahayakan.

Tetapi, prospek menakutkan ini hanya akan timbul, seandainya Jerman menggagalkan D-Day akibat cuaca yang salah pada 6 Juni 1944. [BP]