Sri Jayabhupati, sebagai pendiri Kerajaan Pajajaran, memainkan peran sentral dalam sejarah Jawa Barat. Tidak hanya sebagai pemimpin yang bijaksana, tetapi juga sebagai simbol persatuan dua kerajaan besar di wilayah tersebut, yaitu Sunda dan Galuh.
Melalui kebijakan dan tindakan yang cermat, ia membangun fondasi yang kokoh bagi kerajaan yang akhirnya mencapai puncaknya di bawah pemerintahan Prabu Siliwangi. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang perjalanan Sri Jayabhupati, dari latar belakangnya sebagai putra Raja Sunda, hingga warisan yang ditinggalkannya yang terus dikenang dalam sejarah Indonesia.
Latar Belakang Sejarah
Melansir beberapa sumber, Sri Jayabhupati, sosok yang sangat penting dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam sejarah Kerajaan Pajajaran. Sebagai pendiri kerajaan Hindu terbesar di Jawa Barat, ia memainkan peran kunci dalam menyatukan kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya, serta meletakkan dasar bagi kemakmuran kerajaan yang akan berkembang lebih jauh setelah masa pemerintahannya.
Sri Jayabhupati sendiri merupakan putra dari Rakeyan Jamri, Raja Sunda yang berkuasa di Kawali. Pada tahun 923 M, ia naik tahta sebagai raja Sunda. Masa pemerintahannya menandai babak penting dalam sejarah Sunda, dengan keberhasilannya mengakhiri konflik antara kerajaan Sunda dan Galuh yang sebelumnya bersaing
Untuk mempererat hubungan antara kedua kerajaan tersebut, Sri Jayabhupati menikahi Dewi Tejakencana, putri dari kerajaan Galuh. Pernikahan ini menjadi simbol penggabungan dua kerajaan yang kini bersatu menjadi satu kesatuan yang lebih kuat dan stabil.
Pendirian Kerajaan Pajajaran
Sri Jayabhupati mendirikan Kerajaan Pajajaran di Pakuan, yang sekarang dikenal sebagai kota Bogor. Nama “Pajajaran” sendiri berasal dari kata “pajajaran” yang berarti “tempat yang terang” atau “tempat suci,” yang mencerminkan keagungan dan kesucian kerajaan tersebut, berlandaskan ajaran Hindu.
Kerajaan Pajajaran yang dibangun di bawah kepemimpinan Sri Jayabhupati ini merupakan salah satu kerajaan terbesar di wilayah Jawa Barat, dengan pengaruh yang besar di masa itu.
Dalam Prasasti Sanghyang Tapak, Sri Jayabhupati disebutkan sebagai penguasa yang memiliki hubungan erat dengan agama Hindu, terutama dalam pemujaan kepada dewa-dewa seperti Siwa dan Durga. Agama Hindu menjadi salah satu landasan penting dalam struktur pemerintahan dan kebudayaan di Kerajaan Pajajaran.
Pemerintahan dan Kebijakan
Sri Jayabhupati dikenal sebagai seorang raja yang bijaksana dan adil. Salah satu kebijakannya yang terkenal adalah memindahkan ibu kota dari Kawali ke Pakuan. Pemindahan ibu kota ini dilakukan dengan alasan strategis, yang bertujuan untuk memperkuat posisi politik dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Pakuan, yang terletak di wilayah yang lebih aman dan strategis, menjadi pusat pemerintahan yang menghubungkan berbagai kerajaan di sekitarnya.
Selain itu, Sri Jayabhupati juga dikenal membangun banyak candi dan prasasti sebagai tanda kemakmuran dan dedikasinya terhadap agama Hindu. Salah satu prasasti penting yang dikeluarkan olehnya adalah Prasasti Kawali, yang berisi tentang silsilah raja-raja Sunda dan Galuh serta perdamaian antara kedua kerajaan tersebut.
Sri Jayabhupati meninggal pada tahun 952 M, dan pemerintahannya diteruskan oleh putranya, Sri Wastu Kancana. Walaupun Sri Jayabhupati tidak lagi memerintah setelah tahun 952, warisan yang ia tinggalkan tetap hidup dalam sejarah dan budaya masyarakat Sunda.
Kerajaan Pajajaran mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja) antara tahun 1482 hingga 1521 M. Namun, fondasi yang dibangun oleh Sri Jayabhupati sangat penting untuk perkembangan kerajaan tersebut.
Sebagai pendiri Kerajaan Pajajaran dan simbol persatuan antara dua kerajaan besar di Jawa Barat, Sri Jayabhupati dikenal karena kebijaksanaan dan kepemimpinan yang membawa stabilitas dan kemakmuran.
Pendirian kerajaan ini juga menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Nusantara, mencerminkan dinamika politik dan sosial yang terjadi pada masa itu. Hingga kini, warisan budaya Kerajaan Pajajaran terus dihargai oleh masyarakat Sunda dan menjadi bagian integral dari sejarah Indonesia. [UN]