Ada banyak tokoh yang berperan penting di balik gemilangnya perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia, tidak hanya dari kalangan politik atau militer, tetapi juga dari sektor ekonomi. Mereka adalah para pengusaha yang tak hanya memutar roda bisnis, tetapi juga menjadi tulang punggung perjuangan bangsa. Salah satu nama yang layak mendapat sorotan adalah Agoes Moesin Dasaad.
Tak banyak yang tahu, di balik kebesaran perjuangan Bung Karno dan para pendiri bangsa, terdapat dukungan finansial yang berperan vital, salah satunya dari Dasaad. Dengan dedikasi dan keberaniannya, ia bukan hanya mencetak kesuksesan sebagai pengusaha, tetapi juga menjadi bagian penting dalam perjalanan bangsa menuju kemerdekaan. Siapakah sebenarnya Agoes Moesin Dasaad, dan bagaimana ia memainkan peran penting tersebut? Mari kita telusuri kisah inspiratifnya.
Agoes Moesin Dasaad sebagai ATM berjalan Sukarno
Agoes Moesin Dasaad adalah salah satu tokoh pengusaha Indonesia yang memiliki kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan. Sosoknya dikenal bukan hanya sebagai seorang pengusaha sukses, tetapi juga sebagai penyokong dana penting bagi aktivitas politik Bung Karno, terutama di masa-masa pergerakan menuju kemerdekaan.
Agoes Moesin Dasaad lahir pada 25 Agustus 1905 di Jolo, Filipina. Ayahnya, seorang guru agama asal Lampung, dan ibunya berasal dari Bengawan, Sulu, Filipina. Pada usia satu tahun, ia pindah ke Lampung bersama keluarganya. Pendidikan dasarnya diselesaikan di Lampung pada tahun 1918, setelah itu ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Dagang di Singapura hingga 1922. Selama di Singapura, ia magang selama satu tahun sebagai asisten pemegang buku di perusahaan Loa Mock & Coy.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Dasaad mulai terjun ke dunia bisnis hasil bumi. Ia membeli komoditas dari Lampung dan Bengkulu untuk kemudian dikirim ke Palembang, Jawa, Singapura, dan Filipina. Perjalanan bisnisnya membuat Dasaad berpindah-pindah antara kota-kota besar di Indonesia dan Singapura.
Pada tahun 1930-an, ia memperluas bisnisnya ke sektor perkapalan dan impor alat manufaktur, hingga mendirikan konglomerasi bernama Dasaad Musin Concern. Perusahaan ini memegang lisensi beberapa merek mobil Eropa dan Jepang serta memiliki jaringan di Asia Tenggara dan Zanzibar pada tahun 1941. Cabangnya tersebar di Betawi, Bangil, Surabaya, Cirebon, Solo, Lampung, Palembang, dan Bengkulu.
Pada tahun 1941, Dasaad membeli pabrik tekstil Kantjil Mas di Bangil, Jawa Timur, dari seorang pengusaha Jerman. Bersama Abdul Ghany Aziz, ia mengembangkan pabrik tersebut dengan dukungan kredit dari Javansche Bank. Tidak hanya mengembangkan bisnis, Dasaad juga sering membantu kolega-koleganya dengan memberikan cek bernilai besar untuk mendukung berbagai kebutuhan mereka.
Walaupun bisnisnya menurun selama pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945), Dasaad tetap aktif berperan dalam perjuangan kemerdekaan. Ia menjadi satu-satunya pengusaha non-Tionghoa, Arab, atau India yang duduk di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam BPUPKI, ia dipercaya sebagai ketua Komisi Pemungutan Suara yang membahas bentuk negara.
Setelah Jepang menyerah pada tahun 1945, Dasaad menunjukkan dukungannya pada negara yang baru terbentuk dengan mendonasikan 100.000 Gulden kepada Sukarno. Ia juga aktif dalam penggalangan dana untuk Palang Merah Indonesia (PMI), yang baru saja didirikan pada 17 September 1945. Bahkan, ketika Bung Karno mengalami kesulitan finansial, Dasaad tak segan membantu dengan memberikan koper berisi dolar.
Masa Orde Baru dan Akhir Hayat
Pada era Orde Lama, Dasaad bersama pengusaha lain seperti Hasyim Ning dan Rahman Thamin dianggap sebagai pengusaha terkaya di Indonesia. Namun, perubahan politik menuju Orde Baru berdampak pada penurunan bisnisnya. Meskipun demikian, ia tetap setia mendampingi Bung Karno yang mulai terkucil pasca peristiwa Gerakan 30 September dan Supersemar.
Agoes Moesin Dasaad meninggal dunia pada 11 November 1970 dalam usia 65 tahun. Hingga akhir hayatnya, ia dikenang sebagai sosok yang berjasa besar, baik sebagai pengusaha maupun pendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. [UN]