Penyuap Patrialis Diduga Jaringan Kartel Daging Sapi Impor

Basuki Hariman/id.vltrends.com

Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Basuki Hariman, pengusaha penyuap hakim konstitusi Patrialis Akbar, termasuk dalam jaringan kartel yang mengurus daging sapi impor.

“Iya, dia itu kartel. Lihat saja kita dapatkan 28 stampel di perusahaannya itu. Jadi itu mereka penguasa daging sapi,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, Selasa (31/1).

Dalam penggeledahan yang dilakukan di gedung PT Sumber Laut Perkasa di Sunter pada Jumat (27/1), penyidik KPK menemukan 28 cap atau stempel yang bertuliskan nama kementerian dan organisasi internasional terkait dengan importasi daging.

Stempel itu antara lain merupakan stempel Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI, label halal dari negara pengekspor daging seperti “Austalian Halal Food Services”, “Islamic Coordinating Council of Victoria”, Queensland, Kanada, dan China.

“Karena Bulog itu melalui peraturan pemerintah hadir untuk mengurai tata niaga supaya ada persaingan, maka salah satunya persaingan dengan Bulog,” kata Laode.

Monopoli kartel itu dilanggengkan dengan peraturan yang menyatakan  impor daging sapi hanya dapat berasal dari sejumlah negara tertentu.

“Sebenarnya itu mungkin karena melalui peraturan presiden. Mereka, termasuk Basuki ini yang mau memonopoli, sehingga dengan adanya impor dari Bulog itu merasa tersaingi dan tidak bisa jual lebih mahal. Makanya mereka meminta JR (Judicial Review) supaya jangan dibolehkan Bulog untuk mengimpor dari negara yang dianggap belum 100 persen,” katanya.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha [KPPU] pada 2015 berhasil membongkar penyebab kenaikan harga daging sapi. Lembaga ini pada April 2016 menghukum puluhan perusahaan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi karena terbukti melakukan praktik kartel.

KPK saat ini masih fokus untuk mengusut kasus Basuki yang menyuap hakim konstitusi Patrialis Akbar terkait uji materi UU Peternakan, dan belum mengembangkan kepada kasus lainnya.

“Kami belum fokus pengembangannya karena masih fokus yang ini,” kata Laode.

Dalam penggeledahan itu KPK juga menyita 11.300 dolar Singapura dari brankas milik tersangka Basuki Hariman.

“Penyitaan terhadap dokumen juga dilakukan tapi kami tidak bisa rinci menyampaikan di sini. Tapi dokumen keuangannya lebih lengkap dari dokumen keuangan yang disita pada saat OTT, “ kata juru bicara KPK, Febridiansyah.

Latar Belakang

Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.

Patrialis Akbar

Perkara No 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona “base” di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.

UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara “Zone Based”, dimana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.

Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni “country based” yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor PT Sumber Laut Perkasa.

Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Kasus ini berawal dari penangkapan yang dilakukan KPK pada Rabu (25/01). Dalam penangkapan itu,  KPK mengamankan 11 orang dari 3 lokasi berbeda. KPK menangkap Kamaludin di Lapangan Golf di daerah Rawamangun, Jakarta Timur; Basuki, Ng, dan sejumlah karyawannya di sebuah kantor di Daerah Sunter, Jakarta Utara. Lalu, sekitar pukul 21.00, KPK menangkap Patrialis di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat.

Patrialis diduga menerima hadiah atau janji dari Basuki dan Ng untuk mempengaruhi putusan perkara.

Mahkamah Konstitusi memecat Patrialis 2 hari setelah penangkapan itu.

“Sesuai dengan Pasal 4 PMK No. 2 Tahun 2014, membebastugaskan Hakim Terduga Dr. Patrialis Akbar, SH., MH dari tugas dan kewenangannya sebagai Hakim Konstitusi sejak hari ini, Jumat 27 Januari 2017,” kata Ketua MK, Arief Hidayat. [Antara/kpk.go.id/ mahkamahkonstitusi.go.id/DAS]