Ilustrasi

Koran Sulindo – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan alasan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang penundaan Pilkada Serentak didasari penyebaran COVID-19 yang sudah ditetapkan sebagai bencana nasional oleh pemerintah Indonesia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan Covid-19 sebagai pandemi.

“Perlu diambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa, termasuk perlunya penundaan tahapan Pilkada Serentak 2020,” kata Yasonna, di Jakarta, Rabu (6/5/2020).

Pada Selasa (5/5/2020) kemarin, Pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2020, tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Dalam Perppu yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 4 Mei 2020 itu, waktu pemungutan suara pilkada di 270 daerah yang semula dijadwalkan pada 23 September diundur hingga Desember 2020.

Penundaan pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2020 itu disepakati DPR bersama Pemerintah.

Menurut Yasonna, dalam Perppu tersebut dijelaskan bahwa penundaan pelaksanaan pilkada serentak ditetapkan demi menjaga pelaksanaan pilkada yang demokratis, berkualitas, serta untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri.

Jika hingga Desember 2020 pandemi COVID-19 belum berakhir, penundaan pelaksanaan pilkada serentak dapat diperpanjang.

“Pemungutan suara pilkada serentak pada Desember 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi COVID-19 belum berakhir,” katanya.

Dalam Perppu itu, pada Pasal 201 disisipkan satu pasal menjadi Pasal 201 A yang berbunyi, “Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat 6 ditunda karena terjadi bencana nonalam sebagaimana dimaksud Pasal 120 ayat 1.”

Pada Pasal 120 ayat 1 dinyatakan, “Dalam hal pada sebagian wilayah Pemilihan, seluruh wilayah Pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, (maka) dilakukan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan.”

Pasal 201A ayat 2 menyebut pemungutan suara serentak yang ditunda, dilaksanakan pada Desember 2020.

Apabila pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada pasal 201A ayat 2 tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam dan dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan DPR.

Beri Kepastian Hukum

Sementara itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar rapat pleno untuk menindaklanjuti terbitnya Perppu tersebut. Langkah-langkah yang akan diambil untuk proses penyelenggaraan pilkada akan ditentukan setelah pleno tersebut.

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyarankan agar KPU segera merevisi Peraturan KPU (PKPU) tentang tahapan pilkada mengingat waktu yang tersisa sebelum tahapan digulirkan kembali tinggal beberapa minggu lagi.

“Artinya (kalau hari pemilihan pada Desember 2020) kira-kira pada bulan (Mei) ini KPU harus menyiapkan soal revisi PKPU tahapan pemilu, itu penting untuk menjamin sebuah kepastian menegakkan penegakan hukum pemilu,” kata Kepala Bawaslu, Abhan, di Jakarta, Rabu (6/5/2020).

Perppu itu memberikan kepastian hukum sekaligus ketidakpastian.

“Yang saya katakan tadi ada kepastian tetapi juga ada ketidakpastian adalah kemungkinan masih membuka ruang hari pemilihan Pilkada tidak dilakukan di Desember 2020, kemungkinan bisa keluar 2020,” katanya.

Tetapi tahapan baru bisa dimulai kembali setelah menunggu status pandemi yang dikategorikan bencana non alam itu setelah dinyatakan berakhir oleh pihak berwenang, karena perppu mengatur adanya kemungkinan pilkada kembali ditunda akibat pandemi COVID-19 belum berakhir. [RED]