Dalam beberapa hari terakhir, perhatian publik tertuju pada demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI yang memprotes revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada hari Kamis (22/8/2024).

Aksi ini memanas hingga menyebabkan dua pagar pintu depan Gedung DPR/MPR RI dijebol oleh massa yang melakukan demo. Massa berhasil memasuki halaman Kompleks Parlemen Senayan, membawa ketegangan yang memuncak dengan pelemparan batu ke arah aparat kepolisian, yang akhirnya memaksa polisi menembakkan gas air mata untuk mengendalikan situasi.

Sayangnya, kericuhan ini juga diwarnai oleh tindakan merusak fasilitas umum, termasuk halte bus di depan gedung tersebut.

Demonstrasi adalah hak asasi yang dijamin dalam negara demokrasi. Melalui demonstrasi, masyarakat dapat menyalurkan aspirasi mereka, menuntut keadilan, atau menolak kebijakan yang dianggap merugikan.

Demonstrasi bisa menjadi alat yang efektif untuk menarik perhatian publik dan mendorong perubahan sosial atau politik. Dalam hal ini, mahasiswa dan masyarakat yang turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi UU Pilkada telah menjalankan hak mereka sebagai warga negara yang peduli terhadap masa depan demokrasi.

Namun, ada garis tipis yang harus dijaga dalam menjalankan hak ini, yaitu batasan antara protes damai dan tindakan anarkis. Aksi yang awalnya ditujukan untuk memperjuangkan hak dan keadilan, bisa kehilangan esensinya ketika disertai dengan kekerasan dan perusakan fasilitas umum.

Merusak pagar, menyerang polisi dengan batu, dan merusak halte bus bukanlah cerminan dari perjuangan demokrasi, melainkan tindakan yang justru mencoreng nilai-nilai yang hendak diperjuangkan.

Dalam konteks ini, penting bagi kita semua untuk mengingat bahwa tujuan dari demonstrasi adalah untuk menyampaikan pesan, bukan menciptakan ketakutan atau kehancuran.

Ketika demonstrasi beralih menjadi aksi yang merugikan pihak lain, pesan yang ingin disampaikan bisa jadi hilang dalam kekacauan yang ditimbulkan. Alih-alih mendapat simpati dan dukungan, aksi tersebut bisa berbalik menjadi alasan bagi pihak-pihak tertentu untuk menjustifikasi tindakan represif, yang pada akhirnya merugikan perjuangan itu sendiri.

Demonstrasi yang damai dan tertib adalah jalan yang lebih kuat dan berkelanjutan untuk mencapai perubahan. Ketika aspirasi disampaikan dengan cara yang bermartabat, pesan yang diusung akan lebih didengar dan diperhatikan.

Sebaliknya, tindakan anarkis hanya akan menodai perjuangan dan melemahkan legitimasi dari gerakan yang ada.

Oleh karena itu, penting bagi kita semua, baik demonstran maupun pihak berwenang, untuk menjaga ketertiban dan kedamaian dalam setiap aksi. Hak untuk bersuara harus dihormati, namun juga harus diimbangi dengan tanggung jawab untuk tidak merugikan orang lain.

Pada akhirnya, demonstrasi yang berhasil adalah yang mampu menyampaikan pesan dengan kuat, tanpa harus mengorbankan kedamaian dan ketertiban. Secara keseluruhan, demonstrasi adalah bagian penting dari kehidupan demokratis, namun harus diimbangi dengan tanggung jawab baik dari demonstran maupun pemerintah. [UN]