Oscar Lopez Rivera, seorang tokoh revolusioner Puerto Rico [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Ungkapan tentang kemerdekaan adalah hak segala bangsa tertuang dalam UUD 1945. Itu sebabnya, Indonesia menjadi salah satu negara yang menentang segala bentuk penjajahan di muka bumi. Rupanya kemerdekaan yang menjadi hak segala bangsa sama sekali belum terwujud di Puerto Rico.

Adalah Oscar Lopez Rivera, seorang tokoh revolusioner Puerto Rico, pejuang kemerdekaan negeri itu berbicara tentang penjajahan yang dialami rakyatnya oleh Amerika Serikat (AS). Karena menyerukan kemerdekaan, ia kemudian dituduh berkonspirasi melawan pemerintah AS. Rivera lantas mendekam di penjara sekitar 35 tahun.

Berdasarkan keterangan Wikipedia, Puerto Rico didiami suku Taino pada abad ke-7 Masehi. Lalu, Christopher Columbus tiba di sana pada 1493 dan memberi nama pulau tersebut sebagai Pulau San Juan Bautista bentuk penghormatan kepada St. John the Babtist. Kali pertama Spanyo menjejakkan kakinya di pulau tersebut pada 1508 dengan membangun permukiman Cappara.

Spanyol berhasil mempertahankan wilayah ini dari upaya pencaplokan Belanda, Inggris dan Prancis. Gerakan kemerdekaan sempat muncul di Puerto Rico pada 1868. Namun, gerakan itu menghilang lantaran Spanyol membentuk pemerintahan di sana dan dipimpin oleh seorang gubernur.

Mendekati abad ke-19, sebagai upaya memperkuat dominasinya di Karibia, AS menawarkan US$ 160 juta kepada Spanyol untuk membeli Puerto Rico dan Kuba. Spanyol menolaknya. Karena itu, AS menyatakan perang terhadap Spanyol karena pertikaian berkepanjangan di Kuba serta tragedi tenggelamnya kapal perang AS di lepas pantai Havana.

Selama perang, AS kemudian berhasil menginvasi Puerto Rico pada 25 Juli 1898 dan keberhasilan AS itu menjadi bukti kekalahan Spanyol. Sejak itu, AS menguasai Puerto Rico, Kuba, Filipina dan Guam. Itu diatur dalam perjanjian Paris.

Sejak abad ke-20, AS menguasai Puerto Rico dan kini menjadi negara Persemakmuran di bawah naungan pemerintahan AS serta seorang gubernur ditunjuk mengepalai wilayah tersebut. Pada pertengahan tahun lalu, sebuah referendum diadakan dan hasilnya 97,18% ingin mendapat pengakuan sebagai negara bagian AS yang ke-51.

Yang pro status quo mendapat suara 1,32% dan yang mendukung kemerdekaan mendapat 1,5% suara. Hasil ini tidak berbeda dengan referendum sebelum-sebelumnya yang pernah dilakukan pada 1993, 1998, dan 2012. Faktor utama keinginan Puerto Rico ingin diakui sebagai negara bagian AS karena ancaman kebangkrutan dimana pulau tersebut menanggung utang yang mencapai US$ 74 miliar.

Kembali kepada Rivera, tokoh pro kemerdekaan Puerto Rico yang dibebaskan beberapa saat sebelum pelantikan Donald Trump sebagai presiden. Ia mantan anggota Tentara Pembebasan Nasional Puerto Rico dan mendapat julukan sebagai “Nelson Mandela dari Amerika”. Dari kenyataan itu, Rivera menyebutkan, apa yang dilakukan AS merupakan pelanggaran internasional dan merupakan bentuk penjajahan.

Dalam wawancaranya dengan evrensel.net, Rivera bercerita, ekonomi Puerto Rico saat ini sangat buruk dan sudah mengerikan sejak AS menginvasi serta menduduki Puerto Rico sejak 1898. Puerto Rico disebut benar-benar dirusak dan sama sekali tidak mampu mengembangkan kemampuan dalam negeri. “Setiap sen, setiap dolar yang dibelanjakan di Puerto Rico semuanya masuk ke bank AS, setiap tahun miliaran dolar mengalir ke AS dari Puerto Rico,” kata Rivera.

Skema yang dilakukan AS di Puerto Rico semuanya privatisasi. Segala sesuatu yang bersifat publik yang dimiliki Puerto Rico semuanya diprivatisasi. Perusahaan telekomunikasi, misalnya, resmi diprivatisasi pada 1998. Pun demikian dengan bandara, jalan raya dan rumah sakit. Maka, sistem kesehatan yang diberlakukan di Puerto Rico bisa dikatakan “palsu”, kata Rivera.

Dengan sistem demikian, kata Rivera, kehidupan rakyat Puerto Rico menjadi terancam dan mengerikan. Keadaan di sana benar-benar menjadi suram karena penjajahan AS. “Saya ingin memperjelas soal ini: kolonialisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Dan sejak 1898, AS telah melakukan kejahatan itu terhadap Puerto Rico,” kata Rivera. [KRG]