Wasekjen PAN, Saleh Daulay

Koran Sulindo – Pembahasan soal poros Mekah versus Beijing sebagaimana yang dilakukan Sekjen Sekretariat Bersama Indonesia, Muhamad Idrus saat bertemu Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab dikhawatirkan memecah belah masyarakat.

Kekhawatiran itu disampaikan Wasekjen PAN, Saleh Daulay dalam pernyataan persnya kepada wartawan, Minggu (17/6).

Disampaikan Saleh, jika menggunakan nama poros Mekah dan Beijing, itu sama artinya membelah masyarakat Indonesia ke dua bagian yang berhadapan secara diametral.

“Dikhawatirkan ada kesalahpahaman dan akhirnya ada friksi-friksi yang tidak baik,” kata Saleh.

Dia menghargai pendapat pihak-pihak yang mengusulkan dua poros tersebut. Namun, pemilihan nama harusnya jadi perhatian. “Demokrasi kita harus tetap dibangun di atas kesantunan.”

Sebelumnya, dalam sebuah situs berita, Idrus mengatakan poros Mekah merupakan poros keumatan yang tetap konsisten mengusung agenda umat. Poros ini mengaku tak akan mengkriminalisasi agama.

“Obrolan dengan Habib Rizieq dengan Sekber ke depan pilpres 2019 hanya ada dua poros yang bertarung dimana Poros Keumatan tetap konsisten mengusung agenda umat,” kata Idrus.

Menurutnya, agenda umat di antaranya adalah tidak ada kriminalisasi agama, memenjarakan ulama dan mencurigai rakyat layaknya PKI yang dipresentasikan dengan Poros Mekkah melawan Poros Beijing.

“Poros Beijing di mana rezim Jokowi hari ini yang lebih dekat kebijakan Presiden RRC Xi Jinping One Belt One Road (OBOR), serbuan tenaga kerja asing dari Tiongkok serta meningkatnya hutang negara yang lebih Rp 5.000 Triliun sebagian besar dari China,” kata dia.

Sementara itu, PDI Perjuangan, melalui Ketua DPP Hendrawan Supratikno mengatakan, istilah poros ‘Mekah dan Beijing’ adalah penggunaan diksi yang menyesatkan rakyat. Pernyataan itu bisa menyebabkan salah penafsiran.

Misleading, menyesatkan! Penggunaan diksi dan narasi untuk mengecoh rakyat,” kata Hendrawan.

Senada dengan Hendrawan, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera  juga menilai politik di Indonesia tidak sesederhana dua poros itu.

“Politik tidak sesederhana poros Mekah dan poros Beijing. Selalu ada varian yang rumit,” kata Mardani kepada wartawan, Minggu (17/6).

Ia menyebut ada banyak negara-negara lain di dunia yang menganggap penting posisi Indonesia. Salah satunya adalah Amerika Serikat yang tentunya juga ingin ‘menanam’ saham.

“Karena memang semua negara selalu mempertimbangkan geopolitik di negara-negara besar,” kata dia.

Mardani menambahkan penyebutkan kedua poros tersebut tak lebih dari penyederhanaan demi ‘strategi’ pemasaran.

“Tapi kadang untuk menyederhanakan dan ikut bahasa marketing perlu ada penyebutan yang sederhana,” kata Mardani.(SAE/TGU)