Koransulindo.com – Ibadah Haji merupakan ritual yang sakral bagi umat muslim seluruh dunia. Ibadah yang diikuti oleh jutaan umat islam ini pernah tercoreng oleh sekelompok orang yang berada dibawah pimpinan seorang pria berusia 40 tahun bernama Juhayman Al-Utaybi.
Kejadian bermula saat 200 orang membaur di kerumunan jamaah haji, mereka bersama melaksanakan sholat subuh berjamaah dihalaman yang mengelilingi Ka’bah di Mekkah. Selepas sholat ketua kelompok Juhayman Al-Utaybi bersama dengan beberapa orang lain mendorong imam sholat dari tempatnya kemudian mereka mengambil mikrofon.
Sebelumnya mereka telah menyiapkan peti mati yang mereka bawa keadalam Masjidil Haram. Namun peti mati tersebut bukanlah berisi jenazah yang akan di sholatkan melainkan berisi senjata api yang kemudian mereka distribusikan kepada semua anggota kelompok.
Dengan mikrofon yang sudah mereka mabil kemudia mereka mulai berkhotbah. “Rekan-rekan Muslim, kami mengumumkan hari ini kedatangan Mahdi… yang akan memerintah dengan keadilan dan keadilan di bumi setelah dipenuhi dengan ketidakadilan dan penindasan.”
Bagi para peziarah yang berada di masjidil haram, mendengar khutbah ini mereka tercengang, karena memang dalam hadist yang diriwayatkan Imam Abu Daud:
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ حَدَّثَنَا فِطْرٌ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ أَبِي بَزَّةَ عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ عَنْ عَلِيٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنْ الدَّهْرِ إِلَّا يَوْمٌ لَبَعَثَ اللَّهُ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَمْلَؤُهَا عَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Dukain berkata, telah menceritakan kepada kami Fithr dari Al Qasim bin Abu Bazzah dari Abu Ath Thufail dari Ali radhiallahu’anhu dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Sekiranya dunia ini tidak lagi tersisa kecuali hanya sehari, sungguh Allah akan mengutus seorang laki-laki dari ahli baitku, ia akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana bumi pernah dipenuhi kajahatan.” (HR. Abu Daud)
Kemudian pengkhotbah yakni Khaled Al-Yami mengatakan ”Banyak yang telah menyaksikan Al-Mahdi.” Ia juga mengklaim bahwa banyak yang sudah melihat Al-Mahdi dalam mimpinya dan sekarang dia berada di tengah-tengah mereka.
Dalam rekaman pidato yang beredar, terdengar Juhayman beberapa kali menyela pembicara untuk memberikan instruksi kepada para pengikutnya. Ia memerintahkan mereka menutup seluruh pintu masuk masjid dan menempatkan penembak jitu di menara-menara tinggi yang kala itu mendominasi pemandangan Kota Mekah.
“Semuanya, dengarkan! Ahmad al-Lehebi, naik ke atap sekarang. Jika ada yang menolak di gerbang, tembak saja!” serunya.
Seorang saksi anonim mengungkapkan bahwa Juhayman merupakan orang pertama yang memberikan penghormatan kepada Mahdi, dan para pengikut lain segera menirunya. Teriakan “Allahu Akbar!” terdengar menggema.
Namun, suasana penuh kebingungan juga terjadi. Abdel Moneim Sultan, seorang mahasiswa asal Mesir yang mengenal beberapa pengikut Juhayman, mengingat bahwa Masjidil Haram saat itu dipenuhi jemaah dari berbagai negara yang tidak mengerti bahasa Arab dan tidak tahu apa yang sedang berlangsung.
Kehadiran orang-orang bersenjata di tempat yang secara tegas melarang kekerasan dalam Alquran, disertai suara tembakan, mengejutkan para jemaah yang berusaha melarikan diri lewat pintu yang masih terbuka.
“Banyak orang terpana melihat pria-pria bersenjata di tempat suci ini… Situasi ini benar-benar di luar kebiasaan mereka. Tidak heran jika mereka ketakutan luar biasa,” kata Sultan.
Dalam waktu kurang dari satu jam, para militan sepenuhnya menguasai kompleks Masjid al-Haram. Hal ini menjadi tantangan terbuka terhadap otoritas keluarga kerajaan Saudi.
Kelompok bersenjata itu berasal dari organisasi fundamentalis Sunni bernama al-Jamaa al-Salafiya al-Muhtasiba (JSM), yang menolak perubahan sosial dan agama yang mereka anggap dekaden di Arab Saudi.
Dengan kekayaan minyak yang meningkat, masyarakat Saudi mulai bergeser ke gaya hidup konsumtif, dengan mobil, barang elektronik, dan gaya hidup urban yang mulai menyatu dalam keseharian, termasuk percampuran antara pria dan wanita di ruang publik.
Sementara itu, anggota JSM tetap berpegang pada ajaran konservatif, berdakwah, mempelajari kitab suci, dan mengikuti prinsip-prinsip agama seperti yang didefinisikan oleh institusi keagamaan Saudi.
Juhayman sendiri berasal dari Sajir, sebuah wilayah suku Badui di tengah Arab Saudi. Kepada para pengikutnya, ia mengakui masa lalunya yang tidak bersih. Dalam berbagai pertemuan informal, ia sering berbagi kisah hidupnya tentang kesalahan masa lalu dan proses pertobatannya.
Menurut Usama al-Qusi, seorang murid yang sering hadir dalam pertemuan kelompok tersebut, Juhayman pernah mengaku terlibat dalam aktivitas ilegal termasuk penyelundupan narkoba. Namun, setelah bertobat dan mendalami agama, ia menjadi sosok pemimpin yang sangat dihormati oleh banyak anak muda di kelompoknya.
Rekan-rekannya, seperti Mutwali Saleh, mengenang betapa karismatik dan tulusnya Juhayman dalam memperjuangkan keyakinannya. Meski begitu, secara pendidikan ia tidak tergolong tinggi dan kurang fasih dalam bahasa Arab klasik, sehingga menghindari berhadapan langsung dengan kalangan intelektual.
Meski berlatar belakang militer sebagai anggota Garda Nasional, Juhayman memanfaatkan pengalamannya itu untuk mengatur strategi pengambilalihan masjid.
Seiring waktu, JSM mulai berselisih dengan beberapa ulama resmi kerajaan. Akibatnya, aparat mulai menindak mereka, dan Juhayman melarikan diri ke gurun, tempat ia menulis serangkaian selebaran yang mengkritik keluarga kerajaan dan menuduh para ulama sebagai kolaborator yang hanya mengejar dunia.
Ia meyakini Arab Saudi tengah menuju kehancuran dan satu-satunya jalan keluar adalah melalui campur tangan ilahi. Dalam keyakinannya, Mahdi, sosok penyelamat yang disebut dalam hadits, telah hadir dalam diri Mohammad bin Abdullah al-Qahtani — seorang pemuda pendiam dan religius yang mahir bersyair.
Meskipun awalnya al-Qahtani merasa tak layak, ia kemudian menerima peran tersebut dan menjadi semakin dekat dengan Juhayman, terlebih setelah kakaknya menjadi istri kedua Juhayman.
Menjelang pengepungan, muncul kabar bahwa banyak penduduk Mekah dan jemaah haji melihat al-Qahtani dalam mimpi, berdiri gagah di Masjidil Haram membawa panji Islam.
Dalam suatu pertemuan terakhir, ketika salah seorang anggota bertanya kepada Mutwali Saleh mengenai Mahdi, ia ragu menjawab. Tetapi sebagian besar anggota JSM meyakini dengan sepenuh hati bahwa al-Qahtani adalah Mahdi.
Di gurun, Juhayman dan pengikutnya mulai menyiapkan diri untuk konflik bersenjata.
Pada saat penyerangan, para pemimpin Saudi berada di luar negeri. Raja Khaled yang dalam kondisi sakit bersama Menteri Pertahanan Pangeran Sultan harus mengambil alih koordinasi. Polisi awalnya menganggap peristiwa itu biasa, namun ketika mereka mendekat ke masjid, mereka langsung diserang peluru tajam.
Garda Nasional akhirnya dikerahkan, namun mereka mengalami kekalahan. Pasukan khusus, pasukan terjun payung, dan kendaraan lapis baja kemudian digerakkan.
Bentrokan sengit berlangsung hingga dua hari penuh. Para pemberontak melakukan perlawanan sengit dari balik pilar, membakar karpet dan ban untuk menciptakan asap gelap, dan melakukan serangan mendadak dari kegelapan.
Masjid suci pun berubah menjadi medan tempur berdarah.
Setelah fatwa dikeluarkan yang membolehkan penggunaan kekuatan ekstrem, militer mulai menembakkan rudal dan senjata berat untuk menyingkirkan para pemberontak dari menara.
Meskipun Mahdi — al-Qahtani — dikabarkan terluka, Juhayman menyangkal dan menyebut para pelapor sebagai pengkhianat.
Setelah hari keenam, pasukan Saudi menguasai halaman utama, namun para pemberontak bertahan di ruang bawah tanah. Di sana, kondisi memburuk. Pasokan air habis, dan mereka mulai makan adonan mentah demi bertahan hidup.
Meski pemerintah mengklaim kemenangan, absennya siaran doa dari Masjidil Haram membuat dunia curiga. Saudi akhirnya meminta bantuan Presiden Prancis, Valéry Giscard d’Estaing.
Tiga penasihat dari unit kontra-teror Prancis GIGN dikirim secara rahasia. Mereka merancang rencana untuk menyuntikkan gas melalui lubang-lubang yang digali ke ruang bawah tanah, membuat udara tak dapat dihirup.
Saksi mata menggambarkan suasana mengerikan saat gas disebarkan dengan bantuan granat, sementara suara penggalian dan tembakan membuat mereka merasa ajal akan segera menjemput.
Penyerangan Juhayman, meski bersandar pada keyakinan spiritual, merupakan reaksi terhadap modernisasi di Saudi. Bahkan Osama bin Laden merujuk peristiwa ini dalam retorikanya terhadap kerajaan.
Peristiwa ini pun mengubah arah kebijakan Arab Saudi secara drastis. Presenter perempuan di televisi menghilang, dan selama empat dekade berikutnya, kerajaan berjalan di jalur ultra-konservatif hingga perubahan sosial mulai diperkenalkan lagi oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman di akhir 2010-an. [IQT]




