Koran Sulindo – Pemerintah diminta mulai mempertimbangkan sumber-sumber pendanaan yang non-konvensional dalam membiayai APBN. Jangan hanya mengandalkan penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak (PNBP) dan dari utang yang dinilai akan gagal karena kebutuhan negara semakin kompleks itu.
Pengamat ekonomi dan politik dari Nusantara Centre Yudhie Haryono mengatakan, pihaknya melihat sumber-sumber pendanaan alternative sesungguhnya masih sangat besar dan belum pernah disentuh. Kekuatan pendanaan baru tersebut bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan mendasar kebangsaan yang selama ini masih belum terpenuhi.
“Semisal sektor pendidikan, budaya hingga pengembangan infrastruktur di sektor tambang. Kenapa nggak, misalnya, pemerintah mulai memikirkan opsi pajak super-progresif untuk kepemilikan mobil, barang mewah hingga misal aset usaha seperti gedung perkantoran, pabrik dan sebagainya,” kata Yudhie dalam suatu diskusi di Jakarta beberapa waktu lalu.
Yudhie berpendapat, konglomerat yang memiliki satu gedung dengan 10 gedung tetapi pajaknya tetap sama. Itu sebabnya, tidak heran, misalnya, di perkotaan akan sangat macet karena orang kaya sangat mudah membeli mobil karena pajaknya sama.
Di samping pajak super-progresif, Yudhie mengatakan, pemerintah juga perlu mulai mempertimbangkan untuk tidak lagi mengandalkan pendanaan konvensional dalam menggenjot pembangunan infrastruktur. Berdasar atas kedaulatan negara, pemerintah bisa saja menugaskan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak sejumlah uang baru sesuai kebutuhan tanpa harus mengganggu likuiditas uang yang telah tersedia di pasar.
“Siapa bilang (BI) tidak bisa? Kalau soal diprotes oleh negara lain, ya itu sudah pasti, tapi apakah bisa? Secara ilmu ekonomi bisa saja itu dilakukan, asal uangnya benar-benar dipakai hanya untuk pembangunan (infrastruktur) dan setelah usai harus ditarik lagi sehingga tidak membanjiri pasar sampai terjadi inflasi,” kata Yudhie.
Kendati semua hal yang diusulkannya itu mungkin dilakukan, menurut Yudhie, ada pihak-pihak yang sengaja membangun persepsi bahwa cara-cara out of the box ini tidak bisa dilakukan karena berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian nasional. Namun, bukan perekonomian negara yang terancam terganggu, melainkan pihak-pihak yang justru berpotensi kehilangan ladang untuk mendapatkan keuntungan.
“Dengan cara-cara konvensional perbankan dapat untung dari pembiayaan ke BUMN infrastruktur. Investor besar diuntungkan karena pemerintah jadi merasa perlu menerbitkan SUN (Surat Utang Negara). Mereka-mereka ini yang membangun persepsi seolah cara-cara pendanaan konvensional adalah satu-satunya jalan keluar. Itu salah besar,” kata Yudhie. [KRG]