Pengamat: Masyarakat dan Pelaku Bisnis Butuh Stimulus Fiskal

Koran Sulindo – Untuk menghadapi pandemic Covid-19, masyarakat dan pelaku bisnis membutuhkan stimulus fiskal karena terdampak pembatasan aktivitas perekonomian. Stimulus itu terutama untuk individu dan rumah tangga

“Karena mereka mengalami pembatasan aktivitas ekonomi, bisnis tidak bisa berjalan, pendapatan berkurang dan juga ada yang kena pemutusan hubungan kerja,” kata ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri saat dihubungi, Jakarta, Rabu (29/4).

Di Indonesia, kata Faisal, mayoritas pekerja mencari nafkah di sektor informal. Selain itu, sektor-sektor usaha kecil juga banyak membuka lapangan pekerjaan di Indonesia. Dengan demikian, pemberian bantuan kepada individu, rumah tangga dan semua sektor bisnis diperlukan.

Dan akibat wabah corona ini, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 0,5%. “Saya menduga ekonomi Indonesia akan tumbuh hanya 0,5 persen optimisnya dan pesimisnya ya, -2 persen sampai -2,5 persen,” kata Faisal.

Pertumbuhan ekonomi yang melambat itu cukup mengkawatirkan, karena kurang cepatnya kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran corona. “Mudik sudah jutaan keluar baru dilarang, lalu PSBB di Jakarta enggak karuan jadi kita tidak pernah bisa tahu kapan puncaknya dan ongkosnya semakin besar,” ujarnya.

Faisal juga menilai kapasitas untuk tes corona di Indonesia masih kurang dan tak sebanding dengan kebutuhan. Itu turut membuat penyebaran sulit dikendalikan sehingga perekonomian tertekan lebih dalam.

“Kita baru 50 ribu melakukan testing cuma 214 per satu juta penduduk itu yang membuat kita semakin tidak tahu sampai kapan virus ini berlangsung jadi kita sudah kecolongan banyak,” kata Faisal.

Menurut Faisal, kemampuan Indonesia dalam mendorong ekonomi di tengah pandemi corona juga tidak sebesar seperti yang dilakukan Amerika Serikat. AS menggelontorkan dana US$ 484 miliar khusus untuk penanganan corona, total stimulus mencapai US$ 2,3 triliun, serta The Fed menggelontorkan sekitar US$ 4 triliun untuk meningkatkan likuiditas.

“Jangan dilihat defisit APBN yang naik menjadi 5,07% itu sebagai stimulus karena itu disebabkan penerimaannya anjlok Rp 472 triliun jadi praktis tidak ada stimulus kalau dilihat magnitude tambahan dari APBN,” katanya.

Sebelumnya, pemerintah memprediksikan perekonomian Indonesia hanya tumbuh 2,3% atau dengan skenario terburuk akan terkontraksi hingga 0,4 persen pada 2020 akibat wabah corona. Pemerintah juga merilis kebijakan relaksasi dan stimulus bagi usaha mikro, kecil, dan menengah.

Stimulus terhadap UMKM mencapai Rp 150 triliun yang menjadi bagian dari anggaran untuk kegiatan pemulihan ekonomi nasional. Dana Rp 150 triliun itu merupakan bagian dari tambahan belanja dalam APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun yang digunakan untuk penanganan dampak corona. [WIS]