Ilustrasi: Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (7/12/2015)/ANTARA FOTO-Widodo S. Jusuf

Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo memerintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengecek peristiwa penembakan 31 orang pekerja pembangunan Trans Papua.

Jokowi yang pernah mengunjungi kawasan di Kabupaten Nduga di Papua itu memang termasuk zona merah alias berbahaya.

“Kejadiannya itu terjadi di Kabupaten Nduga, dulu memang warnanya merah. Saya dulu pernah kesana,” kata Jokowi di Gedung Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (4/12).

Kepada Panglima TNI dan Kapolri, Presiden meminta agar kasus tersebut ditelisik lebih jelas agar tak terjadi simpang siur tentang peristiwa itu.

“Saya perintahkan tadi pagi ke Panglima dan Kapolri untuk dilihat dulu, karena ini masih simpang siur. Karena diduga itu, karena sinyal di sana ngga ada. Apa betul kejadian seperti itu,” kata Jokowi.

Lebih  lanjut Jokowi juga mengakui kesulitan pembangunan di tanah Papua selain karena letak geografisnya juga banyak terhambat oleh isu-isu keamanan seperti gangguan kelompok bersenjata.

“Kita menyadari pembangunan di tanah Papua itu memang medannya sangat sulit. Dan juga masih dapat gangguan seperti itu,” katanya. “Pembangunan ditambah di Papua, tetap berlanjut.”

Di tempat terpisah Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebut kelompok bersenjata itu bukanlah kelompok kriminal namun pemberontak.

“Dia itu bukan kelompok kriminal tapi pemberontak,” kata Ryamizard di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/12).

“Kalau sudah nembak-nembak begitu ya siapapun lah. Tidak ada kriminal nembak sebanyak-banyak orang itu, ngapain,” kata dia.

Ryamizard menjelaskan alasannya menyebut mereka pemberontak karena ingin memisahkan Papua dari Indonesia.

“Ya kan mau memisahkan diri, Papua, dari Indonesia. Itu kan pemberontak, bukan kriminal lagi. Penanganannya harus TNI. Kalau kriminal iya polisi,” kata dia. “Lama-lama. Itu-itu juga orangnya.”

Lebih lanjut Ryamizard menambahkan kasus tersebut menjadi menjadi tugas pokok Kementeriannya dan tak negosiasi dalam penanganan kasus itu.

“Ingin memisahkan Papua dari Indonesia itu apa? Ingat, ingin memisahkan diri. Tugas pokok Kementerian Pertahanan, tugas pokok juga untuk TNI, satu, menjaga kedaulatan negara. Kedua, menjaga keutuhan negara. Tiga, menjaga keselamatan bangsa,” kata Ryamizard.

“Bagi saya tidak ada negosiasi. Menyerah, atau diselesaikan. Itu saja,” kata dia.

Sebelumnya Kepolisian Daerah Papua telah mengkonfirmasi berita tewasnya 31 pekerja PT Istaka Karya saat melakukan pembangunan jembatan di Kali Yigi-Kali Aurakm Nduga, Papua.

Diduga ke-31 pekerja itu tewas dibunuh kelompok bersenjata di Papua.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal menyebut 24 orang dibunuh di hari pertama sedangkan 7 orang lainnya meski sudah menyelamatkan diri di rumah anggota DPRD dijemput dan dibunuh. Satu orang sejauh ini dilaporkan belum ditemukan atau diduga melarikan diri.

“Senin, 3 Desember 2018, sekitar pukul 15.30 WIT, didapat informasi dari masyarakat bahwa telah terjadi pembunuhan terhadap para pekerja proyek Istaka Karya yang sedang membangun jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak,” kata Musthofa Kamal.

Ia menambahkan diketahuinya peristiwa mengenaskan itu bermula dari keterangan PPK Satker PJN IV PU Binamarga wilayah Habema-Kenyam bernama Monang Tobing melakukan komunikasi dengan Jhoni yang merupakan koordinator lapangan PT Istaka Karya.

Komunikasi terakhir berupa pesan teks itu terjadi 30 November 2018. Sehari berikutnya, Project Manager PT Istaka Karya Cahyo menerima telepon dari nomor yang biasa digunakan Jhoni namun Cahyo mengaku tidak paham dengan ucapan orang yang berbicara dengan di telepon itu.

Menurut Kapolres Jayawijaya, AKBP Yan Piter Reba ke 31 pekerja jembatan di Jalan Trans Papua itu dibunuh kelompok bersenjata di hari yang dikenal sebagai hari Papua Merdeka

“Sudah lama mereka memberikan ancaman akan membunuh orang yang lewat dari jalan tersebut,” kata Yan Piter Reba seperti dikutip dari detik.com.

Menurutnya Yan Piter peristiwa tragis itu dipicu oleh kemarahan kelompok bersenjata yang tengah merayakan HUT Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM). Mereka marah karena salah seorang pekerja mengambil foto mereka.

“Informasi yang kita terima di saat KKB merayakan perigatan Hari OPM/TPN pada 1 Desember 2018 salah satu dari pekerja mengambil foto. Itu kemudian diketahui oleh kelompok KKB,” kata Yan Piter.

Tak hanya mencari orang yang mengambil foto, kemarahan mereka ternyata berimbas kepada seluruh pekerja yang ada di kamp pembangunan jembatan tersebut. [TGU]