PEMUNGUTAN suara ulang (PSU) akan di gelar di Kuala Lumpur, Malaysia karena kesimpangsiuran data dan temuan pemilih fiktif. Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan, sebanyak 62 ribu lebih warga negara Indonesia (WNI) di Kuala Lumpur akan mengikuti pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 9-10 Maret 2024.

Sebelumnya, KPU dan Bawaslu telah sepakat tidak menghitung suara pemilih melalui pos dan KSK di Kuala Lumpur karena integritas daftar pemilih dan akan melakukan pemutakhiran ulang daftar pemilih.

Integritas pelaksanaan pemilu di Kuala Lumpur diragukan karena dalam proses pendataan daftar pemilih pada 2023, dari total sekitar 490 ribu orang pemilih yang seharusnya dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit), lebih kurang hanya 12 persen pemilih yang dilakukan coklit dalam Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) dari Kementerian Luar Negeri. Artinya, sebagian besar WNI yang masuk DPT tidak melalui tahapan coklit.

Selain itu Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif hingga 18 orang sehingga pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) di Kuala Lumpur membludak hingga sekitar 50 persen.

Kemudian Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri juga telah menetapkan tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur sebagai tersangka atas kasus pemalsuan DPT tersebut. Sebelum jadi tersangka, tujuh orang itu sudah lebih dulu dinonaktifkan sebagai PPLN oleh KPU RI.

Menurut Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, awalnya terdapat 447.258 WNI yang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kuala Lumpur. Dari jumlah tersebut, hanya 78 ribu WNI yang mencoblos menggunakan metode TPS, kotak suara keliling (KSK), dan melalui pos saat pemungutan suara awal.

Pelaksanaan PSU di Kuala Lumpur

Penentuan jumlah pemilih PSU mengacu ke jumlah pemilih yang ikut mencoblos pada pemungutan suara awal. Setelah itu, KPU melakukan tiga langkah pengecekan ulang, yakni validasi alamat untuk memastikan siapa saja yang benar-benar berada di Kuala Lumpur, validasi kegandaan, serta validasi NIK dan paspor.

“Setelah kita lakukan analisis dari 78 ribu (WNI yang datang mencoblos) itu, kemudian kita dapat menyimpulkan dan sudah kita tetapkan DPT luar negeri untuk PSU Kuala Lumpur jumlahnya 62.217 pemilih,” kata Hasyim, Senin (4/3).

Hasyim menambahkan, 62 ribu lebih pemilih itu akan mencoblos menggunakan metode TPS dan KSK. Hanya saja, KPU kini masih berupaya untuk mendapatkan izin dari pemerintah Malaysia agar bisa melaksanakan PSU.

Pasalnya, pemerintah negeri Jiran itu mengatur bahwa kegiatan politik yang dilakukan pemerintah negara lain di Malaysia harus diajukan izinnya sejak tiga atau enam bulan sebelum acara. Adapun KPU baru pada 26 Februari 2024 atau delapan hari lalu memutuskan bahwa PSU dilaksanakan pada 9-10 Maret 2024.

“Oleh karena itu, karena waktunya mepet, kami sudah melaporkan ke Presiden. Kami mohon bantuan fasilitasi supaya ada pembicaraan, katakanlah pada tingkat tinggi antara Presiden (RI) dengan Perdana Menteri Malaysia untuk meminta bantuan fasilitasi sehingga bisa digelar pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur,” kata Hasyim.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Hasyim Asy’ari mengatakan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, Malaysia, masuk kategori “luar biasa” karena jadwal pelaksanaannya melebihi batas waktu yang ditetapkan.

“Khusus untuk situasi yang pemungutan suara Kuala Lumpur, saya bicara batas waktunya dulu ya. Ini termasuk kategori yang luar biasa,” kata Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa.

Hal itu karena prosesnya melebihi batas waktu pemungutan suara ulang (PSU) sebagaimana telah diatur, yakni maksimal 10 hari setelah pemungutan suara 14 Februari 2024. [DES]