Iustrasi/politicalcure.com

Koran Sulindo – Terbongkarnya kasus suap di Pemerintah Kabupaten Klaten dengan tertangkapnya Bupati Sri Hartini yang baru menjabat (2016-2021) oleh KPK lewat OTT pada Jumat (30/12), menjadi menarik. Karena dalam beberapa kasus soal suap dan pungli yang terjadi hanya melibatkan eselon, namun kali ini juga melibatkan bupati dan bahkan bupatinya langsung ditangkap.

Penangkapan itu juga membuktikan teori bahwa ikan busuk mulai dari kepalanya. Dengan kata lain, kasus suap, bukan saja terjadi di bawah, tetapi juga di atas.

Demikian komentar peneliti PUKAT UGM Hifzil Alim. Penangkapan terhadap bupati itu membuktikan teori bahwa ikan busuk mulai dari kepalanya. Dengan kata lain, kasus suap, bukan saja terjadi di bawah, tetapi juga di atas.

“Ini catatan penting bagi semua daerah. Jika terjadi kasus penyuapan berarti ada keterlibatan kepala atau pejabat di atasnya. Tentu saja ini menjadi pukulan telak bagi birokrasi,” ujar peneliti PUKAT UGM Hifzil Alim, ketika diminta komentarnya, Sabtu (31/12).

Hifzil menambahkan, dengan terungkapnya kasus suap di  Pemkab Klaten yang melibatkan bupati dan beberapa pejabat eselon, membuktikan bahwa kabupaten Klaten termasuk dalam zona merah kasus korupsi dan suap.

Suami dari Bupati Klaten Sri Hartini adalah isteri (almarhum) Haryanto Wibowo yang pernah menjabat Bupati Klaten periode 2000-2005. Di masa pemerintahannya, Haryanto Wibowo pernah terbelit kasus korupsi kasus proyek pengadaan buku paket tahun ajaran 2003-2004 senilai Rp 4,7 miliar. Namun kasus itu dinyatakan tidak terbukti oleh Pengadilan Negeri Klaten.

Sementara itu secara terpisah Dr. Mada Sukmajati mengatakan, tidak sedikit kasus korupsi yang melibatkan keluarga, baik itu ayah-anak, suami-istri, adik-kakak. Maka, menurut Mada, dinasti politik, bukanlah sekedar ungkapan dari kegerahan atas model pelanggengan kekuasaan di suatu wilayah, akan tetapi politik dinasti juga erat kaitannya dengan cara mengamankan jejak suram pemimpin pendahulunya. Karena itu tak heran bila setiap datang Pilkada muncul opini tentang dinasti politik.

“Tanpa harus berbicara panjang-lebar, inilah fakta yang tidak bisa dipungkiri, bahwa lingkaran kekuasaan yang dikuasai oleh kelompok atau keluarga, memiliki tendensi yang sama,” kata Mada.

Betul, kata Mada, meski tidak ‘melawan’ konstitusi, namun politik dinasti mencerminkan ketidak-dewasaan sistem demokrasi bangsa. Sebab langgengnya sistem kekuasaan, tegak lurus dengan tabiat perilaku korupsi secara berjamaah. Dan untuk menebas itu, ujar Mada, “Dibutuhkan strategi dari partai politik dalam mengusung kandidat yang mampu melepaskan diri dari lingkar kekuasaan dan dosa pendahulunya.” [YUK]