Gedung Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi - KPK
Ilustrasi

Koran Sulindo – Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi nomor 7 tahun 2020 tentang organisasi dan tata kerja KPK bertentangan dengan Undang-undang tentang UU KPK. Sebelumnya, KPK telah mengeluarkan perkom tersebut yang menambah struktur jabatan.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut, pasal 26 Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak direvisi dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.

“Tentu ini mengartikan bahwa bidang-bidang yang ada di KPK masih seperti sediakala, yakni bidang pencegahan, bidang penindakan, bidang informasi dan data, serta bidang pengawasan internal dan pengaduan masyarakat,” tutur Ramadhan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (18/11).

Tetapi, lanjut Ramadhan, yang tertuang dalam perkom itu malah terdapat beberapa penambahan, seperti bidang pendidikan dan peran serta masyarakat serta bidang koordinasi dan supervisi.

“Ini sudah terang benderang bertentangan dengan UU KPK,” ungkap Ramadhan.

ICW menilai produk hukum internal KPK tersebut amat rentan untuk dibatalkan melalui uji materi di Mahkamah Agung.

“Mestinya saat ini KPK memfokuskan pada perbaikan kinerjanya sendiri ketimbang merombak susunan internal yang sebenarnya bertentangan dengan undang-undang dan efektivitasnya juga dipertanyakan,” ujar Ramadhan.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, penambahan struktur baru sudah sesuai dengan strategi pemberantasan korupsi yang sedang dijalani KPK saat ini.

“Struktur sebuah organisasi sesuai dengan strategi yang akan dikembangkan, KPK kini mengembangkan pemberantasan korupsi dengan tiga metode, yaitu penindakan, pencegahan, dan pendidikan sosialisasi dan kampanye,” ucap Ghufron.

Adapun peraturan KPK yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri pada tanggal 6 November 2020, antara lain menambah dua kedeputian, yaitu Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat dan Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi, Staf Khusus, serta Inspektorat. [WIS]